BANYAK CARA LESTARIKAN FLORA FAUNA – MENJADI TRAVELER CERDAS SALAH SATUNYA
Oleh: Ayu Ginanjar Syukur (Responsible Marine Tourism Assistant, WWF-Indonesia)
Indonesia menjadi salah satu negara dengan keragaman flora dan fauna tertinggi di dunia. Hanya dengan luasan 1,3% dari total permukaan planet bumi, negara kita menjadi rumah bagi 12% mamalia, 16% reptil dan amfibi, 17% burung, 10% tanaman berbunga, serta 25% spesies ikan.
Kekayaan ini tentunya menjadi aset penting untuk masa depan dunia – tidak hanya Indonesia. Namun, seringnya, gaya hidup konsumtif manusia yang tidak ramah lingkungan menjadi ancaman tersendiri bagi keberlangsungan spesies. Bahkan, saat ini, sekitar 23% jenis mamalia dan 12% jenis burung masuk dalam kategori terancam punah dalam daftar merah The International Union for Conservation of Nature (IUCN)!
Beberapa waktu lalu – sudah cukup lama, saya menghadiri acara “Hijaunya Hutanku, Birunya Lautku” yang diselenggarakan Faber Castell, salah satu mitra WWF-Indonesia untuk Program Global Forest Trade Network (GFTN). Deretan gambar warna-warni peserta dipamerkan dalam acara hari itu. Kebanyakan bertema penyu – hewan laut kecintaan anak-anak yang memang masuk daftar biota yang dilindungi penuh oleh Undang-undang.
Acara ini adalah bagian dari rangkaian lomba menggambar di dua belas kota besar di Indonesia – diawali di Bandung, Jawa Barat, dan ditutup di Makassar, Sulawesi Selatan di kuartal akhir tahun 2016 kemarin. Bertempat di Institut Seni Indonesia, Bali, hari itu (23/10/2016), saya datang untuk berbicara di depan para peserta lomba menggambar yang kebanyakan adalah pelajar SMP hingga mahasiswa.
Saya bercerita pada mereka tentang bagaimana menjadi traveler cerdas – sesuatu yang saya pelajari bekerja di program Responsible Marine Tourism WWF-Indonesia. Sebagai traveler – alias wisatawan, banyak cara untuk tutut berkontribusi pada pelestarian flora, fauna, dan lingkungan kita.
Pertama, mulai dari tahap persiapan, misalnya. Dalam mengemas tas atau koper, bawalah perbekalan secukupnya dan perlengkapan yang multi fungsi. Pasalnya, semakin banyak barang yang dibawa saat bepergian, akan berkontribusi pada jumlah sampah dan daya beban transportasi, yang pada akhirnya menghasilkan emisi berlebih.
Kemudian, dalam memilih penyedia jasa wisata. Operator wisata yang baik, memahami tentang satwa laut yang akan ditemui. Hal ini bisa diketahui melalui kelengkapan informasi yang dimiliki oleh operator wisata; atau yang memiliki program penghematan energi dan emisi.
Ketiga, saat berwisata, kurangi jejak ekologis dengan menggunakan moda transportasi umum, atau yang disediakan warga setempat. Keempat, dalam mengamati dan berinteraksi dengan satwa laut, misalnya. Kita tidak menyentuh satwa, memberi makan mereka karena mengubah perilakunya, dan menjaga jarak aman saat snorkeling atau menyelam.
Antusiasme para peserta sangat terasa saat materi mengenai satwa laut. Mereka yang tadinya hanya menjadikan satwa laut sebagai objek gambar, kini mengetahui bagaimana cara berinteraksi dengan mereka di habitat asalnya.
Panduan menjadi traveler cerdas ini dirangkum oleh tim Responsible Marine Tourism WWF-Indonesia dalam kumpulan seri panduan praktis atau Best Environmental Equitable Practices (BEEP) dalam berwisata bahari.
Sketsa warna-warni penyu di lautan lepas – dan panduan menjadi traveler cerdas, semoga menjadi pesan kepada masyarakat dalam upaya pelestarian flora dan fauna langka, dimana generasi muda yang jadi pemeran utamanya.