BERBAGI PENGETAHUAN PRAKTIK TERBAIK DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAUT KEPADA PENGGIAT KONSERVASI DI KABUPATEN WAKATOBI
Kabupaten Wakatobi di Sulawesi Tenggara, adalah bagian dari kawasan Segitiga Karang Dunia. Dikutip dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara, keanekaragaman hayati laut, skala dan kondisi terumbu karang di Wakatobiny menempati salah satu prioritas tertinggi konservasi laut di Indonesia. Terletak di sebelah barat Laut Banda dan utara Laut Flores, Kabupaten Wakatobi memiliki 4 pulau utama yang berpenghuni, yaitu Pulau Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko (WaKaToBi). Dengan luas wilayah mencapai 1.390.000 Ha, terbagi menjadi 97% perairan dan 3% daratan, Wakatobi dijuluki dunia sebagai “Surga Nyata Bawah Laut di Pusat Segitiga Karang Dunia”.
Dengan potensi kelautan yang sangat penting ini, pengelolaan sumber daya yang ada di Wakatobi tentunya perlu dilakukan secara bijak dan berkelanjutan. Tak hanya bertujuan untuk menjaga keseimbangan ekosistem laut, namun juga bagi kesejahteraan masyarakat sekitar yang menggantungkan hidupnya pada laut.
Mendukung upaya pengelolaan sumber daya alam Wakatobi yang berkelanjutan, Yayasan WWF Indonesia pada 15-24 November 2022 berkolaborasi dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP) Wakatobi melaksanakan rangkaian pelatihan sebagai bagian dari Wakatobi MPA CoE (Marine Protected Area Center of Excellence). Pelatihan yang dihadiri oleh 30 orang peserta ini, dilakukan bersama narasumber-narasumber dari berbagai institusi, antara lain dari AKKP Wakatobi, Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Forum Kahedupa Toudani (Forkani), Koperasi Samata Padakkau, Lagundi, Dewara, dan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Sarano Wali.
Empat Tema Materi Pelatihan
Pelatihan yang dilaksanakan secara simultan ini diikuti oleh individu-individu dan perwakilan kelompok-kelompok yang aktif melakukan pengelolaan sumber daya alam di bidang pariwisata, budidaya rumput laut, perikanan tangkap, dan masyarakat hukum adat di Wakatobi.
Ada 4 tema yang materi utama dalam pelatihan ini, yaitu pengembangan masyarakat, korporasi, biodiversitas, dan tata Kelola. Setiap tema lalu dibagi menjadi beberapa sesi yang mencakup pemaparan teori dan kegiatan praktik.
Elfian, narasumber dari komunitas perikanan tangkap dari Koperasi Samata Padakkau menjelaskan proses penanganan ikan karang segar mulai dari pendataan jenis ikan, pengukuran berat Panjang hingga cara packing yang baik sebelum ikan dikirim ke pembeli di Makasar Sulawesi Selatan
Tokoh teladan komunitas perikanan budidaya dari Wangi Wangi Wakatobi, La Juma, saat menyampaikan materi praktek budidaya rumput yang dimulai dari pembuatan kebun bibit, cara penanaman, perawatan hingga pasca panen.
Tema pengembangan masyarakat, dibagi menjadi beberapa sesi antara lain pengorganisasian komunitas, mata pencaharian berkelanjutan, kawasan laut yang dikelola secara lokal atau Locally Managed Marine Areas (LMMAs), Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), budidaya rumput laut, pariwisata bahari berbasis masyarakat, serta pelatihan perikanan tangkap berkelanjutan. Sedangkan tema korporasi, dibagi menjadi pelatihan pengelolaan perikanan berkelanjutan dan pengelolaan pariwisata bahari.
Pada tema biodiversitas, pelatihan mencakup sesi ekosistem perairan, serta pelatihan konservasi biota laut dilindungi dan terancam punah. Sedangkan pada tema tata kelola, pelatihan mencakup upaya-upaya mitigasi bencana dan adaptasi perubahan iklim di wilayah pesisir.
Beragam materi yang disampaikan ini, diharapkan dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan masyarakat wakatobi mengenai bagaimana praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya laut di dalam kawasan konservasi dapat dilakukan.
Sepenuhnya Melibatkan Masyarakat
Masyarakat sebagai pelaku, penerima manfaat, sekaligus penggerak tentu menjadi poros utama dalam hal pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan. Karena itulah praktik pengelolaan tersebut perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan tanpa terkecuali.
Pelatihan ini juga melibatkan tokoh-tokoh panutan masyarakat Wakatobi, yang hadir untuk menyampaikan materi tentang pengembangan masyarakat. Lakina dari Lembaga Adat Sarano Wali berkesempatan mengisi sesi terkait kearifan lokal dalam mengelola dan menjaga alam melalui kaombo, yaitu pelarangan mengambil sesuatu yang bukan haknya dan akan diberi sanksi adat maupun sosial apabila ada pelanggaran.
La Juma dari Kelompok Lagundi, berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam menerapkan praktik terbaik budidaya rumput laut, sementara Elfian dari Koperasi Samata Padakkau menyampaikan materi terkait pembentukan kelompok perikanan tangkap. Selanjutnya, ada Forum Pesisir Wakabibika (FPW) Sombu yang diwakili oleh Demi, yang berbagi pengalaman tentang bagaimana caranya melayani dan memandu tamu dalam kegiatan snorkeling dan diving yang bertanggung jawab.
“Proses pembelajaran uji coba kurikulum CoE Wakatobi ini bagi saya adalah sebuah pengingat kembali bagaimana pengelolaan yang berkelanjutan pada kawasan atau area konservasi dilakukan secara menyeluruh, termasuk pengelolaan perikanan berkelanjutan yang berbasis ekosistem. Dari pembelajaran ini juga, kita dapat bersama menyebarluaskan pengetahuan tentang pentingnya menjaga sumberdaya laut untuk masa depan”, ujar Mukmin, salah satu nelayan tangkap yang menjadi peserta pelatihan.
Kurikulum Wakatobi MPA CoE
Setelah pelatihan selesai dilaksanakan, Yayasan WWF Indonesia juga melakukan diskusi dengan direktur dan staf AKKP Wakatobi, membahas tindak lanjut mengenai kurikulum Wakatobi MPA CoE di AKKP Wakatobi.
Heru Santoso, Direktur Akademi Komunitas Kelautan Perikanan (AKKP) Wakatobi, menyatakan “AKKP Wakatobi siap berkolaborasi untuk mengimplementasikan program pelatihan Wakatobi MPA Center of Excellence sebagai sarana berbagi pengetahuan kepada pengelola kawasan, pengguna sumberdaya dalam kawasan dan masyarakat umum tentang praktik-praktik terbaik dari Wakatobi dalam mengelola Kawasan Konservasi di perairan Indonesia”
AKKP Wakatobi juga sepakat untuk melanjutkan kerjasama dalam mengembangkan Wakatobi MPA CoE yang telah dideklarasikan pada tahun 2019. Deklarasi tersebut ditandatangani oleh Kepala Pusat Pendidikan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM-KP), Asisten 1 Sekretariat Daerah yang mewakili Bupati Wakatobi, Direktur AKKP Wakatobi, Kepala Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan (LPTK) Wakatobi, Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi dan Yayasan WWF Indonesia.
Selanjutnya, AKKP Wakatobi bersama dengan Yayasan WWF Indonesia akan menyusun rencana kerja untuk implementasi Wakatobi MPA CoE yang akan dilaksanakan pada Desember 2022 - Desember 2023. Adapun rencana-rencana kerja tersebut antara lain penyusunan silabus dan modul ajar, uji coba pelatihan untuk semua tema dan level pelatihan, penyempurnaan pelaksanaan pelatihan, Training of Trainer (ToT) untuk narasumber pelatihan, penyusunan rencana kerja tahunan dan menengah, penyusunan skema pembiayaan, promosi Wakatobi MPA CoE, penyediaan infrastruktur untuk implementasi pelatihan Wakatobi MPA CoE, serta pelaksanaan paket pelatihan. Rencana kerja ini juga merupakan bagian dari implementasi kesepakatan dengan BRSDM-KP, yang berada di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan.