BMP BUDIDAYA RUMPUT LAUT KOTONI, SACOL DAN SPINOSUM
Penulis: Nur Ahyani (Aquaculture Officer)
Indonesia diberkahi dengan garis pantai yang panjang, sekitar 54.716 kilometer. Hal ini membuat budi daya, tak hanya budi daya ikan tetapi juga rumput laut, berkembang subur dan menjadi populer di kalangan masyarakat pesisir, baik sebagai mata pencaharian utama maupun sampingan. Jika pakan menjadi salah satu hal yang memakan porsi biaya yang cukup besar pada budi daya ikan, pada budi daya rumput laut hal tersebut dapat dieliminasi sehingga usaha ini dapat berjalan dengan modal yang minimal. Budi daya rumput laut memerlukan pakan dan nutrisi tambahan, teknologinya pun sederhana, dan pasar selalu tersedia. Inilah yang membuat budi daya rumput laut sangat diminati oleh masyarakat pesisir yang kebanyakan berasal dari nelayan skala kecil.
Budi daya rumput laut, dengan segala keunggulannya, bukan berarti dapat berjalan tanpa hambatan. Dari sisi tempat, lokasi budidaya sering tumpang-tindih dengan para penggunaan lahan yang lain, seperti para nelayan, operator wisata, dan masyarakat setempat yang memanfaatkan lokasi budi daya sebagai jalur transportasi.
Secara teknis, budi daya rumput laut dapat dengan mudah dilakukan hanya dengan mengamati pembudidaya lain. Namun, jika budi daya dilakukan tanpa pendampingan teknis yang baik dapat menimbulkan akibat yang buruk pada alam. Misalnya saja penggunaan pupuk kimia yang dapat merusak lingkungan dan menurunkan kualitas rumput laut. Hal-hal seperti ini dapat terjadi jika pembudi daya tidak mendapat pendampingan, baik dari dinas setempat, penyuluh, maupun, kelompok pembudi daya lokal. Oleh karena itu, sebagai bagian dari praktik budi daya, para pembudi daya disarankan untuk bekerja sama dan membentuk kelompok. Posisi tawar yang lebih tinggi dan pemecahan masalah yang lebih mudah adalah beberapa keuntungan jika seorang pembudi daya bergabung dalam sebuah kelompok. Meskipun pada kenyataannya, kebanyakan pembudi daya di Indonesia masih bekerja secara soliter.
Merujuk pada tantangan tersebut, WWF-Indonesia membuat Better Management Practices (BMP), buku panduan untuk praktik budi daya yang bertanggung jawab, untuk budi daya rumput laut, khusus untuk jenis Cottonii, Sacol, dan Spinosum. Ada empat aspek yang menjadi dasar dalam buku panduan ini: legalitas, teknik budi daya, sosial, dan lingkungan. Studi literatur dan observasi lapangan pun dilakukan untuk semakin memperkaya dokumen ini. Setelah itu, dokumen kemudian ditinjau oleh para ahli, mulai dari akademisi, praktisi, dinas terkait, dan perwakilan dari industri terkait. Hasil akhirnya adalah BMP yang menjadi panduan praktik para pembudi daya di lapangan.
BMP sendiri merupakan living document yang dapat diperbaharui secara berkala mengikuti perkembangan tren dan masukan dari banyak pihak. Dengan mengadopsi BMP, para pembudi daya diarahkan untuk melakukan praktik budi daya yang bertanggung jawab secara ekonomi, lingkungan, juga sosial. Dengan itu, budi daya rumput laut di Indonesia pun dapat terus berkelanjutan di Indonesia.
