KAWASAN MULLER SEBAGAI KORIDOR KSN DILOKAKARYAKAN
Jakarta, 25 Oktober 2011: Untuk mendukung pengelolaan Kawasan Muller sebagai suatu kawasan ekosistem yang penting di jantung Kalimantan, Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Heart of Borneo (HoB) bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan WWF-Indonesia menggelar Lokakarya Kawasan Ekosistem Muller sebagai Koridor Ekologis Kawasan Strategi Nasional HoB pada tanggal 25 Oktober 2011. Lokakarya sehari ini dihadiri oleh para pemangku kepentingan baik dari pemerintah pusat yaitu Kementerian Kehutanan maupun Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) terkait dari Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Lokakarya yang dibuka secara resmi oleh Ketua Pokjanas HoB, Dr. Andi Novianto, bertujuan tidak hanya untuk mensosialisasi delineasi Kawasan Ekosistem Muller (KEM), tetapi juga sekaligus pemaparan keanekaragaman hayati dan diskusi bentuk pengelolaan KEM serta merumuskan rencana tindak lanjut bersama.
“Kawasan Ekosistem Muller merupakan kawasan yang diusulkan sebagai salah satu koridor ekologis dalam Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) Kawasan Strategi Nasional (KSN) HoB” ungkap Andi Novianto. Lebih lanjut Andi Novianto menambahkan bahwa diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur untuk mengusulkan pengelolaan yang lebih efektif di kawasan Pegunungan Muller.
Dalam diskusi panel terungkap bahwa Kawasan Ekosistem Muller memiliki beberapa fungsi pokok yang berkaitan dengan hutan yang bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest/HCVF). Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Ir. Budi Prihanto, MS dari Center for Forestry Organization Capacity and Institutional Development Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (FORCI Dev-IPB) dalam presentasi mengenai tipologi Kawasan Ekosistem Muller. “Kawasan Ekosistem Muller yang didominasi oleh hutan lindung dan hutan produksi terbatas, merupakan kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi yang meliputi perlindungan keanekaragaman hayati, lanskap yang penting, ekosistem yang khas, jasa lingkungan yang penting, sosial kebutuhan dasar masyarakat lokal dan budaya masyarakat lokal,” ujar Dosen Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Lebih lanjut menurut Budi Prihanto, Kawasan Ekosistem Muller memiliki 8 tipologi dominan dari 19 tipologi, yang penetuannya didasarkan pada fungsi kawasan dan fungsi dalam HCVF.
Sementara itu, peneliti dari– Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dwi Murti Puspitaningtyas menyampaikan bahwa LIPI pernah melakukan studi kelayakan kawasan Pegunungan Muller untuk penetapan sebagai Natural World Heritage. “Hasil studi LIPI menunjukkan bahwa Pegunungan Muller memenuhi kriteria yang merujuk pada Natural World Heritage, baik keberagaman jenis flora-fauna langka, maupun kombinasi unik dari panorama pegunungan, daerah aliran sungai dan riam-riamnya, serta hutan hujan tropis,”ujar peneliti dari Kebun Raya Bogor ini.
Kawasan Ekosistem Muller merupakan kawasan koridor ekologis penghubung antara Taman Nasional (TN) Bukit Baka Bukit Raya, TN Betung Kerihun dan Cagar Alam Sapat Hawung. Kawasan Ekosistem Muller meliputi Hutan Lindung Pangihan Lambuanak di Kalimantan Barat, Hutan Lindung Batu Batikap dan Cagar Alam Sapat Hawung di Kalimantan Tengah. Selain itu kawasan yang memiliki luas sekitar 1,3 juta hektar ini benar-benar berada di pusat atau di jantung kawasan HoB. Secara administratif, Kawasan Ekosistem Muller masuk dalam wilayah 4 kabupaten yaitu Sintang dan Melawi di Kalimantan Barat dan Gunung Mas dan Murung Raya di Kalimantan Timur.
Diakhir lokakarya sehari ini, disepakati beberapa hal terkait pengelolaan Kawasan Ekosistem Muller yaitu:
- Kawasan Ekosistem Muller (KEM) memenuhi kriteria WARISAN DUNIA (World Natural Heritage) karena di dalamnya terdapat kombinasi unik dari panorama pegunungan, daerah aliran sungai arus deras dengan riam-riamnya, hutan dataran rendah tropis, komplek gua hidup dengan sungai-sungai yang mengalir di dalamnya dan adanya kawasan perbukitan kapur
- KEM memiliki tipologi kawasan yang khas yaitu berkaitan dengan perlindungan keanekaragaman hayati, perlindungan lanskap yang penting, perlindungan ekosistem yang khas, perlindungan jasa lingkungan yang penting/kritis, perlindungan sosial kebutuhan dasar masyarakat, dan perlindungan budaya masyarakat lokal
- Berdasarkan tipologi kawasan yang khas itu harus diperhatikan konsep dan model pengelolaan yang yang cenderung fokus pada baik kepada kebutuhan manusia dan kepedulian lingkungan hidup. Tidak boleh secara ekstrim yang hanya melihat kepentingan ekologis semata sebagaimana pendekatan konservasi klasik, namun juga tidak boleh hanya dilihat hanya demi kepentingan manusia saja.
- Konsep yang harus dikembangkan adalah KEM bukan objek pemanfaatan tetapi pengelolaan dan harus dilihat secara holistik, jangan secara parsial
- Konsep dan model pengelolaan KEM (Taman Nasional, Cagar Alam atau KPHA) harus memperhatikan distribusi kewenangan, distribusi manfaat dan kepastian hak dari semua stakeholder.
- Bentuk pengelolaan bisa menggabungkan beberapa model, namun diprioritaskan pada model pengelolaan yang optimal dan dapat diakses oleh masyarakat.
- Masyarakat harus merasakan manfaat langsung dari model pengelolaan yang dipilih. Masyarakat tidak hanya sebagai stakeholder saja, tetapi juga sebagai shareholder dalam pengambilan keputusan. Kearifan lokal masyarakat setempat harus diperhatikan.
- Bentuk pengelolaan harus bekerja sama dengan semua pihak dan tidak hanya menjadi urusan pemerintah pusat. Merujuk pada PP 28/2011 pengelolaan kawasan harus bekerja sama dengan semua pihak sejak dari perencanaan.
- Perlu ada sensitivitas untuk mengkomunikasi aspek ekonomi dari KEM, karena political will dari pemerintah sangat penting.