JAGAWANA: JAGOAN PENJAGA PANTAI SUKAMADE
Oleh: Natya An Nuur Bestari (Komunitas Marine Buddies Surabaya)
Merasa tidak cukup dengan hanya mengenal Indonesia dari tulisan, komunitas Marine Buddies (Marbud) Surabaya mengadakan open trip perdana ke Taman Nasional Meru Betiri, Banyuwangi, pada tanggal 2-4 Desember 2016 lalu.
Bagi saya banyak hal baru yang diambil dari perjalanan ini, seperti pertemuan dengan mereka yang mengabdikan dirinya untuk menjaga kelestarian alam di Taman Nasional Meru Betiri. Jagawana, itulah sebutannya, adalah individu yang beraksi agar ekosistem terjaga dengan baik. Jagawana adalah orang hebat yang menularkan semangat agar pengunjung yang datang terus menjaga kelestarian alam ini.
Salah satu jagawana yang sudah lama bertugas di Taman Nasional Meru Betiri adalah Pak Junaedi, atau yang dikenal dengan nama Pak Jun. Putera daerah Desa Sukamade ini merupakan alumni mahasiswa Sosial Politik, Universitas Jember. Sebelum memutuskan menjadi seorang jagawana, Beliau sempat bekerja di salah satu perusahaan di Madura. Bahkan dari ceritanya, di tempat bekerja sebelumnya Beliau memiliki gaji yang lebih banyak dibandingkan profesinya saat ini. Namun, panggilan hati untuk mengabdi pada daerah asalnya dan keinginan untuk melestarikan lingkungan, Pak Jun memutuskan untuk mengabdi sebagai Jagawana. Pak Jun juga menuturkan, pekerjaan sebagai jagawana sangat menyenangkan walaupun harus berkutat di wilayah terpencil, tidak ada sinyal dan jauh dari lingkungan perkotaan.
Penjaga Telur di Pantai Sukamade
Ada banyak hal yang dilakukan Pak Jun untuk melestarikan penyu di Taman Nasional Meru Betiri. Seperti, jagawana tidak pernah lupa mengingatkan pengunjung yang datang untuk tidak menggunakan cahaya sedikit pun saat melakukan pengamatan penyu bertelur di malam hari. Hanya diperbolehkan ada satu sumber cahaya yang dipegang oleh jagawana. Hal ini disebabkan sifat dasar penyu sangat sensitif dengan cahaya. Jika terkena cahaya langsung penyu bisa gagal bertelur dan meninggalkan pantai. Bahkan jika penyu stres mereka bisa bertelur di dalam air yang mengakibatkan semua telur mati. Selain itu, pengunjung juga hanya diperbolehkan mengamati satu penyu pada satu malam dan tidak boleh lebih dari 4 jam. Berkat penjagaan ketat dari para jagawana, sekarang sudah tidak ada perburuan liar terhadap penyu atau telur penyu di Pantai Sukamade. Ancaman bisa datang dari satwa predator, seperti elang laut, babi hutan atau biawak, atau dari manusia yang menjual bebas telur penyu.
Berdasar dari keterangan Ibu Dwi Suprapti, Marine Species Coordinator WWF-Indonesia, untuk menekan tingkat perburuan penyu merupakan hal yang sangat sulit. Misalnya saja cerita di Papua yang mengharuskan para penyelamat penyu melakukan kampanye dengan pendekatan tertutup ke masyarakat. Karena jika dilakukan sosialisasi secara terang-terangan akan berdampak penolakan keras dari masyarakat.
Penyu sebagai hewan purba yang masih hidup hingga saat ini memiliki peran penting bagi keberlangsungan kehidupan laut. Tekanan tinggi dari aktivitas manusia, menurunkan banyak populasi penyu ke tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Selain itu, daur hidupnya yang membutuhkan waktu lama menjadikan tindakan konservasi penyu sangat diperlukan.
Sekali lagi diri ini berkata jangan sia-siakan perjuangan mereka yang telah mengabdikan dirinya untuk menjaga kelestarian alam. Aku, kamu, kita semua bertanggung jawab untuk kelestarian lingkungan dan masa depan alam ini. Uang bukan segalanya tanpa alam. Mulailah dari sendiri menjaga alam ini lalu sebarkan kebaikan kepada orang sekitar kita.