WWF: NEGARA-NEGARA DENGAN KOMITMEN KUAT HARUS BERSATU WUJUDKAN PERJANJIAN GLOBAL PLASTIK YANG AMBISIUS ATAU TERJEBAK DALAM KONSENSUS YANG MELEMAHKAN
- Menjelang perundingan terakhir Perjanjian Global Plastik (Global Plastic Treaty) (INC-5.2), WWF menyerukan kepada negara-negara anggota untuk memanfaatkan seluruh mekanisme prosedural yang tersedia—termasuk opsi pemungutan suara atau pembentukan koalisi mayoritas—untuk memastikan terwujudnya perjanjian yang ambisius. Sebab, jika tetap mengandalkan konsensus, segelintir negara diperkirakan akan terus menghambat tercapainya kesepakatan yang berarti.
- Polusi plastik mengancam seluruh kehidupan di bumi dan membutuhkan solusi global melalui perjanjian yang mengikat secara hukum dan menetapkan kewajiban bersama. Jika perjanjian semacam ini gagal disepakati pada INC-5.2, dunia akan terperangkap dalam masa depan penuh pencemaran plastik yang jauh lebih sulit dan mahal untuk dipulihkan.
- Laporan terbaru WWF bersama Universitas Birmingham menunjukkan peningkatan risiko kesehatan akibat mikro dan nanoplastik serta bahan kimia beracun dalam plastik, yang berpotensi memicu gangguan kesehatan serius seperti kanker dan penurunan kesuburan.
GLAND, Swiss (6 Agustus 2025) – Para perwakilan negara-negara di dunia berkumpul di Jenewa dalam rangka perundingan terakhir Perjanjian Global Plastik (INC-5.2). WWF mendesak negara-negara untuk menggunakan seluruh jalur yang tersedia demi memenuhi komitmen mereka: menghasilkan perjanjian global yang kuat dan mengikat secara hukum untuk mengakhiri krisis polusi plastik. Gagal mencapai hal tersebut berarti pulang dengan membawa perjanjian lemah yang hanya akan merugikan rakyat dan generasi mendatang.
Upaya sebelumnya dalam merumuskan perjanjian global plastik kerap terhambat karena tak tercapainya konsensus. Dengan sebagian kecil negara terus menyangkal bukti ilmiah dan menghalangi kemajuan nyata, saatnya negara-negara menyadari bahwa konsensus formal bukan satu-satunya jalan menuju perjanjian yang efektif.
Negara-negara dapat, dan seharusnya, menggunakan jalur prosedural yang sah dan telah terbukti, seperti pemungutan suara untuk mengesahkan naskah perjanjian baru—seperti yang dilakukan dalam pengesahan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Konvensi Hukum Laut PBB—atau membentuk koalisi mayoritas untuk mengadopsi perjanjian di luar proses INC.
“Dalam situasi geopolitik yang terus berubah, perundingan ini berada di ujung tanduk. Negara-negara produsen minyak bumi telah memanfaatkan mekanisme konsensus bukan untuk membangun kesepakatan, melainkan untuk merusaknya. Ini bukanlah multilateralisme, tapi obstruksionisme,” ujar Zaynab Sadan, Global Plastics Policy Lead, WWF.
“Namun absennya konsensus bukan berarti jalan buntu. Mayoritas negara yang ambisius harus berani menempuh jalur sendiri: melalui pemungutan suara atau membentuk koalisi. Dengan meninggalkan pihak-pihak yang terus menghalangi tanpa itikad baik dan memanfaatkan kekuatan kolektif yang mereka miliki, negara-negara ini bisa mendorong lahirnya perjanjian yang benar-benar melindungi manusia—baik hari ini maupun di masa depan. Dukungan sudah ada, alatnya pun tersedia—sekarang saatnya untuk bertindak," ujar Sadan.
Perundingan ini telah melewati tenggat waktu, sementara setiap harinya sekitar 30.000 ton plastik mengalir ke lautan. Gagal merumuskan perjanjian yang kuat di INC-5.2 hanya akan memperburuk krisis ini—menjadikannya lebih sulit, mahal, dan berbahaya bagi masyarakat dunia.
Laporan WWF dan Universitas Birmingham, berjudul Plastics, Health and One Planet, merangkum hampir 200 studi ilmiah terkini tentang risiko plastik terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Laporan tersebut menyoroti bagaimana mikro dan nanoplastik (MnP), serta bahan kimia aditif dalam plastik, dapat memicu gangguan biologis seperti disrupsi endokrin, kanker terkait hormon (seperti kanker payudara dan testis), penurunan kesuburan, serta penyakit pernapasan kronis.
Meski riset terus berkembang, bukti yang ada cukup kuat untuk mendukung penerapan prinsip kehati-hatian, yakni mengambil tindakan ketika risiko kredibel telah diidentifikasi, bahkan jika kepastian ilmiah belum mutlak, guna meminimalkan potensi bahaya di masa depan.
“Prinsip kehati-hatian telah terbukti dalam berbagai perjanjian internasional, misalnya Protokol Montreal 1987, ketika negara-negara bertindak cepat menghadapi zat perusak ozon sebelum seluruh ilmu pengetahuan sepenuhnya terkonfirmasi. Hasilnya: jutaan kasus kanker kulit berhasil dicegah dan lapisan ozon kini mulai pulih,” ujar Profesor Ecohydrology and Biogeochemistry, Dr Stefan Krause dari Universitas Birmingham.
“Atas dasar preseden ini, kami mendorong para perunding untuk melahirkan perjanjian berbasis sains dan mengikat secara hukum—yang tidak hanya melarang produk dan bahan kimia plastik paling berbahaya, tapi juga menjadikan perlindungan terhadap manusia, satwa, dan lingkungan sebagai mandat utama.”
Erik Teguh Primiantoro, Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional dan Diplomasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan bahwa “Bagi Indonesia, pengelolaan sampah plastik adalah agenda strategis nasional. Menteri Lingkungan Hidup telah menetapkan target ambisius: 100% penanganan sampah plastik pada tahun 2029. Untuk mencapainya, pendekatan yang Indonesia dorong tidak lagi parsial, tetapi menyeluruh—dari hulu ke hilir. Ini termasuk memastikan bahwa hanya residu yang akhirnya masuk ke TPA, serta mendorong pemanfaatan teknologi seperti citra satelit untuk memantau dan merespons pencemaran plastik secara real-time.”
Dalam proses negosiasi Global Plastic Treaty, Indonesia berkomitmen untuk mendorong kesepakatan yang berpihak pada keadilan lingkungan. Melalui perjanjian ini, Indonesia berharap akan ada mekanisme global yang mengikat dan adil, yang mendorong transformasi sistem produksi plastik menjadi lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Irfan Bakhtiar, Direktur Climate & Market Transformation WWF-Indonesia dalam sambutannya pada Pelatihan Jurnalistik mengenai Global Plastic Treaty yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia menyampaikan bahwa “Permasalahan plastik saat ini bukan lagi isu lokal, tapi sudah menjadi krisis global yang menuntut solusi lintas negara. Indonesia sendiri menghasilkan sekitar 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya, dan sebagian besar masih belum terkelola dengan baik. Agenda Global Plastic Treaty di Jenewa adalah momentum penting untuk mendorong lahirnya perjanjian yang mengikat secara hukum dalam pengendalian polusi plastik dari hulu ke hilir."
Lanjut Irfan, “Pengelolaan sampah plastik adalah tanggung jawab bersama antara produsen dan konsumen. Konsumen bertanggung jawab dengan lebih bijak dalam memproduksi dan melakukan pemilahan, sedangkan produsen bertanggung jawab pada seluruh siklus produknya hingga ke limbah yang dihasilkan"
Perundingan di Jenewa harus menghasilkan perjanjian dengan aturan mengikat yang didukung mayoritas negara, guna mengatasi polusi plastik secara global secara efektif. Ini mencakup pelarangan global terhadap produk dan bahan kimia plastik paling berbahaya, standar desain produk untuk mewujudkan ekonomi sirkular yang aman, dukungan finansial dan teknis bagi negara berkembang, serta mekanisme untuk memperkuat dan memperbarui isi perjanjian seiring waktu.
SELESAI
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
news@wwfint.org
Untuk wawancara dengan pakar WWF terkait INC-5.2 dan laporan "Plastic, Health and One Planet”, silakan hubungi: Fawziah Selamat – fselamat@wwfint.org
Catatan untuk Editor:
INC-5.2 akan berlangsung pada 5–14 Agustus 2025 di Jenewa, Swiss.
Juru Bicara WWF yang mengikuti INC-5.2:
- Kirsten Schuijt, Director General, WWF
- Efraim Gomez, Director, Global Policy Impact, WWF
- Zaynab Sadan, INC-5.2 Global Plastics Policy Lead & Head of Delegation, WWF
- Eirik Lindebjerg, Global Plastic Adviser WWF
- Erin Simon, VP, Plastic Waste & Business, WWF
- John Duncan, “No Plastic in Nature” Initiative Lead, WWF
- Florian Titze, Finance Expert, WWF
- Maria Alejandra Gonzalez, Senior Global Policy Advisor and Regional Coordinator, Latin America & Caribbean, WWF
Kami juga dapat menghubungkan Anda dengan Prof. Dr. Stefan Krause (Universitas Birmingham) untuk pertanyaan khusus terkait aspek ilmiah dan kesehatan.
Dokumen dan sumber WWF yang relevan:
- Plastics, Health, and One Planet: Ringkasan dari hampir 200 studi ilmiah yang menegaskan bahwa polusi plastik, terutama mikro dan nanoplastik serta bahan kimia beracun, bukan hanya krisis lingkungan tapi juga ancaman nyata bagi kehidupan manusia.
- Penjelasan INC-5.2: Informasi mendalam soal perkembangan pasca INC sebelumnya di Busan, tantangan utama, dan proyeksi kehadiran para menteri.
- Harapan WWF terhadap INC-5.2: Rekomendasi langkah-langkah kunci agar negara-negara dapat membentuk koalisi mayoritas dan mewujudkan perjanjian yang adil dan efektif.
- Global Plastic Navigator WWF: Platform pemantau posisi negara terhadap isu-isu kunci dalam perundingan INC.
- Untuk menelusuri seluruh laporan dan sumber WWF terkait proses INC, baik yang terdahulu maupun yang terbaru, silakan klik di sini.