WWF-INDONESIA FASILITASI PELATIHAN DASAR PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN
Kapuas Hulu– Berdasarkan data titik panas (hotspot) dari Kementerian Kehutanan, Kalimantan Barat menempati urutan pertama dan kedua dalam jumlah titik panas di seluruh Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun (2007 – 2011).
Forest Fire Coordinator WWF-Indonesia di Jakarta, Dedi Hariri mengemukakan “Kalbar termasuk daerah yang sangat rawan terjadi kebakaran hutan setiap tahunnya. Selama periode 2007 – 2011, terdeteksi antara 1.000 hingga 10.000 titik panas di wilayah Kalbar. Juni ini wilayah Indonesia mulai memasuki musim kemarau, perlu adanya antisipasi kebakaran, karena hampir dipastikan kebakaran hutan/lahan akan selalu terjadi di musim kemarau setiap tahunnya”, paparnya.
Digelar selama 3 hari, Pelatihan untuk Pelatih (Training of Trainer/ToT) yang diselenggarakan minggu lalu di Kecamatan Semitau, Kabupaten Kapuas Hulu, memfokuskan kegiatan pelatihan bagi 45 personil Daerah Operasi (DAOPS) Putussibau untuk pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, khususnya di dalam kawasan konservasi, Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).
Salah satu upaya yang bisa dilakukan WWF untuk antisipasi terjadinya kebakaran hutan adalah melalui penguatan kapasitas para personil Manggala Agni, khususnya DAOPS Putussibau (berkantor di Semitau), yang pengelolaannya berada di bawah Balai Taman Nasional Danau Sentarum (BTNDS).
Hal senada juga disampaikan oleh Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia, di Pontianak, M. Hermayani Putera “Kegiatan ini merupakan upaya nyata WWF-Indonesia bersama para pihak untuk mencegah deforestasi dan degradasi di wilayah Heart of Borneo (HoB) yang disebabkan oleh kebakaran hutan dan lahan”, ucapnya.
Kegiatan pelatihan ini bertujuan agar personil DAOPS mengetahui data dan fakta kebakaran hutan di Indonesia dan Kalimantan Barat, terutama di wilayah TNDS, penyegaran kemampuan personil DAOPS dalam pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, manajemen organisasi pengendalian kebakaran hutan, penguasaan GPS dan metode GIS untuk menentukan lokasi titik panas serta mengukur luas kebakaran hutan yang terjadi. Dari data GPS yang didapatkan di lapangan, diharapkan para personil tersebut dapat membuat Peta Kerawanan Kebakaran Hutan, sebagai suatu strategi pencegahan kebakaran hutan dan lahan yang terpadu di Kalimantan Barat.
Sebagai lanjutan dari pelatihan ini, akan dilakukan peningkatan kapasitas anggota MPA (Masyarakat Peduli Api) di Kawasan TNDS oleh personil DAOPS. Ke depan personil yang rencananya akan terus ditingkatkan kapasitasnya ini, harapannya bisa menyampaikan gagasan kepada pemerintah daerah untuk memasukan kebakaran hutan dan peningkatan kapasitas petugas pemadam di Kabupaten Kapuas hulu masuk dalam prioritas perencanaan pembangunan dalam konteks penanggulangan bencana kebakaran hutan di tingkat kabupaten.
“Saat ini sudah ada 3 MPA yang didampingi oleh DAOPS Putussibau, dan 4 MPA oleh WWF-Indonesia. MPA ini beranggotakan masyarakat yang tinggal di dalam kawasan konservasi, terutama dari kawasan-kawasan yang rawan terjadi kebakaran hutan”, ungkap Dedi.
Di luar aspek kelembagaan dan pengetahuan tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah partisipasi masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan yang merupakan ujung tombak pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Karena sebagian besar kebakaran hutan dan lahan di Indonesia disebabkan oleh manusia, baik karena faktor kelalaian ataupun kesengajaan. Oleh karena itu, dukungan dan kerjasama masyarakat menjadi penting bagi kesuksesan program perlindungan hutan dan lahan. Upaya sosialisasi dan peningkatan kapasitas yang kontinu perlu senantiasa digiatkan dalam rangka membangun kepedulian masyarakat tentang pentingnya kelestarian hutan.
“Untuk daerah-daerah rawan kebakaran hutan maupun lahan, perlu lebih diperkuat lagi personilnya, serta lebih ditingkatkan lagi patrolinya. MPA adalah salah satu bentuk penguatan kapasitas dan kerjasama dengan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan yang perlu terus dibina keberlanjutannya”, pungkas Dedi.
Permasalahan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat pada saat ini telah menjadi masalah nasional dan bahkan masalah global yang tingkat bahaya serta resikonya dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam skala yang cukup besar dan mencakup wilayah yang luas. Oleh karena itu penanggulangan kebakaran hutan dan lahan menjadi tanggung jawab bersama semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.