ANYE APUI: KEHIDUPAN SEORANG KEPALA ADAT SUKU KENYAH DI HEART OF BORNEO
(Disadur oleh Cristina Eghenter dari Riwayat Hidup Anye Apui, Kepala Adat Besar Hulu Bahau, Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, Indonesia)
HARI INTERNASIONAL MASYARAKAT ADAT SEDUNIA
Tana Ulen: Konservasi cara Kenyah
Ayah saya adalah seorang bangsawan dari garis keturunan yang tinggi. Dalam kapasitasnya sebagai pemimpin yang dihormati dan berpengaruh, ia memiliki wilayah hutan asli di Sungai Nggeng, dekat pemukiman baru kami di Long Alango (Hulu Bahau). Kawasan ini kaya akan produk hutan, binatang buruan, dan ikan. Namun, masyarakat tidak diizinkan pergi ke sana setiap hari, maka daerah tersebut dinamai tana ulen atau “kawasan dilarang”.
Hanya ketika ada acara khusus dan ramai seperti perayaan atau upacara dengan banyak tamu , masyarakat diberikan izin oleh ayah saya untuk pergi berburu dan memancing di kawasan Sungai Nggeng, dimana mereka pasti mendapatkan hasil yang berlimpah.
Tradisi tana ulen untuk pengelolaan hutan dari leluhurku berlanjut hingga saat ini. Sebagai masyarakat Kenyah, kami sangat bangga dengan sistem kepemilikan dan pengelolaan khas yang telah berkontribusi terhadap pengelolaan sumber daya hutan secara berkelanjutan di Heart of Borneo. Saat ini, lembaga adat , bukan hanya keluarga bangsawan saja, mengurus dan mengatur tana ulen. Di Long Alango, tana ulen merupakan milik bersama desa dan ada sebuah komite khusus untuk mengawasinya yang disebut Badan Pengurus Tana Ulen (BPTU).
Pemimpin masyarakat dan kepala keluarga dengan banyak tanggung jawab
Pada tahun 1971, dua tahun setelah kematian ayah saya, saya ditunjuk untuk menggantikan dia sebagai Kepala Adat Hulu Bahau. Saya masih sangat muda untuk menjadi kepala adat, tetapi ini adalah kehendak rakyat. Saya beruntung pada awalnya mendapat nasihat dari para tetua yang membantu saya memutuskan kasus atau sengketa antara desa dan individu dengan cara yang bijaksana dan tepat. Ini juga merupakan kesempatan untuk bertemu dengan banyak orang dari Indonesia dan luar negeri, pemerintah, WWF dan LSM lain, peneliti dan wisawatan. Saya belajar banyak dan menerima semua tamu dengan senang hati dan semampu saya. Satu hal yang saya pelajari dari hidup adalah bahwa semakin anda membuka diri dan bertemu banyak orang, semakin banyak juga teman anda dari seluruh dunia.
Pembangunan di pedalaman
Pembangunan Hulu Balau dan kesejahteraan masyarakat selalu menjadi prioritas saya. Sangat penting, bagaimanapun juga, untuk memahami apa yang kita butuhkan dengan pembangunan, dan apa yang baik bagi kita dalam jangka panjang, bukan dengan menerima tawaran apa pun yang secara ekonomi menggoda. Masyarakat pedalaman bersama-sama membangun landasan yang digunakan oleh Mission Aviation Fellowship (MAF) dengan kerja keras dan suka rela. Mereka membutuhkan waktu lima tahun dan landasan tersebut diresmikan pada tahun 1982 oleh para pilot MAF.
Dengan jenis “hak” pembangunan yang sama dalam pikiran saya, saya memimpin sekelompok orang dari Long Alango dengan berjalan kaki menyeberangi perbatasan menuju Sarawak untuk melihat apakah masyarakat dan perusahaan di sana bersedia membantu membangun jalan menuju perbatasan. Jalanan merupakan hal yang penting untuk memecahkan isolasi daerah dan membuka akses ke pasar dan layanan penting lainnya.
Saya terus menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah dan Kementerian Kehutanan dan memperjuangkan pembangunan ekonomi, namun saya tahu tawaran seperti apa yang perlu ditolak karena itu tidak baik bagi masyarakat saya. Contohnya, saya diminta oleh seorang pengusaha kayu untuk bekerja dengan dia untuk memulai kegiatan pembalakan di Hulu Bahau, dan dijanjikan banyak uang jika saya setuju.
""Ya, kayu adalah ‘emas’, tapi ini bukan jenis emas yang baik bagi kita. Saya ingin melindungi hutan di daerah saya, karena hutan memberikan kami, masyarakat Dayak, segala sesuatu yang kami butuhkan. Sebisa mungkin, saya mendukung taman nasional yang menempati bagian barat Hulu Bahau"".
Seorang Kepala adat dan pahlawan lingkungan
Usaha saya untuk memelihara tana ulen dan peraturan adat dalam mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan membuat saya mendapatkan penghargaan nasional yang bergengsi (Kalpataru) dari Presiden Indonesia pada tahun 2009, bersama dengan empat pahlawan lingkungan lainnya. Atas nama pentingnya melindungi lingkungan, artis dan penyanyi Nugie juga datang untuk melihat Long Alango dan stasiun penelitian Lalu Birai, dan bahkan mendedikasikan sebuah lagu untuk desa saya.
Karena usia dan pengalaman hidup saya, saya ingin memberi nasihat kepada generasi muda mengenai banyak hal. Saya ingin mengatakan ini dengan suara keras, bahwa kita harus mendukung rencana Kabupaten Malinau untuk menjadi Kabupaten Konservasi, dan menjaga masa depan kita semua dengan melindungi hutan dan mengelola modal alam yang kita miliki secara arif. Saya masih ingat ketika saya mengunjungi sebuah desa kecil, Batu Puteh di Sabah beberapa tahun yang lalu. Tidak ada hutan yang tersisa di daerah sekitarnya kecuali beberapa kantong di sepanjang sungai. “Mereka mengambil hutan dari kami”, masyarakat di sana mengatakan kepada saya, “jangan biarkan mereka melakukan itu kepada kamu jika kamu masih memiliki hutan di desa. Hutan adalah kehidupan.”