HARI TUNA DUNIA: MENGENAL TUNA SI PENJELAJAH SAMUDERA
Berbagai olahan tuna sering kita nikmati, mulai dari sashimi, sushi, hingga bentuk olahan siap saji. Faktanya, tuna adalah salah satu jenis ikan yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia. Ikan dengan nilai komersial tinggi ini pun mempunyai harinya sendiri yang diperingati setiap tanggal 2 Mei, terutama di negara-negara penghasil tuna.
Dari segi fisik, tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda hingga merah tua. Otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin dari ikan lainnya karena tuna sangat aktif berenang. Ada empat jenis tuna yang banyak ditemukan di Indonesia: tuna jenis Albakor, Madidihang (Tuna Sirip Kuning – Yellowfin Tuna), Mata Besar (Big Eye Tuna), dan Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna). Ada juga kerabat dari tuna yang penampakan fisiknya sangat mirip dengan ukuran lebih kecil, yaitu Cakalang (Skipjack Tuna) dan Tongkol.
Potensi dan Tantangan dalam Perikanan Tuna
Ikan pelagis dengan daya jelajah luas ini menjadi jenis ikan yang pengelolaannya menjadi tanggung jawab bersama antarnegara. Oleh karena itu, status pengelolaan perikanan tuna nasional selalu menjadi pantauan dari Lembaga Pengelolaan Perikanan Regional (Regional Fisheries Management Bodies - RFMOs). RFMOs mempunyai mandat untuk pengaturan pengelolaan tuna secara global.
Dalam perkembangannya, menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2011, tidak kurang dari satu juta ton tuna Indonesia diekspor ke berbagai negara. Negara-negara utama pembeli tuna ini adalah Jepang, Amerika, dan beberapa negara di Uni Eropa. Nilai ekspor tuna pun hampir menyentuh 11 triliun rupiah per tahun. Angka ini menjadikan Indonesia termasuk lima besar negara utama produsen tuna di dunia.
Namun, sebenarnya potensi tuna Indonesia jauh lebih besar dari itu jika dikelola dengan baik. Penangkapan juvenil tuna, jumlah dan jenis armada dan alat tangkap yang belum ditangani secara optimal, belum diaturnya Harvest Control Rule, serta masih maraknya praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) fishing menjadi penyebab mulai turunnya sediaan sumber daya tuna di alam. Hal ini bisa mengancam kelangsungan usaha dan bisnis tuna Indonesia.
Usaha-Usaha Pengelolaan Tuna Berkelanjutan
Melihat latar belakang masalah dan besarnya potensi, pada Desember 2014 lalu WWF-Indonesia menyelenggarakan Simposium Tuna Nasional untuk pertama kalinya. Simposium ini dilaksanakan untuk mengajak masyarakat lebih peduli pada praktik perikanan tuna berkelanjutan melalui kajian ilmiah.
Selain itu, Seafood Savers juga mendampingi praktik perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Program - FIP) rantai suplai perusahaan-perusahaan anggota dengan komoditas tuna, seperti PT. Arta Mina Tama dan Sea Delight. Sea Delight mendaftarkan rantai suplainya di daerah Sendang Biru yang tersohor akan potensi tunanya. Tuna-tuna di Sendang Biru ditangkap dengan menggunakan pancing atau handline, salah satu alat tangkap ramah lingkungan. .
Saat ini, pemerintah pun sudah mengeluarkan banyak peraturan untuk mendukung terwujudnya pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan. Pelarangan transhipment, moratorium perizinan usaha perikanan, serta pelarangan alat tangkap yang merusak adalah beberapa usahanya. Tentunya diharapkan dukungan dari semua pihak, bahkan kita sebagai konsumen agar anak cucu kita terus bisa menikmati tuna. Sekecil-kecilnya usaha yang dapat kita lakukan adalah dengan bertanya asal-usul tuna yang kita makan: Bagaimana cara penangkapannya; Apa alat tangkapnya; Di mana daerah penangkapannya. Selalu pilih tuna yang ditangkap dengan alat tangkap ramah lingkungan dan selalu cek status ikan dengan Seafood Guide
Happy World Tuna Day!
Penulis : Novita Eka Syaputri (Seafood Savers Communication Assistant - WWF-Indonesia)