KESEPAKATAN BERSAMA RENCANA AKSI PERBAIKAN PERIKANAN KEPITING BAKAU DI MALUKU TENGGARA
Konsultasi publik pembahasan rencana aksi perbaikan perikanan atau Fisheries Improvement Program (FIP) komoditas kepiting bakau di Kabupaten Maluku Tenggara dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2021, di ruang pertemuan Dinas Kepautan dan Perikanan Provinsi Maluku. Kegiatan ini telah menyepakati susunan rencana aksi perbaikan perikanan, dan siap menuju perikanan transisi ke Marine Stewardship Council (MSC). Pertemuan yang dilaksanakan secara tatap muka dan daring ini, diinisiasi untuk menindak lanjuti pertemuan sebelumnya di Kabupaten Maluku Tenggara, terkait dengan hasil pra-penilaian standard MSC terhadap komoditas kepiting bakau. Pra-penilaian standard MSC tersebut dilakukan oleh Conformity Assessment Body (CAB), yaitu Bio-Inspecta dari Australia, dalam rangkaian kegiatan Fish for Good oleh MSC Indonesia. Konsultasi publik dibuka oleh Abdul Haris, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku. Abdul Haris menekankan bahwa pengelolaan perikanan berkelanjutan sesuai dengan visi Provinsi Maluku tahun 2019-2024, diharapkan dapat meningkat nilai manfaat dari perikanan kepiting bakau terhadap para nelayan skala kecil.
Rencana aksi perbaikan perikanan kepiting bakau disusun berdasarkan hasil pra-penilaian, serta rekomendasi yang di sampaikan oleh tim Bio-Inspecta sebagai asesor independen. Dr.Besweni, Koordinator Laut Pedalaman, Teritorial, dan Perairan Kepualuan (LPTPK) Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa penyusunan rencana aksi ini perlu disinkronisasi dengan hasil rekomendasi yang muncul, dengan tetap memperhatikan ketepatan dalam menjawab temuan, kemudahan untuk eksekusi dan masuk akal untuk dapat dilakukan.
Salah satu hal unik dari perikanan kepiting bakau di Maluku Tenggara, adalah lingkup perikanan atau unit perikannya yang sangat lokal, yaitu berada di area kepaulauan, dan jauh dari daratan utama. Kondisi ini menjadikan rencana aksi FIP yang disusun memuat beberapa unsur-unsur lokal atau community-led management, yang diperkirakan akan lebih efektif dalam mengelola unit perikanan tersebut. Salah satu unsur lokal yang dilakukan adalah pendekatan desa atau pendekatan adat dalam mengatur praktek pemanfaatan, yang tentunya tetap memperhatikan pada landasan hukum yang ada. Forum berharap unit perikanan ini bisa menjadi contoh perikanan skala kecil menuju sertifikasi ekolabel MSC.
Seperti diketahui, pelaksanaan FIP tidak lepas dari unsur pendanaan. Oleh karena itu, seluruh lapisan pemangku kepentingan perlu dilibatkan sebagai media untuk saling berbagi sumber daya dalam pelaksanaan rencana aksi. Sebagai langkah awal pelaksanaan, forum ini telah sepakat untuk mendorong dibentuknya tim Kelompok Kerja (POKJA) di level DKP Provinsi Maluku. POKJA diharapkan untuk fokus dalam program perbaikan perikanan kepiting bakau di Maluku Tenggara, melalui kesepakatan bersama meningkatkan status perikanan kepiting bakau menuju sertifkasi MSC, melalui program In Transition to MSC (ITM). Program ITM yang digagas oleh tim MSC memberikan potensi pendanaan untuk pelaksanaan FIP bagi unit perikanan yang berkomitmen menuju sertifikasi MSC di masa depan.
Kolaborasi yang baik dari berbagai pihak, serta pemanfaatan segala sumber daya yang ada, menjadi motiviasi tersendiri bagi para pemangku kepentingan--khususnya yang ada di Provinsi Maluku--untuk dapat mengawal, memperhatikan, dan meningkatkan atensi guna percepatan proses sertifikasi MSC komoditas kepiting bakau di Indonesia.