WWF-INDONESIA RILIS LIVING BLUE PLANET REPORT 2015
Oleh: Ciptanti Putri
Dalam rangkaian perayaan ulang tahun ke-53, WWF-Indonesia Rabu (16/9) lalu merilis sebuah laporan mengenai kondisi ekologis bahari, “Living Blue Planet Report”. Laporan tersebut disosialisasikan kepada awak media, para pelaku di industri bahari, serta mitra-mitra korporasi yang telah mendukung upaya-upaya yang dikerjakan oleh organisasi konservasi tertua di Indonesia tersebut dalam sebuah acara dialog sederhana dan akrab mengenai kondisi bahari Indonesia di sebuah ballroom hotel di bilangan Sudirman, Jakarta. Hadir sebagai narasumber dalam diskusi pagi itu Suseno Sukoyono, Staf Menteri Kelautan RI Bidang Kemasyarakatan dan Kelembagaan, Dr. Efransjah, CEO WWF-Indonesia, dan Poernomo Siswo Prasetijo, CEO/President Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter.
Dalam kesempatan pertama, Suseno memaparkan sejumlah program yang dilakukan pihaknya dalam rangka menjaga dan melestarikan aset bangsa yang disebutnya belum banyak dimanfaatkan oleh rakyat Indonesia. “Di balik segala isu terkait laut di Indonesia ini, ada motif ekonomi yang melatarbelakangi. Aktivitas manusia yang tidak mempertimbangkan dampak ekologis itulah penyebab perubahan iklim yang merusak aset bahari kita. Masyarakat perlu disadarkan bahwa laut kita hanya satu. Tindakan penyelamatan ekosistem laut sangat penting untuk menyelamatkan seluruh rakyat Indonesia. Saat ini pemerintah gencar melakukan tindakan tegas bagi mereka yang melanggar aturan di wilayah laut RI.” Suseno mengapresiasi secara langsung kerja sama yang sudah terjalin baik antara pihaknya dengan WWF-Indonesia dalam mewujudkan konsep blue economy. “Kementerian Kelautan dan Perikanan bersyukur WWF-Indonesia konsisten melakukan riset terhadap ekosistem laut di Indonesia.”
Hasil riset Living Planet Report pada 2014 salah satunya menyebut bahwa pada 2050 terumbu karang dapat punah akibat laju perubahan iklim. Padahal 25% dari keseluruhan populasi spesies laut dan 850 juta orang di dunia menggantungkan hidupnya dari jasa ekonomi, budaya dan sosial yang timbul dari keberadaan terumbu karang. Indonesia sebagai salah satu negara dalam kawasan Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle) yang merupakan wilayah dengan ekosistem laut terkaya di dunia, akan sangat merasakan dampak buruknya. Namun demikian, pada Living Blue Planet Report tahun ini menyatakan bahwa kondisi laut beserta sumber dayanya yang ditengarai mengalami laju penurunan dalam beberapa dekade terakhir, dapat diperbaiki dan dikembalikan ke tingkat kelestarian yang mampu menopang kehidupan manusia.
Dr. Efransjah menyebutkan bahwa WWF selain rutin melakukan riset terhadap ekosistem laut dan seluruh biota di dalamnya, juga tidak henti-hentinya mengedukasi masyarakat di berbagai level agar sadar untuk bijak dalam mengeksploitasi kekayaan laut. “Kami menjalankan berbagai kampanye terkait konsumsi hidangan laut, mengajak pelaku industri bahari bergabung dalam Seafood Savers, serta menaikkan Best Management Practice di bidang kelautan sehingga laut memperoleh cukup waktu untuk memperbaiki dirinya.”
Di sesi ketiga, Poernomo Siswo Prasetijo memaparkan bahwa potensi Indonesia menjadi negara tujuan wisata bahari sangat tinggi namun belum maksimal dimanfaatkan oleh pelaku jasa pariwisata dalam negeri. Disebutkannya dalam data 2014, industri pariwisata menyumbang devisi senilai Rp140 triliun dan menyediakan lapangan kerja bagi 11 juta orang. “Dapat diasumsikan seorang wisatawan mancanegara rata-rata menghabiskan US$1,000 – US$1,500 per hari ketika berlibur. Sayangnya tidak bisa didapat angka pasti kontribusi pendapatan industri ini bagi Indonesia karena faktor pelaku bisnis penerbangan, hotel, dan operator wisata masih berbasis asing sehingga profit tadi terserap ke luar.” Poernomo menyebutkan pihaknya perlu mendapat dukungan dari pemerintah serta bimbingan dari WWF-Indonesia sehingga dalam operasionalnya terus berada di koridor yang benar dan tidak merusak aset bangsa yang justru menjadi obyek bisnis industri pariwisata bahari.
Hari itu juga dirilis sebuah inisiasi program ""Signing Blue"" sebagai inovasi dan wadah bagi penyedia jasa pariwisata dan wisatawan untuk berperan nyata melindungi sumber daya alam. Program ini mendorong pemerintah, pelaku bisnis, serta masyarakat untuk memanfaatkan sekaligus mengamankan aset bahari sehingga terwujud sistem kepariwisataan yang bertanggung jawab. Dalam kesempatan tersebut tiga pelaku industri kepariwisataan bahari menandatangani nota kesepahaman sebagai bentuk komitmen untuk bergabung dalam program ini, yakni oleh Poernomo Siswo Prasetijo selaku CEO/President Pata Indonesia Chapter, Brahmantya Sakti selaku Direktur PT Jalan Terus Indonesia (Triptus.com), serta Fatyhah Suryani Mile selaku Direktur Wallacea Jalasveva Lestari.
Acara hari itu ditutup dengan pemotongan kue ulang tahun ke-53 WWF-Indonesia. Potongan kue dibagikan kepada sejumlah mitra korporasi WWF-Indonesia, yakni dari HSBC, BCA, dan Hino Indonesia, kepada beberapa Supporter setia WWF-Indonesia, serta kepada para awak media yang selama ini membantu menyebarkan informasi mengenai kerja konservasi yang diupayakan oleh WWF-Indonesia.