HAL-HAL LUAR BIASA DARI PELABUHAN LAUT LARANTUKA
Oleh: Bima Prasena (Escapade)
Puncak gunung Ile Mandiri, Larantuka, Flores Timur tertutup awan tebal. Sore itu adalah kali pertama saya melihat langsung kapal Menami yang akan kami gunakan untuk berlayar selama enam hari ke depan.
Saat berjalan-jalan di dermaga, saya melihat seorang anak yang berbeda dengan yang lainnya, badannya kurus dengan kaos merah bergambar kartun. Gulungan senar pancing masih rapi melilit kaleng di tangannya.
Caranya bergerak membuat saya terpana. Cepat, tapi bukan berlari. Benar saja! Dia berdiri di atas sebuah papan beroda, meluncur mulus di aspal dermaga. Wili, namanya, adalah seorang skater! Ternyata, di daerah yang jauh dari kota besar seperti ini, ada seorang anak yang cukup piawai mengendarai skate board.
Tapi Wili bukan satu-satunya yang mengagumkan sore itu. Semakin sore, kapal-kapal nelayan mulai berdatangan. Bentuknya sedikit aneh melebar di bagian depan. Ada pelataran yang cukup lebar di situ, sedangkan bagian buritan yang tercelup air bentuknya seperti kapal ikan pada umumnya.
Beberapa nelayan menaiki kapal kami, “menumpang” berdiri untuk membawa ikan secara estafet. Kapal kami yang cukup tinggi dan sejajar dengan dermaga, memudahkan nelayan memindahkan ikan.
Beramai-ramai, mereka membawa tong yang dipotong setengah, dengan tali tambang biru sebagai pegangan. Saya penasaran dengan isi tong-tong itu. Setelah meminta izin untuk memotret dan kemudian mendekat, barulah saya melihat ikan-ikan cakalang gemuk yang membuat para nelayan itu sumringah. Tangkapan hari itu adalah senyum mereka.
Tong-tong itu dibawa ke bagian belakang mobil pick up yang sudah menunggu di dermaga, dengan timbangan yang cukup besar. Setiap kali tong yang penuh berisi ikan itu berada di belakang mobil pick up, isinya ditumpahkan di atas terpal biru. Ada yang mencatat angka timbangan, ada yang menyortir langsung besarnya ikan, ada yang bertugas menimbang gerombolan ikan dan memasukkannya ke bagian belakang mobil pick up.
Aku bertanya harga perkilo ikan itu. “Lima belas ribu,” jawab salah satu nelayan. Si bapak mengungkapkan bahwa kapasitas kapal ikan itu sekitar 50 ton!
Bila tangkapan mereka banyak, tutur si bapak, mereka bisa mendapatkan uang sekitar 200 juta hingga 300 juta. Kupikir, berarti, tangkapan 800 kg dari trip hari itu, atau 12 juta rupiah, itu kecil. Penghasilan itu harus dibagi-bagi untuk pemilik kapal (setengah dari seluruh penghasilan), untuk ABK yang dibagi berdasarkan pangkatnya, hingga biaya operasional.
Uniknya adalah, nelayan Larantuka secara turun temurun menangkap cakalang dengan metode Pole and Line, ciri khas yang sulit ditemukan tandingannya di belahan bumi lain. Huhatei, sebutan lokalnya, adalah cara penangkapan yang ramah lingkungan.
Dengan umpan hidup, joran, dan kail tanpa kait, ikan seakan ditarik dari dalam air ke dek kapal begitu saja, seperti tanpa susah payah pemancingan pada umumnya. Hasil ikannya pun menakjubkan! Ikan cakalang yang hampir satu meteran tertangkap hingga ratusan.
Jangan remehkan daerah pelosok! Ini Indonesia, Bung! Mereka punya potensi yang terpendam, dan seringnya mengejutkan.