WWF MINTA PENEGAK HUKUM KUAK PERDAGANGAN SATWA ILEGAL
JAKARTA– Terdakwa penadah kulit harimau, Afandi (49) kemarin (26/10) mengajukan banding terhadap putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Payakumbuh yang menjatuhkan vonis 2 tahun 4 bulan dan denda Rp 3 juta kepada terdakwa pekan lalu (20/10).
Retno Setiyaningrum, Staff Senior Hukum dan Kebijakan WWF-Indonesia mengatakan bahwa hukuman 2 tahun 4 bulan penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Payakumbuh sudah relatif lebih tinggi dibandingkan mayoritas vonis yang dijatuhkan pada kasus-kasus perdagangan dan perburuan harimau ilegal sebelumnya, meskipun hukuman tersebut belum sesuai dengan harapan. Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa tiga tahun penjara dan denda Rp 3 juta.
“Akan tetapi, denda Rp 3 juta yang dijatuhkan masih belum menimbulkan efek jera karena angka tersebut baru 3 persen dari hukuman maksimum Rp 100 juta yang diatur dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya”, ujarnya. Denda tersebut sangat kecil mengingat terdakwa disebutkan dalam dakwaan mendapat kulit harimau itu dengan harga Rp 25 juta.
“Dengan diajukannya banding ini, WWF mendorong agar proses banding dapat lebih berpihak kepada lingkungan dengan menjatuhkan hukuman maksimal seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dengan harapan dapat menimbulkan efek jera,” jelas Retno.
Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit WWF-Indonesia, menambahkan bahwa, “Kasus perburuan dan perdagangan melibatkan jaringan pelaku yang sangat luas mulai dari pemburu, penadah, sampai dengan konsumen. Oleh karena itu, pengusutan kasus-kasus seperti ini harus dilakukan secara menyeluruh dan menyentuh seluruh pelaku perdagangan ilegal. Terkait kasus ini kami berharap agar penegak hukum bisa menangkap pemburunya”, kata Osmantri.
Menurutnya, penegakan hukum harus dilakukan secara intensif dan membutuhkan kerjasama yang baik antara penegak hukum terkait, sehingga kejahatan terhadap satwa dilindungi seperti harimau dapat ditekan.
“Belum lama ini seekor harimau terjerat dan ditembak oleh pelaku tak dikenal di Nagari Sungai Buluh, Kecamatan Batang Anai, Sumatera Barat dan barang buktinya pun lenyap. Kasus ini juga perlu ditindaklanjuti oleh penegak hukum, “katanya.
Penegakan hukum terhadap kasus penadah harimau di Pengadilan Payakumbuh mendapatkan perhatian dari masyarakat luas. Lebih dari 3000 bentuk perhatian masyarakat diterima oleh WWF-Indonesia melalui akun media sosialnya sebelum sidang pembacaan vonis pekan lalu dan telah disampaikan ke Pengadilan Negeri Payakumbuh. Hal ini menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap upaya penegakan hukum dan penyelesaian kasus-kasus lingkungan, terutama mengenai perdagangan satwa, semakin meningkat. Selain itu, hal ini juga menyiratkan kontrol sosial dan pengawasan publik yang semakin baik dari masyarakat untuk kasus-kasus lingkungan serupa.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
- Retno Setiyaningrum, Staf Senior Hukum & Kebijakan WWF-Indonesia, rsetiyaningrum@wwf.or.id
- Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit, WWF-Indonesia, osmantri@wwf.or.id