WWF MENDUKUNG PROSES PENGADILAN YANG BERSIH DAN BERPIHAK PADA LINGKUNGAN
Jakarta (11/08) –Tersangka penadah kulit harimau Sumatera yang tertangkap di Payakumbuh awal Maret lalu, kemarin (10/8) disidangkan di Pengadilan Negeri Payakumbuh, Sumatera Barat. Persidangan kemarin merupakan persidangan ketiga untuk mendengarkan kesaksian terdakwa.
Dalam persidangan yang diketuai oleh Hakim Ketua, Jonny, SH, MH dilakukan pemeriksaan terhadap Tersangka, Afandi (49 tahun) atas dakwaan sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan mati. Tersangka mengakui hal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, Mursal Anis, SH kepadanya namun ia mengaku merasa dijebak.
“WWF-Indonesia memberikan apresiasi kepada Pengadilan Negeri Payakumbuh dan Kejaksaan Negeri Payakumbuh atas upaya penegakan hukum terhadap terdakwa penadah kulit harimau sumatera ini,” kata Anwar Purwoto, Direktur Kehutanan dan Spesies Program WWF-Indonesia. “WWF juga mendukung penuh proses pengadilan yang bersih dan berharap agar proses peradilan ini dapat berpihak pada kepentingan kelestarian lingkungan”, tambahnya.
Menurut Anwar Purwoto, dengan dijatuhkannya hukuman yang maksimum serta adil bagi kepentingan lingkungan --sejalan dengan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya-- diharapkan dapat timbul efek jera bagi pelaku perdagangan maupun perburuan satwa liar di Indonesia.
Proses persidangan selanjutnya direncanakan akan berlangsung pada 18 Agustus dengan agenda pembacaan tuntutan.
Tersangka tertangkap tangan di rumahnya di Payakumbuh, Sumatera Barat pada 3 Maret 2011 oleh tim dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan BKSDA Sumbar setelah membeli satu kulit harimau seharga Rp25 Juta. WWF-Indonesia terlibat secara aktif mendukung tim BKSDA dalam upaya penangkapan tersebut. Kulit harimau yang diyakini hasil perburuan di kawasan atau sekitar Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling, Kabupaten Kampar, Riau tersebut disita sebagai barang bukti.
Sesuai undang-undang nomor 5 tahun 1990 pasal 40 ayat (2) junto pasal 21 ayat (2) huruf (a) mengenai Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistem Lainnya, Pelaku perburuan dan perdagangan harimau Sumatera terancam hukuman kurungan maksimal lima tahun dan denda Rp.100 juta.
Harimau Sumatera merupakan satu-satunya sub-spesies harimau yang tersisa di Indonesia, sejak harimau Jawa dan harimau Bali punah di awal abad 20. Saat ini diperkirakan tersisa hanya 400 individu harimau Sumatera di alam. Perburuan dan perdagangan ilegal merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kelestarian harimau Sumatera dan seringkali melibatkan jaringan yang lebih besar dan kuat secara finansial.
“Ditangkapnya dan diadilinya terdakwa penadah dalam perdagangan gelap harimau merupakan sebuah langkah awal untuk mengungkap kasus ini secara menyeluruh dan menyentuh pelaku lainnya karena perdagangan satwa liar merupakan kegiatan yang terorganisir,” kata Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit WWF-Indonesia. “Secara umum, perdagangan gelap satwa liar juga merupakan sumber kerugian negara dan tak kalah penting untuk ditangani sebagaimana penanggulangan pembalakan liar,” tambahnya.
Pemerintah Indonesia merupakan salah satu dari 13 pemerintah negara sebaran harimau dunia yang ikut menandatangani komitmen Program Pemulihan Harimau Global (Global Tiger Recovery Program) termasuk pelestarian harimau Sumatera dan habitatnya, di St. Petersburg, Federasi Russia November 2010 lalu. Salah satu tujuan jangka panjang komitmen tersebut adalah meningkatkan penegakkan hukum terhadap perburuan dan perdagangan harimau illegal. Hal ini juga sejalan dengan Rencana Strategis Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017 yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia dan parapihak terkait. “Keberhasilan dan kegagalan dalam upaya ini akan menjadi sorotan dunia internasional dan dapat berimplikasi pada citra bangsa”.
Pada 2009, majelis hakim di Pengadilan Negeri Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir Riau, menghukum dua terdakwa kasus perburuan liar yang mengakibatkan terbunuhnya tiga ekor harimau Sumatera dengan hukuman yang relatif ringan yaitu satu tahun penjara dan denda dua juta rupiah. Hukuman ini jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yaitu tiga tahun penjara dan denda tiga juta rupiah kepada kedua tersangka.
Untuk informasi lebih lanjut,
- Osmantri, Koordinator Tiger Protection Unit WWF-Indonesia. osmantri@wwf.or.id, +62 8127565354
- Desma Murni, Koordinator Komunikasi Program Forest, Spesies & Air Tawar, WWF-Indonesia, dmurni@wwf.or.id, +62 811793458
- Retno Setiyaningrum, Legal & Policy Senior Officer WWF-Indonesia, rsetiyaningrum@wwf.or.id, +62817870167
##Selesai##
Catatan untuk editor:
Foto terkait penangkapan terdakwa pada Maret 2011 lalu dapat diunduh di http://www.mediafire.com/?s9hr0n3rb8e1aeh dengan mencantumkan copyright foto WWF-Indonesia/Erizal