WWF WARRIOR, KOMITMEN PUBLIC FIGURE UNTUK PERLINDUNGAN SATWA
Oleh: Tantya Shecilia
Selasa, 23 Mei 2016 lalu, aktor yang sudah tidak asing lagi di kancah perfilman Indonesia, Joe Taslim dan Ario Bayu berkunjung ke Riau. Kedatangan mereka kali ini bukan untuk syuting film ataupun berlibur. Mereka hadir di kawasan hutan Rimbang Baling selama satu hari dengan membawa amanah yang disematkan oleh WWF Indonesia kepada mereka, yaitu sebagai WWF warrior. Rimbang Baling merupakan salah satu habitat Harimau Sumatera yang ada di Riau. Ditemani oleh Direktur Marketing WWF Indonesia, Devy Suradji, mereka tak ingin ketinggalan untuk mengenali seluk beluk kehidupan masyarakat yang berdampingan dengan habitat harimau Sumatera. Mulai dari kearifan lokalnya hingga bagaimana manusia membina hubungan yang harmoni dengan alam.
Joe Taslim yang didapuk menjadi tiger warrior mengaku sangat senang ketika pertama kali mengunjungi habitat harimau Sumatera yang ada di Rimbang Baling.
“Saya ditunjuk sebagai WWF warrior lebih kurang sudah tiga tahun, namun baru pertama kali ini saya terjun langsung ke situs harimau, menggunakan piyau (perahu) pula. Keren!” Cerita Joe saat coffee morning bersama media di salah satu kafe di Pekanbaru pada Selasa (24/5/2016).
Ario Bayu yang merupakan orangutan warrior pun juga tak mau kalah bercerita tentang keindahan Rimbang Baling.
“Sempat mampir ke beberapa desa di sepanjang Sungai Subayang, gue sangat terkesan akan kearifan lokal yang mereka miliki. Ada adat dan prinsip tertentu yang mereka pegang secara erat. Mereka yang hanya hidup dengan solar cell, ternyata memiliki pemahaman yang lebih dalam mengenai hubungan manusia dan alam.”
“Lebih terkesan lagi mereka punya tradisi menjaga sungai , ada 'lubuk larangan’, tambah Ario.
Devy Suradji mengungkapkan bahwa pemilihan Joe Taslim dan Ario Bayu sebagai warrior dikarenakan komitmen mereka yang ingin terus mengkampenyakan perlindungan satwa dan habitatnya. Untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat kondisi habitat harimau di Riau, kedua warrior ini dibawa ke Rimbang Baling selain tentunya bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan melihat kegiatan yang dilakukan tim WWF di lapangan.
Menurut Devy ancaman terhadap satwa seperti penyelundupan satwa itu lintas negara, lintas daerah, tanpa batas karena itu perlu upaya untuk menekan ancaman tersebut.
”Disinilah peran warrior, suara mereka didengar publik. Kita perlu banyak cerita-cerita yang isinya bagaimana kita memaksa dunia untuk peduli terhadap konservasi satwa.” Devy menambahkan,” Suara Joe dan Ario akan terdengar lewat sosial medianya, tapi suara Joe dan Bayu akan makin terdengar bila media juga ikut menyuarakan ini.”
Joe yang merupakan kelahiran Palembang -Sumatera Selatan merasa perlu ikut menyuarakan perlindungan satwa dan habitatnya. Pengakuannya , menjadi WWF warrior semua murni karena ia merasa terpanggil untuk melindungi satwa yang ada. Menurut Joe semua orang seharusnya bisa menjadi warrior dengan turut berpartisipasi menekan aktifitas perburuan dan perdagangan satwa. Bahkan, Joe tidak segan menolak jika ada klien yang menawarkan brand-brand yang bertolak belakang dengan prinsip ramah lingkungan.
“Sebelum saya bertemu dengan klien tertentu, untuk suatu brand atau sejenisnya, sebagai seorang warrior, saya pasti bertanya, misalnya bahannya dari palm oil atau diambil dari hutan. Untuk yang seperti itu, saya tidak akan ambil.”
Ingin ke Tesso Nilo
Setelah terpesona dengan alam Rimbang Baling, kedua public figure ini pun jatuh hati untuk berkunjung ke Taman Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan, Riau. Kawasan ini merupakan hutan dataran rendah yang merupakan habitat gajah dan harimau Sumatera namun tengah menghadapi ancaman deforestasi karena perambahan.
Sebelum bincang-bincang dengan media, kedua warrior ini mendapat kesempatan berbagi cerita dengan 4 anggota tim Flying Squad WWF-BBKSDA Riau yang bertugas di Taman Nasional Tesso Nilo. Mendengar pengalaman seru berpatroli dengan gajah, baik Joe dan Ario pun spontan menyatakan keinginan untuk ikut serta berpatroli gajah di Tesso Nilo dan mengenal lebih dekat gajah Sumatera.
“Pasti seru ikut patroli dengan gajah, mandiin gajah, mengenal perilaku mereka, kata Ario. Ia menambahkan, “ kalian memang tim yang hebat, ada yang sudah punya pengalaman 15 tahun merawat gajah.”
Keduanya merasa penasaran dengan hubungan kedekatan para mahout ( perawat) gajah dengan gajahnya.
“Seperti apa hubungan teman-teman dengan gajah, apakah ada hubungan yang kuat gitu seperti apa yang dirasakan? Tanya Joe .
Erwin Daulay salah satu mahout gajah yang sudah berpengalaman belasan tahun mengurus gajah menyatakan,” Ada memang, kadang tiba-tiba di hati ada rasa apa gitu, kita ingat gajah kita. Biasanya kita bawakan dia makanan sekecil apa pun, kita dekati dia, itu bagian dari kasih sayang kita.”