DISKUSI KONSERVASI: AKTIVITAS MANUSIA MENJADI ANCAMAN BAGI POPULASI PAUS SPERMA
Oleh: Sani Firmansyah (Supporter Center Officer WWF-Indonesia)
Peristiwa terdamparnya paus sperma yang terjadi beberapa waktu lalu menimbulkan rasa ingin tahu tentang mamalia laut yang satu ini. Tak banyak yang tahu kalau paus sperma memiliki jalur migrasi di Indonesia. Menjawab rasa ingin tahu tersebut, WWF-Indonesia menyelenggarakan Diskusi Konservasi bertajuk “Ada Apa dengan Paus Sperma?” yang digelar di Jakarta Creative Hub pada Jumat (16/3).
Diskusi yang menghadirkan Sheyka N. Fadela, Marine Species Conservation Assistant WWF-Indonesia tersebut disambut antusias. Sheyka mengatakan bahwa aktivitas manusia menjadi ancaman bagi populasi paus sperma. Saat ini status konservasinya sudah memasuki status vulnerable (rawan). Salah satu aktivitas manusia yang mengancam kehidupan paus sperma adalah kebiasaan membuang sampah ke laut, baik itu sampah plastik maupun sampah lainnya. “Di Jerman pernah ada yang terdampar dan saat dibedah perutnya, isinya sampah plastik,” kata Sheyka, saat ditemui selepas diskusi. “Tapi, memang sampah plastik itu bukan hanya yang menyebabkan kematian pada paus, tapi memperparah kondisi dari paus sperma dan ekosistem laut,"tambahnya.
Menurut Sheyka, sampah plastik berbahaya untuk paus sperma karena ketika tertelan, seolah-olah ia sudah makan tapi tidak ada nutrisi yang ia dapat karena hanya menelan sampah. Lebih parah lagi, sampah tersebut bisa malah menjadi racun bagi paus sperma. “Sampah plastik yang tertelan membuat paus menjadi tidak nafsu makan (karena merasa sudah kenyang). Dan kedua, sampah itu membawa kuman yang dapat mempengaruhi kesehatan dari paus," jelas Sheyka. Kuman atau bakteri yang terbawa oleh sampah ketika tertelan oleh paus dikhawatirkan akan menempel pada tubuhnya dan menimbulkan penyakit. Sheyka juga mengkhawatirkan kandungan kimiawi yang ada pada plastik bisa meracuni paus yang memakannya.
Selain sampah yang juga menjadi polusi lautan, ancaman lain bagi kelangsungan hidup paus sperma adalah karena aktivitas seismik. Misalnya, penggunaan air gun seperti yang dilakukan oleh perusahaan migas ataupun yang dihasilkan oleh kapal laut dan aktivitas militer. Ketika air gun ditembakkan ke dasar laut, gelombang suaranya akan mengganggu komunikasi paus sperma. Gangguan komunikasi ini dianggap sebagai salah satu penyebab paus sperma terdampar. Karena komunikasi terganggu, mereka pun tersesat dan ternyata sudah sampai di lautan dangkal. Ini menjadi salah satu penyebab kenapa paus sering terdampar di pantai.
Suara-suara asing yang dihasilkan tersebut juga membuat paus sperma kaget. “Karena kaget, mereka cepat-cepat berenang ke atas. Ini sama seperti penyelam kalau terlalu cepat berenang ke atas. Mereka akan mengalami dekompresi,” kata Sheyka. Dekompresi dapat menimbulkan gelembung-gelembung nitrogen yang kemudian menghambat aliran darah sehingga menyebabkan stroke dan kelumpuhan.
“Gaya hidup ramah lingkungan seperti buang sampah pada tempatnya saja tidak cukup untuk menjaga keanekaragaman hayati di laut. Bijak dalam mengonsumsi seafood dan edukasi adalah upaya yang bisa bersama kita lakukan untuk menjaga keberadaan paus sperma,” tutur Shyeka.
Diskusi konservasi itu pun memberikan wawasan baru kepada publik yang selama ini mendukung program konservasi WWF-Indonesia dengan menjadi Suporter WWF. “Saya jadi menyadari apa yang kita lakukan dan konsumsi di kota dapat mempengaruhi keberadaan ekosistem di alam, begitu juga dengan paus sperma. Terima kasih WWF-Indonesia yang sudah memberikan informasi melalui Diskusi Konservasi ini,” ungkap Annete Siagian, Suporter WWF-Indonesia.