GAYA KONSUMSI TURUT MENENTUKAN KEBERLANJUTAN STOK SEAFOOD
Oleh Nina Samidi
Jakarta (23/08)-Para ahli memprediksi stok ikan di lautan akan habis di tahun 2048. Isu ini telah merebak sejak tahun 2006 ketika media-media besar seperti Reuters dan Washington Post memberitakan hasil studi yang mengagetkan ini, yaitu sebuah studi yang dipublikasikan oleh jurnal Science yang melakukan studinya menurut data yang dikumpulkan sejak tahun 1960an. Studi tersebut juga memaparkan bukti bahwa keanekaragaman hayati laut telah berkurang sekitar 29 persen sejak tahun 1960.
Fakta di lapangan pun mengamini kajian tersebut. Menurut data yang disampaikan Abdullah Habibi, Koodinator Program Perikanan WWF-Indonesia, 50 persen stok ikan di lautan global telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk kepentingan manusia. Dari 50 persen itu, 25 persennya sudah over-exploited dan terancam habis. Ini adalah fakta yang sedang menjadi isu di dunia perikanan dunia dan telah menjadi perhatian banyak pihak. Jika keadaan ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin anak cucu kita tidak akan dapat menikmati sumber protein laut ini di tahun-tahun mendatang.
Pertumbuhan populasi di dunia yang terus bertambah membutuhkan lebih banyak makanan untuk disantap, begitu juga makanan hasil laut. Selanjutnya, tingginya permintaan seafood ini membuat produsen mau tidak mau harus mengeruk semakin banyak ikan di laut. Akibatnya, terjadilah over-fishing (penangkapan berlebihan) yang membuat stok ikan berkurang dengan cepat. Kondisi ini semakin diperparah dengan maraknya praktik penangkapan ikan destruktif yang mengakibatkan kerusakan ekosistem laut.
Inikah yang kita inginkan? Tentu tidak.
Langkah besar kita
Karena itu, langkah nyata perlu segera dilakukan. Praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan adalah salah satu langkah besar yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan stok sumber daya laut. Tidak hanya itu, sebagai konsumen, kita juga memiliki andil besar sebagai bagian dari langkah besar tersebut. Apa yang bisa kita lakukan agar keturunan kita kelak tetap bisa menikmati seafood?
- Mulailah mengurangi membeli ikan yang masuk dalam daftar “over-exploited” atau bahkan “terancam punah” dan ikan yang ditangkap dengan cara yang tidak bertanggung jawab. Cek daftarnya di http://www.fishonline.org/advice/avoid/
- Gunakan Seafood Guide saat berbelanja atau memilih produk laut. Panduan seafood ramah lingkungan ini dapat diunduh di website WWF-Indonesia: http://www.wwf.or.id/seafoodguide
- Jadilah konsumen yang kritis. Saat berbelanja produk laut, tanyakan kepada penjual tentang asal usul produk laut tersebut. Dimana dan dengan cara apa ia ditangkap. Jika ditangkap dengan cara-cara yang tidak bertanggung jawab seperti menggunakan bom atau pukat harimau, maka sebaiknya tidak membeli produk tersebut. Jika pertanyaan-pertanyaan di atas terus ditanyakan saat berbelanja, penjual akan lebih perhatian pada hal-hal tersebut sehingga ikut terdorong untuk hanya menyediakan ikan yang ditangkap secara bertanggung jawab.
- Beli produk laut yang telah mendapat label Marine Stewardship Council (MSC), yaitu label yang diberikan pada produk laut yang telah mengikuti prosedur penangkapan ramah lingkungan dan mendukung sustainable seafood.
- Beli ikan yang sudah dewasa dan setidaknya telah bereproduksi sekali dengan melihat ukurannya. Bisa tanyakan juga hal ini kepada penjualnya.
- Jika ikan berasal dari praktik budidaya, pastikan bibitnya berasal dari pembibitan (hatchery) dan tidak mengambil langsung dari alam.
- Konsumsi produk laut bukan pemakan ikan lain atau biasa disebut non-carnivorous fish, yaitu jenis ikan yang memakan tumbuhan, misalnya ikan nila dan remis yang diternak. Keduanya mudah didapat, juga memiliki rasa yang enak dan gurih, serta mendukung sustainable seafood.
Sumber:
http://www.sustainweb.org/sustainablefood/plenty_more_fish_in_the_sea/
http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2006/11/02/AR2006110200913.html
http://www.sciencenewsblog.com/blog/1106061