SASI DAN MASYARAKAT TELUK WONDAMA
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) yang berada di Provinsi Papua dan Papua Barat memiliki luas 1.453.500.00 Ha, melalui SK. Menhut Nomor 8009/Kpts-II/2002 pada tanggal 29 Agustus 2002 ditetapkan menjadi Taman Nasional Perairan Laut terluas yang ada di Indonesia. Taman Nasional ini dikelola oleh Balai Besar TNTC yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah duanya adalah WWF-Indonesia dan masyarakat di dalam kawasan tersebut.
Taman Nasional Teluk Cenderawasih merupakan perwakilan ekosistem terumbu karang, pantai, mangrove dan hutan tropika daratan pulau di Papua dan Papua Barat. Taman Nasional ini terdiri dari daratan dan pesisir pantai (0,9 %), daratan pulau-pulau (3,8%), terumbu karang (5,5%), dan perairan lautan (89,8%). Tercatat ada 150 jenis karang dari 15 famili dan tersebar di tepian 18 pulau besar dan kecil. Presentase penutupan karang hidup bervariasi antara 30,40% sampai dengan 65,64%. Umumnya ekosistem terumbu karang terbagi menjadi dua zona, yaitu zona rataan terumbu (reef flat) dan zona lereng terumbu (reef slope). Jenis karang yang dapat dilihat di perairan Taman Nasional Teluk Cenderawasih yaitu koloni karang biru (Heliopora coerulea), karang hitam (Antiphates), Famili faviidae dan Pectiniidae serta berbagai jenis karang lunak.
Karena luas, kaya dan beragamnya kawasan ini, pengelolaan TNTC melibatkan banyak pihak dan metode dalam mencegah timbulnya kerusakan ekosistem, salah satunya adalah “Sasi”. Dalam bahasa masyarakat Menarbu, mereka menggunakan Bahasa dari suku Roon dengan menyebutnya Kadup yang berarti tutup tempat dan orang kampung Sombokoro menyebutnya Sawora yang berarti sumpah tempat, dalam bahasa umum Sasi lebih familiar digunakan oleh keseluruhan masyarakat di Papua dan Papua Barat. Istilah Sasi sendiri berasal dari Kampung Haruku, Maluku.
Sasi pada prinsipnya merupakan larangan pengambilan sumber daya tertentu pada waktu tertentu, dengan tujuan yang memberi keuntungan kepada yang membuat Sasi. Istilah Sasi awalnya diperkenalkan dan dipraktikkan oleh Gereja untuk melindungi kebun atau bahan pangan yang dikhususkan untuk gereja, hal ini seiring dengan datangnya tenaga/guru-guru Kristen dari Maluku. Sasi kemudian menjadi bagian dari masyarakat dan dipraktikkan kepada sumber daya lain, baik di darat maupun laut. Namun demikian, praktik seperti Sasi juga telah dimiliki oleh masyarakat adat di Kabupaten Teluk Wondama.
Perairan Kabupaten Teluk Wondama berada di dalam kawasan TNTC ini memiliki luas 3.959,53 km2 dengan populasi ± 41.304 jiwa. Kabupaten ini terdiri dari 13 distrik, satu kelurahan dan 75 kampung/desa. Terdapat beberapa kampung di Kabupaten Teluk Wondama yang juga masuk dalam kawasan TNTC telah menerapkan aturan Sasi untuk melindungi wilayah kampung/adat yang mereka punya dari pemanfaatan berlebih dan mengancam. Sasi di wilayah ini merupakan contoh pengelolaan berbasis masyarakat, yaitu aturan gereja dan adat yang mengatur wilayah ulayat/suku/marga untuk dilindungi dalam jangka waktu tertentu. Dalam pengelolaan Sasi di tempat ini, terdapat masa buka dan masa tutup di mana buka diartikan sebagai masa pemanfaatan diperbolehkan dilakukan, sedangkan masa tutup diartikan masa di mana penerapan pelarangan pada wilayah Sasi dilakukan.
Tujuh kampung di Distrik Roon (Kampung Yende, Syabes, Niab, Menarbu, Sariay, Mena dan Inday) yang memiliki hak adat terhadap gugusan kepulauan di timur laut Pulau Roon yaitu Kepulauan Auri telah menyepakati dan mengatur lokasi ini sebagai lokasi Sasi. Luas wilayah Sasi di Kepulauan Auri cukup luas mencapai lebih dari 319.924 ha yang membentang dari Pulau Yengguandi di bagian utara sampai Pulau Anggrameos di bagian selatan. Wilayah lainnya adalah Kampung Menarbu, yang juga berada di Distrik Roon telah melakukan aturan Sasi atau yang mereka sebut Kadup selama 2 tahun di wilayah perairan kampung mereka dengan luas 1194 ha.
Wilayah lain di luar Distrik Roon yang melakukan tutup tempat adalah Kampung Sombokoro yang berada di Distrik Windesi dengan luas 345 ha. Aturan Sasi dari masing-masing kampung ini memiliki perbedaan, seperti Sasi di Kepulauan Auri meliputi dua kategori yaitu "Sasi jenis" dan "Sasi metode pengambilan". Sasi jenis meliputi Sasi aturan larangan mengambil teripang, kima, penyu, lobster dan lola, sedangkan Sasi metode pengambilan meliputi larangan terhadap alat atau cara tangkap yang tidak ramah lingkungan yaitu dengan kompresor, bahan peledak, jaring serta obat-obatan yang digunakan untuk membius ikan.
Sasi di Kampung Menarbu juga terdapat dua kategori yaitu Sasi jenis dan Sasi tempat. Sasi jenis di sana meliputi larangan pengambilan lobster, teripang, dan lola mencakup hampir seluruh wilayah yang disasi. Kedua yaitu sasi tempat, sasi tempat berarti semua jenis biota dalam lokasi itu dilarang diambil atau dimanfaatkan. Wilayahnya mencakup daerah yang lebih kecil di sisi kanan dan kiri Kampung Menarbu. Sedangkan di Kampung Sombokoro penerapan Sasi berlangsung 2 tahun, Sasi tersebut berupa pelarangan cara/alat tangkap yang tidak ramah lingkungan serta ukuran tangkapan yang tidak diperkenankan, yaitu tidak boleh ditangkap saat ikan sedang dengan telur dan yang ukuran kecil.
Sasi ini erat kaitannya dengan keberlangsungan ekosistem dan biota laut yang ada, masyarakat melakukan Sasi bertujuan untuk melindungi sumber makan mereka dan keberlanjutan ekosistem dan biota yang ada. Kondisi terkini setelah dilakukan Sasi pada wilayah-wilayah ini terlihat daerah yang disasi memiliki potensi dari sisi ekosistem terumbu karang maupun kelimpahan sumber daya ikan dan makrobentos di sana. Makrobentos adalah hewan inverterbrata yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan dapat hidup, di dalam dan atau sekitar bebatuan pada dasar perairan.
Perairan Kampung Sombokoro yang memiliki kelimpahan dari sisi makrobentos (kima, teripang dan lobster) yang menakjubkan, kelimpahan kima dengan rata-rata kelimpahan 325.7 individu/ha (± 8.3), kelimpahan teripang dengan rata-rata kelimpahan 182.3 individu/ha (± 10.4) rata-rata kelimpahan 59.4 individu/ha (± 2.9). Menarbu memiliki daerah stok ikan yang potensial dengan ±19 famili ikan karang ekonomis penting dan beragam spesies ikan terkenal seperti Ikan Angke/Bumphead Parrotfish (Bolbometopon muricatum), Ikan Napoleon (Cheilinus undulastus), Ikan Kuning/Blubberlip snapper (Lutjanus rivulatus) dan ikan karang lainnya.
Kepulauan Auri pun memiliki kondisi terumbu karang dalam kategori sedang sampai baik (berdasarkan KEPMEN LH Nomor 4 Tahun 2001) dengan beragam satwa ditemui seperti penyu dan hiu (Pemantauan Oktober, 2019). Namun satu sisi permasalahan terhadap pengelolaan Sasi ini tetap selalu ada dari sisi pelanggaran terhadap aturan yang telah dibuat, biasanya oleh orang luar kampung, seperti contoh kasus di Kepulauan Auri yang memiliki jangkauan cukup jauh dari wilayah kampung beberapa kali didatangi nelayan yang mencari ikan ataupun teripang menggunakan kompresor dan bom.
Sasi sumber daya laut merupakan kearifan masyarakat lokal di Teluk Wondama dalam melindungi sumber daya yang penting bagi mereka. Sasi merupakan praktik konservasi yang telah lama dilakukan oleh masyarakat sejak zaman dahulu untuk melindungi sumber daya yang penting bagi mereka dari berbagai ancaman. Sasi dapat dipakai untuk tata kelola praktek pemanfaatan perikanan yang berkelanjutan, sehingga Sasi dapat mengizinkan penangkapan ikan dengan cara-cara yang ramah lingkungan seperti memancing dan balobe.