WWF DORONG PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN DI KUTAI BARAT.
Oleh Sri Jimmy Kusmini
Sendawar (24/07)-Sejumlah desa di Kutai Barat masih kesulitan mendapat akses listrik. Kondisi yang memprihatinkan ini disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi masyarakat yang tidak diikuti oleh mengingkatnya produksi listrik yang dihasilkan. Untuk menanggulanginya, maka solusi alternative dengan mengembangkan energi terbarukan perlu dilakukan. Dalam rangka menjajaki potensi dan rencana pengembangan energi kelistrikan rendah emisi di Kutai Barat, WWF-Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Barat menggelar Focus Group Discussion di Kutai Barat, Selasa (24/07). Diskusi kelistrikan ini diikuti oleh 26 peserta yang terdiri dari unsur pemerintah (Bappeda, Distamben, Dishut, BPMPK), PLN Ranting Melak, WWF, dan masyarakat.
Bupati Kutai Barat yang diwakili oleh Kepala Bappeda Kutai Barat, Finsen Allotodang, membuka dengan resmi forum tersebut yang diselenggarakan di ruang rapat lantai II Bappeda Kabupaten Kutai Barat. Dalam presentasi tentang kondisi kelistrikan di Kutai Barat, Finsen menyampaikan, “Khusus elektrifikasi dari tingkat rumah tangga di Kutai Barat yang tanpa listrik sebesar 57%; mendapat listrik dari PLN adalah 22% dan listrik non PLN adalah 21%”.
Ia juga mengemukakan bahwa Pemerintah daerah belum mampu mencukupi kebutuhan energi listrik khususnya bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pengadaan pasokan energi juga mengalami banyak kendala. Masyarakat di banyak kampung di Kutai Barat masih banyak yang menggunakan mesin generator yang menggunakan bahan bakar fosil ( solar dan bensin) yang biaya operasionalnya tinggi dan tidak ramah lingkungan.
“Kami menyambut baik inisiatif dari WWF Indonesia untuk berkerjasama dalam penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) yang akan menjadi dasar dalam pengembangan energi kelistrikan khususnya energi terbarukan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam seperti air dan tenaga surya untuk menjangkau kampung-kampung di pedalaman yang tidak terjangkau oleh aliran listrik dari PLN,” imbuhnya.
Sementara Direktur Iklim dan Energi WWF- Indonesia, Nyoman Iswarayoga mengungkapkan tentang pentingnya kerjasama lintas sektor dan antar lembaga guna pengembangan energi terbarukan dalam rangka menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan energi listrik di Kutai Barat. Hal ini bisa dilakukan melalui pembuatan Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Kutai Barat yang diantaranya akan berisi tentang metode dan strategi Pengembangan Energi Kelistrikan di Kutai Barat, Perencanaan sistem pengembangan transmisi dan distribusi serta arah kebijakan kelistrikan daerah.
”Kutai Barat memiliki potensi yang melimpah untuk dikembangkan sebagai sumber energi yang berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat khususnya di pedesaaan,” katanya.
Kemudian pihak PLN Rayon Melak, Juned, menggarisbawahi tentang tingginya biaya operasional pengadaan energi listrik dari bahan bakar fosil. Menurutnya, untuk operasional, PLTD rayon Melak menggunakan 1,2 juta liter solar yang menghabiskan Rp 12 Milyar per bulan; dengan pembayaran balik dari masyarakat hanya Rp 3 Milyar sehingga pemerintah harus memberikan subsidi kelistrikan sebesar Rp 9 Milyar.
“PLN berusaha bekerja sama dengan pihak-pihak lain untuk membantu memenuhi kebutuhan listrik dan pengembangan energi kelistrikan di Kutai Barat,” pungkasnya.