DIBUTUHKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA YANG BAIK UNTUK MENGHINDARI KONFLIK AIR
Jakarta – Bertepatan dengan Hari Air Sedunia atau World Water Day yang diperingati tiap tahunnya pada 22 Maret, organisasi koservasi global WWF merilis sebuah laporan baru berjudul “Water Conflict – Myth or Reality”. Laporan tersebut berisi analisis tentang fakta seputar konflik air dan langkah langkah yang perlu dilakukan agar terhindar dari kerusakan di masa datang yang disebut sebagai “perang air”.
Saat ini diperkirakan hanya 0,3 persen dari air bersih dunia tersedia untuk mensuplai kebutuhan manusia, dan 60 persen dari jumlah tersebut berasal dari 9 negara: Brasil, Russia, China, Canada, Indonesia, India, Columbia, Republik Demokratik Kongo, serta Amerika.
Dengan terus bertambahnya populasi dunia, meningkatnya kebutuhan pertanian, energi, dan industri tenaga air, sektor bisnis lainya dan rumahtangga merupakan tekanan yang mengancam keberlangsungan sistim dari air bersih. Perubahan iklim yang memburuk, yang mebuat ketersedianya semakin tidak dapat diperkirakan dan penggunaanya yang makin bertambah, kekeringan yang meluas serta banjir. Kelangkaan air berdampak setidaknya pada 2,7 milyar orang per bulan setiap tahunnya. Kesimpulan ini Berdasarkan hasil penelitian terkini dari WWF, The University of Twente, Water Footprint Network and The Nature Conservancy.
“Intensifikasi dari krisis air dunia akan menyebabkan peningkatan biaya kesehatan publik, menurunkan pertumbuhan ekonomi, memperburuk masalah ekologi, dan menyebabkan meningkatnya suhu politik global dan masalah sosial, yang berpotensi memunculkan konflik”, kata Tri Agung Koordinator Konservasi Air Tawar WWF-Indonesia, meringkas analisis yang dikeluarkan WWF Jerman tersebut.
Pekan lalu (dari 12 sd17 Maret 2012), Menteri atau pejabat terkait yang mewakili 140 negara menyelenggarakan pertemuan di Marseille, Perancis untuk mendiskusikan isu isu utama terkait air bersih. Pertemuan tersebut merupakan kesempatan bagi para pengambil kebijakan untuk mengambil langkah penyelamatan sumberdaya yang diperlukan bagi semua mahluk hidup ini.
“Sejarah menunjukan bahwa kerjasama adalah respon yang sangat dibutuhkan dan utama bagi penanggulangan kelangkaan air, namun kerjasama juga membutuhkan kepemimpinan yang kuat,” demikian dikatakan Tri Agung Rooswiadji, Koordinator Nasional Program Konservasi Air Tawar WWF-Indonesia.
WWF merekomendasikan – khususnya dalam pertemuan World Water Forum -- untuk medorong pemerintah di berbagai negara yang hadir untuk menandatangai konvensi PBB mengenai Daerah Aliran Sungai (DAS). Konvensi ini akan memberikan jaminan yang adil bagi sistem tatakelola air antar negara yang dilintasi DAS pada perbatasan internasional dimana sangat penting untuk menghindari atau mengurai konflik konflik air dimasa datang.
Seraya mendorong konvensi tersebut, pemerintah harus membuat dan menandatangani kesepakatan baru mengenai kerjasama lintas batas terkait air, selain juga mendorongkan kesepakatan yang telah ada, selanjutnya, mengembangkan dan mengimplementasikan rencana pengalokasian ketersediaan air ditingkat lokal.
Keputusan politik dan bisnis terkait ketahanan pangan, keterjaminan air dan energi harus menjadi basis informasi yang terpadu dan menjadi pilihan kebijakan yang dikembangkan bersama para ahli di bidang pertanian, perdagangan, energi, sektor iklim dan air. Tak kalah penting, investasi juga dibutuhkan dalam membangun kelembagaan tatakelola air yang kuat yang selanjutnya dapat menghimpun data, menyediakan informasi teknis yang kuat dan menerapkan keputusan keputusan tersebut.
Konflik kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya air tak dapat dihindari saat ini dan masa datang; tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, industri dan peneliti akan dapat menanggulangi kerumitan dan konflik kekerasan yang akan ditimbulkan.
Analisis lengkap berjudul “Water Conflict, Myth or Reality” dapat didownload di http://www.mediafire.com/?6sj8sbvodbypcq8
Informasi lebih lanjut hubungi:
Tri Agung Rooswiadji, Koordinator Nasional Program Konservasi Air Tawar WWF-Indonesia, trooswiadji@wwf.or.id
