UPAYA PRESERVASI PENGHUNI SELAT ALAS DAN PULAU KENAWA NTB
Oleh Indrayadi
Selat Alas merupakan salah satu jalur migrasi penyu di perairan Nusa Tenggara Barat dan menjadi salah satu wilayah tangkap (fishing ground) bagi nelayan jaring insang (gillnet) dari Lombok Timur dan Sumbawa Barat. Setidaknya berdasarkan Data Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2012, dari 5.326 unit nelayan tangkap yang beroperasi di wilayah Lombok Timur, 2.028 unit adalah nelayan gillnet yang mayoritas berpusat di Tanjung Luar. Selat yang terletak di antara Pulau Lombok dan Sumbawa di bagian barat itu teridentifikasi sebagai tempat mencari makan (feeding ground) dan berkembang biaknya penyu sisik (Eretmochelys coriacea) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Begitu pula dengan kondisi di perairan sekitar Pulau Kenawa sebagai salah satu tempat peneluran Penyu di Sumbawa Barat. Setidaknya teridentifikasi sekitar 5 sampai 7 ekor penyu yang naik untuk bertelur setiap malam. Kabupaten Sumbawa Barat memiliki 1.540 nelayan yang beroperasi di perairan Sumbawa Barat, dan di antaranya ada 854 nelayan yang menggunakan alat tangkap gillnet yang beroperasi di sekitar perairan Pulau Kenawa hingga Selat Alas. Melihat kondisi ini, sangat berpotensi terjadi hasil tangkapan sampingan (bycatch) penyu saat penangkapan ikan di Selat Alas dan sekitar Pulau Kenawa.
Sebagai salah satu upaya pelestarian penyu di Selat Alas dan Pulau Kenawa, WWF-Indonesia bekerja sama dengan Dinas Kelautan Perikanan (DKP) Kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa Barat melakukan sosialisasi upaya mitigasi dan penanganan bycatch penyu pada nelayan gillnet dan nelayan pancing (longline) pada September lalu. Antusiasme masyarakat perikanan di Selat Alas dan Pulau Kenawa untuk mengikuti kegiatan ini cukup tinggi. Sebanyak 122 peserta yang turut mengikuti kegiatan tak sabar untuk mempraktikkan cara melepas penyu yang tersangkut pada jaring maupun pancing dengan menggunakan alat bantu peraga boneka penyu dan de hooker sebagai alat bantu pelepas mata pancing pada penyu. Umumnya nelayan sudah melakukan praktik melepas penyu yang tersangkut pada jaring maupun pancing di atas kapal, namun mereka belum sepenuhnya memahami bagaimana cara yang baik dan benar.
Salah satu hal yang menjadi kekhawatiran para nelayan adalah proses penyadaran penyu (resusitasi) yang cukup memakan waktu karena penyu harus didiamkan di atas kapal. Jika pengawas perikanan atau TNI AL melakukan patroli, para nelayan takut dikira memburu penyu. Namun, Komandan Batalyon TNI AL Zaenal Arifin mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menindak nelayan yang di atas kapalnya hanya terdapat satu ekor penyu dan dengan cara penyadaran yang benar, bukan di dalam palka. Tetapi jika terdapat penyu dalam jumlah banyak, tentu saja tidak akan kompromi untuk ditindak.