WWF: KABUT ASAP SINGAPURA, PERLU AKSI CEPAT MELAWAN PERUSAHAAN YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB
Singapura (21/6) – WWF bersedia untuk membantu Singapura dan Indonesia untuk mengindentifikasi pelaku dibalik kabut asap terburuk yang dialami oleh Singapura selama dua dekade terakhir ini.
Deforestasi dan pembersihan lahan untuk komoditas kelapa sawit dan kertas dengan cara membakar lahan sehingga menyebabkan polusi udara di Singapura- saat ini menebus rekor tertinggi Indeks Polusi Udara (PSI) Singapura, 401- menjadi masalah global dan mempengaruhi kita semua. WWF sebagai organisasi konservasi dengan keahlian dan penelitiannya telah melakukan beberapa upaya untuk mengatasi kabut asap disekitar lokasi di Indonesia, dan juga menyerukan kepada pemerintah untuk bersama-sama, bermitra dengan organisasi masyarakat mengatasi kabut asap, melawan deforestasi juga mencari perusahaan yang tidak bertanggung jawab hingga menemukan akar masalahnya.
Kabut asap ini telah menyebabkan Singapura mengalami ketidaknyamanan secara fisik, seperti migraine, mata terbakar, gatal-gatal, tenggorokan kering dan hidung berair, dan kasus lain yang lebih parah seperti asma dan masalah pernapasan lainnya. Bahkan beberapa kantor dan perusahaan menghentikan kegiatannya untuk memastikan karyawannya tidak terkena dampak asap kabut asap ini.
""Ini adalah kabut asap terburuk yang pernah dialami Singapura. Masyarakat kita menanggung beban kesehatan dan juga berdampak pada kegiatan bisnis. Kita tak harus bersaing dalam masalah ini, dan seharusnya dapat menemukan solusi jangan panjang untuk kebaikan masyarakat Singapura dan Indonesia yang tinggal di wilayah sekitar. Pemerintah harus segera menggambil tindakan tegas dan bekerja bersama-sama dilapangan untuk mengatasi masalah ini. Ini adalah waktu yang pas untuk melakukan tindakan keras kepada perusaan yang tidak memperhatikan kerusakan lingkungan dan hilangnya keanekaragaman hayati termasuk spesies yang terancam punah,” ujar Elaine Tan, CEO WWF-Singapura.
""Perusahaan kehutanan dan perkebunan harus bekerja dengan mematuhi aturan dan peraturan yang terkait dan menghormati lingkungan - terlepas apakah mereka asing atau lokal. Selain menghentikan setiap pembukaan lahan baru dengan pembakaran, diperlukan tindakan preventif melalui kerjasama LSM, masyarakat lokal untuk mengatasi masalah ini, ""kata Anwar Purwoto, Direktur WWF-Indonesia untuk Program Hutan, Air Tawar dan Teresterial Spesies. Anwar juga menambahkan, ""WWF Indonesia siap mendukung Pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam mencegah kabut lanjut dan lahan / hutan terjadi lagi dimasa depan, seperti pemantauan hotspot untuk tujuan penegakan hukum dan mengembangkan mitigasi kebakaran berbasis masyarakat.”
WWF dan koalisi LSM telah berada di garis depan untuk mengidentikasi “hotspot” dengan menggunakan teknologi satelit dan berbasis pemetaan dan menginformasikannya kepada pemerintah Indonesia dan Singapura dan Negara ASEAN untuk mengambil tindakan tertentu. Selain itu, WWF telah bekerja pada isu-isu utama deforestasi di Indonesia selama bertahun-tahun, termasuk bekerja sama dengan perusahaan dan pemerintah untuk mengidentifikasi dan melindungi hutan dengan nilai keanekaragaman hayati yang tinggi.
Untuk mengurangi dampak negatif dari perluasan perkebunan kelapa sawit, WWF mempromosikan produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan dan mendukung Roundtable for Sustainable Palm Oil (RSPO). Perkebunan yang mendapat sertifikasi RSPO dilarang untuk melakukan pembakaran untuk membuka hutan.
Sementara beberapa perusahaan kelapa sawit telah memastikan bahwa mereka memiliki kebijakan zero-burning, sangat penting bahwa mereka bertanggung jawab penuh untuk rantai suplai minyak sawit dan memastikan bahwa buah sawit atau olahan minyak dibeli dari penyedia pihak ketiga tidak memicu kabut asap.
WWF mendirikan RSPO, pada akhir 1990an sebagai respon langsung terhadap kebakaran hutan dan kabut asap. Industri kelapa sawit yang telah disertifikasi RSPO telah merintis pembukaan lahan tanpa bakar dan memastikan bahwa minyak sawit di perkebunan mereka sendiri diproduksi tanpa menghasilkan kabut asap. ""Namun, perusahaan yang bersertifikat bisa saja menampung buah kelapa sawit atau minyak dari perusahaan-perusahaan kecil atau petani kecil yang tidak mengikuti pedoman RSPO,"" kata Adam Harrison, Koordinator WWF Internasional untuk Kelapa Sawit. ""WWF meminta semua produsen minyak sawit untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi memastikan bahwa tidak hanya perkebunan mereka sendiri bersertifikat, tetapi juga bahwa buah dan minyak bersumber dari pemasok pihak ketiga yang tidak diproduksi dengan mengorbankan alam. ""
WWF juga mencatat bahwa perusahaan dan konsumen Singapura memiliki peran untuk mengatasi deforestasi. Perusahaan Singapura yang membeli minyak sawit harus berkomitmen untuk membeli dari perkebunan sawit lestari bersertifikat (Certified Sustainable Palm Oil-CSPO). Konsumen di Singapura juga dapat membuat perbedaan dengan meminta pengecer dan produsen untuk hanya menggunakan minyak sawit yang berasal dari perusahaan bersertifikat. Lembaga keuangan di Singapura dan investasi lainnya juga dapat berperan dengan bergabung RSPO dengan hanya menangani klien yang beroperasi secara berkelanjutan.
Ini tidak hanya akan membantu mengurangi penggundulan hutan dan kabut asap kedepan, tetapi juga membuat langkah signifikan untuk melindungi spesies yang terancam punah Indonesia dan memperlambat perubahan iklim global.
Informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:
Nicholas Smith, Media Relations Manager for Asia Pacific, WWF-International (Singapore Office)
Email: nsmith@wwf.sg, HP: +65 98263802.
Karen Lin, Communication Manager, WWF-Singapore
Email: kiln@wwf.sg, HP: +62 96230355
Diah R. Sulistiowati, Forest, Terrestrial Species and Freshwater Communication Coordinator, WWF-Indonesia
Email: dsulistiowati@wwf.or.id, HP: +62 811 1004397