DENGAN TEKNOLOGI MUTAKHIR, SEBUAH EKSPEDISI MENYINGKAP HARAPAN BARU BAGI TERUMBU KARANG DUNIA
MANADO, INDONESIA – Para ilmuwan menggunakan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan skuter bawah laut untuk menilai kesehatan terumbu karang setelah pemanasan global menyebabkan pemutihan yang membunuh sejumlah besar terumbu karang di perairan dangkal planet ini. Mereka justru menemukan terumbu karang yang sehat di perairan Indonesia.
Ilmuwan kelautan dari The University of Queensland di Australia menghasilkan dan meneliti lebih dari 56.000 gambar dari kawasan yang diketahui sebagai Segitiga Karang (Coral Triangle) di sekeliling pulau Sulawesi dalam ekspedisi yang dilakukan selama enam minggu.
Skuter bawah laut yang dipasang dengan kamera 360 derajat membantu para peneliti untuk mengambil gambar hingga 2 km/1.5 mil dalam sekali penyelaman. Kemudian, AI digunakan untuk menganalisa gambar-gambar tersebut dengan kecepatan yang melebihi peneliti.
Ekspedisi tersebut, didanai oleh Paul. G Allen Philanthropies, bertujuan untuk mengevaluasi bagaimana pemutihan karang yang dipicu oleh pemanasan global antara tahun 2014 dan 2017 telah mempengaruhi Kawasan Segitiga Karang.
Para peneliti menemukan bahwa terumbu karang yang minim terpengaruhi pemanasan global telah berhasil bangkit kembali atau bahkan dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan keadaan mereka pada tahun 2014. Penemuan ini dapat membantu merencanakan cara paling baik menargetkan program restorasi terumbu karang di lokasi lain.
“Sebagai peneliti terumbu karang, yang telah beberapa tahun menyaksikan peristiwa pemutihan karang global terburuk yang pernah terjadi, saya merasa sungguh gembira melihat terumbu karang seperti di kawasan Segitiga Karang ini,” kata Dr. Emma Kennedy, ilmuwan Inggris yang memimpin sekelompok peneliti dari Inggris, Amerika Serikat, Australia, Indonesia, dan Trinidad.
“Ini menunjukan bahwa kami masih memiliki waktu untuk menyelamatkan beberapa terumbu karang melalui aksi konservasi berbasis ilmu.”
Terumbu karang menopang setidaknya seperempat dari kehidupan laut, menyediakan lebih dari 500 juta manusia dengan makanan dan manfaat ekonomi, dan berkontribusi setidaknya 375 miliar dollar setiap tahun terhadap ekonomi global.
Namun, mereka sangatlah rentan terhadap perubahan suhu karena lapisan atas lautan meyerap lebih dari 90 persen panas yang dihasilkan oleh emisi karbon, sehingga menghancurkan terumbu karang.
Pada keadaan saat ini, dimana CO2 terakumulasi di atmosfer, sebagian besar terumbu karang diprediksi tidak akan bertahan melewati 2050.
“Paul Allen percaya bahwa melalui data, teknologi dan ilmu, kita dapat memecahkan beberapa masalah dunia yang rumit,” kata Art Min, wakil presiden untuk dampak Paul G. Allen Philanthropies. “Data yang telah diambil dari survei ini dapat membantu kami untuk lebih memahami kelentingan karang dan menginformasikan upaya konservasi kritis. Ini adalah pertanda harapan untuk terumbu karang dan ekosistem yang bergantung dengan mereka.”
Jika karang yang dalam kondisi sehat dapat dilindungi dari masalah lain, seperti polusi plastik dan overfishing, sampai suhu laut kembali stabil, mereka bisa dengan cepat mengisi kembali terumbu karang sekitar yang lebih terpengaruhi oleh perubahan iklim dalam efek domino.
Masa depan terumbu karang bergantung dengan menemukan karang “yang lebih memungkinkan untuk bertahan hingga pemanasan global kembali dikendalikan,” kata Ove Hoegh-Guldberg, professor dari University of Queensland dan kepala ilmuwan dari inisiatif tersebut.
“Teknologi kini memungkinkan kami untuk melakukan ini,” ia berkata. “Ini sangatlah menggembirakan.”
Pada proyek yang terkait, tim ekspedisi menggunakan data satelit terbaru dan prediksi perubahan iklim untuk memetakan kerentanan terumbu karang di seluruh planet, mengidentifkasi area dimana terumbu karang mungkin kurang terkena tekanan panas dan badai.
Para ilmuwan memiliki keterbatasan secara fisik untuk bertahan di bawah air, namun fotografi telah membantu dengan memberi mereka waktu untuk menganalisis kembali gambar-gambar terumbu karang di laboratorium. Kini, pengenalan gambar AI mempercepat proses identifikasi dan katalogisasi data terumbu karang yang dulu sangat lamban.
“Penggunaan AI untuk menganalisa gambar terumbu karang dengan cepat sangat meningkatkan efisiensi apa yang kami lakukan sekarang – hal yang membutuhkan ilmuwan terumbu karang waktu selama 10 hingga 15 menit, kini hanya membutuhkan sebuah mesin beberapa detik,” ujar Dr. Kennedy. “Ini berarti kami dapat mulai meningkatkan skala dari mempelajari karang pada skala meter untuk melihat pola komunitas karang pada skala kilometer.”
Perangkat lunak pengenalan menggunakan bentuk Deep Learning AI untuk mendeteksi pola dalam jumlah data yang besar. Perangkat tersebut menggunakan algoritma dan penilaiannya sendiri setelah periode “pembelajaran terawasi,” – dimana para ilmuwan menunjukkannya bagaimana mengenali karang, kelompok ganggang, dan invertebrata lain dari kontur dan tekstur yang semakin kompleks.
“Mesin ini belajar dengan cara yang mirip dengan otak manusia, menimbang banyak keputusan kecil tentang apa yang dilihatnya sampai ia membuat gambar dan yakin tentang membuat identifkasi” kata Dr. Kennedy.
Program ini biasanya dapat bekerja dengan baik setelah diperlihatkan antara 400 hingga 600 gambar. Kemudian, pembelajaran berhenti dan program tersebut dapat memproses gambar dengan sendirinya.
Perangkat lunak ini digunakan untuk menilai lebih dari 56,000 gambar yang diambil ketika ekspedisi, yang berakhir pada Juni, membandingkan mereka dengan gambar yang telah diambil pada terumbu karang yang sama saat survei Coral Triangle 2014 yang merupakan bagian dari XL Catlin Seaview Survey yang dipimipin oleh The Ocean Agency dan The University of Queensland.
Pengamatan awal menunjukan apa yang terlihat seperti sedikit hingga tidak ada kerusakan karang di area penilaian seluas 3,851 kilometer persegi (1,487 mil persegi).
Tim tersebut juga mulai menggunakan analisis berbasis cloud untuk menghasilkan laporan perbandingan otomatis, secara dramatis mengurangi biaya pemantauan serta memperluas skala dimana pengukuran dapat dilakukan. Hasil tinjauan lengkap dari tim ilmu diharapkan selesai pada akhir tahun ini.
Program ekspedisi ini dilakukan pada saat International Year of the Reef 2018 yang dideklarasi oleh International Coral Reef Initiative, bekerjasama dengan UN Environment dan didukung oleh The Tiffany & Co. Foundation.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tentang:
Paul G. Allen Philanthropies adalah bagian penting dari komitmen co-founder Microsoft dan filantropis, Paul G. Allen, dalam meningkatkan planet kita melalui filantropi katalitik, pengalaman inspiratif, dan terobosan ilmiah dan teknologi. Diperkuat oleh visi Paul untuk menciptakan dunia yang lebih baik, kami mengambil pendekatan yang tidak konvensional untuk mengatasi masalah yang sulit dengan mengintegrasikan teknologi, data, kebijakan, dan penceritaan yang kuat untuk mendorong perubahan positif di komunitas dan di seluruh dunia.
Global Change Institute, penemuan pemajuan University of Queensland, mengembangkan solusi dan mendukung tanggapan yang memenuhi tantangan yang disajikan oleh perubahan iklim, inovasi teknologi, dan perubahan populasi. Mereka telah bekerja sama dengan The Ocean Agency dalam berbagai macam proyek seperti XL Catlin Seaview Survey yang telah mendirikan baseline global pertama di dunia untuk kesehatan terumbu karang di 22 negara menggunakan teknologi semi-otonom dan pembelajaran komputer. UQ adalah salah satu lembaga pengajaran dan penelitian utama dunia. UQ secara konsisten berada di peringkat 100 teratas dalam empat peringkat global independen. Dengan lebih dari 48,000 siswa dan 6,500 staf, pengajaran UQ menggunakan penelitian serta mencakup enam fakultas dan delapan lembaga penelitian.
The Ocean Agency adalah organisasi nonprofit yang memiliki dedikasi untuk mendukung ilmu laut dan konservasi melalui komunikasi kreatif dan inovasi teknologi, mereka menyediakan media dengan cerita dan citra yang membantu meningkatkan kesadaran atas masalah lautan. The Ocean Agency mengembangkan konsep dan kamera untuk XL Catlin Seaview Survey, yang telah menjadi survei visual terumbu karang paling komprehensif yang pernah dilakukan, dilaksanakan dengan bekerjasama dengan University of Queensland.
International Coral Reef Initiative telah membuat deklarasi 2018 sebaggai International Year of the Reef (IYOR) yang ke-tiga. Perayaan sepanjang tahun ini adalah kesempatan besar untuk bersama-sama meningkatkan dan memperkuat kesadaran tentang nasib terumbu karang, serta untuk meningkatkan dan memulai upaya konservasi.
Diterjemahkan oleh: Khalista Diva