KADEK SURASMINI, KONSERVASI TANPA EKSPLOITASI YANG MENYEJAHTERAKAN
Oleh: Natalia Trita Agnika
Minimnya minat masyarakat untuk menjaga lingkungan di sekitarnya bisa jadi disebabkan kurangnya pengetahuan atas manfaat dari menjaga lingkungan. Hal inilah yang membuat Kadek Surasmini, seorang perempuan Bali yang tinggal di kawasan dekat hutan mangrove, melakukan sebuah aksi nyata. Melalui Pokhlasar (Kelompok Pengolahan dan Pemasaran) Wanalestari Tuban Bali yang diketuainya, Kadek membuka mata masyarakat bahwa pohon-pohon mangrove yang ada di sekitar mereka dapat dimanfaatkan dan memberi nilai ekonomi sehingga masyarakat antusias dalam upaya penanaman mangrove dan sanitasi lingkungan.
Awalnya, di daerah Tuban terdapat Kelompok Nelayan Wanasari Tuban yang beranggotakan para nelayan. Para kepala rumah tangga inilah yang mencari ikan dan beternak kepiting di area sekitar mangrove. Kelompok nelayan ini juga yang memelihara hutan mangrove untuk ekowisata. Sebagai pendamping suami yang ingin ikut menyumbang secara finansial, para istri nelayan pun membentuk Pokhlasar (Kelompok Pengolahan dan Pemasaran) Wanalestari. Mereka mengolah hasil tangkapan para suami, mengubahnya menjadi produk olahan menarik, kemudian memasarkannya.
Sebagai perempuan yang sudah lama tinggal di wilayah pesisir, Kadek paham bahwa keberadaan mangrove bermanfaat dalam mencegah abrasi. Perempuan kelahiran 10 Januari 1977 ini juga tahu bahwa nenek moyangnya mengkonsumsi buah mangrove sebagai makanan alternatif. Berangkat dari rasa penasaran, Kadek bertanya pada mertuanya mengenai pemanfaatan mangrove sebagai bahan makanan. Ternyata, buah mangrove dapat dikonsumsi sebagai makanan pengganti nasi. Sementara buah Pidada (Sonneratia caseolaris), bisa dipakai sebagai pengganti asam untuk menghilangkan bau amis saat memasak ikan.
Niatnya untuk memanfaatkan buah mangrove pun kian terbuka tatkala mendapatkan pelatihan dari pihak swasta. Pengetahuan tentang pemanfaatan mangrove bertambah setelah mendapat kunjungan dari seorang pakar mangrove, Lulut Sri Yuliani, yang menjelaskan dan meneliti kelayakan buah mangrove di Desa Wanasari. Dari hasil penelitian itu terungkap bahwa buah mangrove dari Desa Wanasari layak untuk diolah karena tidak tercemar limbah. Semua ilmu yang diperoleh Kadek ditularkan kepada ibu-ibu anggota Pokhlasar Wanasari.
Kini mereka mengolah berbagai buah mangrove, di antaranya sirup dan selai dari buah Pidada, kosmetik berbentuk lulur dari buah Banang-banang (Xylocarpus granatum), dan tepung bahan pembuatan aneka kue kering dan kue basah penggganti tepung beras dan tepung terigu dari buah Lindur (Bruguiera gymnorrizha). Semua teori dan ilmu yang diperoleh terus dikembangkan oleh Kadek. Inovasi terbaru yang dikembangkan oleh perempuan yang hobi memasak ini adalah mengolah selai dari buah Pidada sebagai isian cokelat, yang kemudian diberi nama Cokelat Pidada. Selai buah Pidada ini mengandung vitamin C yang tinggi.
Cokelat Pidada baru dikembangkannya 4 bulan terakhir. Di Hari Valentine, Kadek meluncurkan produk ini dan membagikan sampelnya. Penggiat Komunitas Earth Hour Denpasar lantas tertarik untuk mengemas produk ini sebagai satu paket program konservasi mangrove yang sedang mereka lakukan. Pada 22 Februari 2015 lalu, diinisiasi aksi penanaman mangrove dengan cara menjual Cokelat Pidada. Setiap penjualan 1 produk Cokelat Pidada maka 1 bibit mangrove akan ditanam sekaligus mendukung Kelompok Nelayan Wanasari dan gerakan Earth Hour Denpasar.
Pada hari-hari biasa, produk olahan dari buah mangrove ini dipasarkan di Kampoeng Kepiting Wanasari. “Tidak ada eksploitasi mangrove karena kami memanfaatkan buah yang sudah jatuh. Bisa dibilang, kami mengambil limbahnya. Kami tetap memperhatikan aspek konservasi,” jelas Kadek. Dia berharap usaha yang dilakukan oleh kelompoknya dapat berkembang dan menjadi tambahan penghasilan anggota-anggotanya. “Dengan mengolah buah yang ada dan mendapatkan manfaat ekonomis, masyarakat sekitar khususnya anggota kelompok kami akan semakin antusias menjaga hutan mangrove, melakukan penanaman kembali, dan rajin menjaga lingkungan sehingga tak ada lagi lingkungan yang terbengkalai,” pungkasnya.