JALAN CERAH UNTUK KEPITING BAKAU LESTARI DI MALUKU TENGGARA
Penulis: Faridz Rizal Fachri (Fisheries Business Officer Program Inner Banda Arc Subseascape/IBAS), WWF-Indonesia
Perhatian terhadap kondisi perikanan kepiting bakau telah menjadi salah satu prioritas pemerintah. Hal ini terbukti dengan keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN-KP) Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015, tentang penangkapan lobster (Panulirus spp.), kepiting bakau (Scylla spp.), dan rajungan (Pelagicus spp.). Beberapa hal yang diatur terkait komoditas kepiting bakau dalam PERMEN-KP ini adalah batas minimal panjang karapas, berat serta pelarangan tangkap terhadap kepiting yang bertelur. Hingga sekarang, peraturan ini pun masih dilaksanakan secara bertahap.
Sejalan dengan hal tersebut, WWF–Indonesia menerbitkan Better Management Practices/BMP—seri panduan penangkapan dan penanganan yang lestari untuk komoditas perikanan kepiting bakau, hasil dari proses panjang yang melibatkan para praktisi dan akademisi. Melihat sumber daya kepiting bakau di Maluku Tenggara, tentunya cukup potensial dengan luas ekosistem mangrove 959,05 Ha yang berpusat pada Teluk Hoat Soarbay, yang termasuk dalam wilayah Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KKP3K) Pulau Kei Kecil, Pulau-Pulau dan Perairan di Sekitarnya, Kabupaten Maluku Tenggara. Oleh karena itu, pengelolaan terhadap komoditas kepiting bakau sebisa mungkin diarahkan menuju praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan, melalui program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program/FIP) kepiting bakau di Teluk Hoat Soarbay, Maluku Tenggara.
Pelatihan BMP dan Kajian RBF Kepiting Bakau
Demi mendukung praktik penangkapan kepiting bakau yang lestari, pelatihan BMP dilaksanakan dengan melibatkan kelompok nelayan Sinar Abadi bersama dengan WWF-Indonesia Program Inner banda Arc Subseascape (IBAS), Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), serta akademisi dari Universitas Pattimura, Ambon pada tanggal 01 Juni 2016, bertempat di ruang serba guna gedung Bappeda, Maluku Tenggara.
Proses pelatihan berjalan cukup efektif, terlihat dari aktifnya para nelayan dalam berdiskusi dan praktik secara lansgung dalam pengukuran kepiting hasil tangkap dan perlakuan pascatangkap. Acara dibuka dengan presentasi dari kelompok Sinar Abadi terkait dengan profil dan rencana-rencana kerja kelompok, disusul dengan pelatihan BMP yang disampaikan oleh Windy Rizky dari tim perikanan tangkap WWF-Indonesia. Keefektifan pelatihan ini juga terlihat dari peningkatan nilai postest dari prestest yang telah dilakukan sebelumnya sebesar 22,06%. Hal ini menunjukkan materi dan substansi BMP dipahami dengan baik oleh seluruh peserta.
Kegiatan pelatihan pun digenapi dengan dilaksanakannya kajian Risk Base Framework (RBF) oleh ahli dari Universitas Pattimura bersama WWF-Indonesia Program IBAS dan kelompok Sinar Abadi. Mereka melakukan survei secara langsung di area Teluk Hoat Soarbay, Maluku Tenggara dan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) dengan kelompok Sinar Abadi untuk menggali lebih dalam informasi-informasi terkait dengan aktivitas penangkapan kepiting bakau di Hoat Soarbay. RBF merupakan analisis semi-kuantitatif pendugaan stok yang didasarkan pada dampak risiko dari aktivitas pemanfaatannya yang meliputi: Productivity Susceptibility Analysis (PSA), Consequence Spatial Analysis (CSA) dan Scale Intensity Consequence Analysis (SICA). Kesemuanya mengacu pada standar Marine Stewardship Council/MSC (untuk informasi lebih detil cek di sini).
Bapak Jhon Tetelepta selaku tim ahli dalam kajian RBF mengatakan bahwa tren perikanan yang berkelanjutan memang menjadi fokus dunia pada saat ini, mengingat kondisi perikanan global yang cenderung mengalami penurunan. Harapan muncul kepada kelompok Sinar Abadi sebagai salah satu kelompok nelayan kepiting bakau yang peduli pada kelestarian dan dapat didorongkan sebagai kelompok percontohan dari Maluku Tenggara, bahkan untuk Provinsi Maluku. Rencana tindak lanjut difokuskan untuk meneruskan program perbaikan dalam action plan FIP yang telah disusun sebelumnya, dan memperkuat kelembagaan serta bisnis kelompok bersama dengan stakeholder terkait di Kabupaten Maluku Tenggara