AIP BUDI DAYA UDANG WINDU DI PROVINSI TERMUDA DI INDONESIA
Oleh Agis Riyani dan Mohammad Budi Santosa
Sejak diadopsi secara resmi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Tarakan pada Juli 2012 yang lalu, program perbaikan perikanan budi daya (Aquaculture Improvement Program - AIP) berdasarkan Better Management Practices (BMP) Budidaya Udang Windu yang diusung WWF-Indonesia telah menarik perhatian pembudidaya tidak hanya dari Tarakan namun juga daerah lain di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Pada awalnya, AIP hanya terpusat pada tambak milik H. Muhidin di Karanganyar Pantai Kota Tarakan. Namun, sejak tahun 2014 sudah berkembang ke tambak lainnya, yaitu tambak milik H. Annas di Pulau Ibus Tias, Kabupaten Bulungan dan tambak milik Agus di Ake Babu, Tarakan.
Kegiatan AIP tersebut diawali dengan survei data dasar untuk mengetahui kondisi awal tambak serta tingkat kepatuhan terhadap kriteria yang terdapat dalam BMP. Berdasarkan hasil survei data dasar pada Juli 2014, diketahui bahwa tingkat kepatuhan BMP di tambak milik H. Muhidin hanya sekitar 17%. Langkah berikutnya dalam AIP adalah menambah tingkat kepatuhan. Kegiatan tersebut dilakukan dengan mempersiapkan lahan budi daya, yaitudengan pembenahan kolam, pematang dan parit, perbaikan pintu air, pemupukan, serta pembasmian hama. Selain itu, dilakukan jugapemantauan kualitas air, benur, dan penyakit, serta pencatatan kegiatan budidaya selama siklus berlangsung.
Setelah 1,5 tahun didampingi, tingkat kepatuhan BMP tambak milik H. Muhidin naik menjadi 74%.Namun sayangnya,hasil panen yang didapatkan belum maksimal. Minimnya hasil panen ini diduga karena kualitas benur yang tidak seragam, pengaruh pembalikan tanah dasar yang menyebabkan zat besi (Fe) masih labil, serta beberapa kali pergantian penjaga tambak yang menyebabkan proses budi daya yang dilakukan juga berbeda.
Hal yang sama dilakukan juga terhadap tambak milik H. Annas di Pulau Ibus Tias. Hasil survei data awal pada bulan Maret 2014 menunjukkan tingkat kepatuhan sebesar 64% dengan rata-rata panen sekitar 50 – 70 kg. Selama hampir 4 bulan didampingi, tambak milik H. Annas menunjukkan hasil positif dengan keberhasilan panen sebanyak 100 kg dengan jumlah 20 – 30 udang per kg. Kemudian pada siklus kedua pendampingan (Agustus – September 2014), kembali berhasil dipanen udang windu sebanyak 117 kg. Saat ini tambak H. Annas memasuki siklus ketiga dengan penebaran 100 ribu ekor benur.
Agar AIP semakin menunjukkan tajinya, WWF-Indonesia menggandeng partner lain, yaitu PT. Mustika Minanusa Aurora (PT. MMA), dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo Tarakan (FPIK UBT). Dalam praktiknya, DKP Tarakan melakukan sosialisasi, pemantauan kegiatan, serta memberikan bantuan alat uji kualitas air dan pengecekan penyakit; PT. MMA berperan dalam merehabilitasi mangrove di tambak yang menjadi lokasi adopsi BMP; dan mahasiswa FPIK UBT menggunakannya sarana magang praktik kerja lapangan dan penelitian.
Semangat dan dukungan dari pembudidaya udang windu untuk belajar mempraktikkan cara-cara budi daya yang lebih bertanggung jawab menjadi modal penting bagi WWF-Indonesia untuk terus memperkenalkan BMP Budidaya Udang Windu di wilayah Kaltara. Para pelaku budi daya udang windu di Kaltara berharap dengan dilaksanakannya AIP tersebut, maka persepsi akan udang windu Kaltara sebagai udang windu organik akan tetap terjaga.