UPAYA KONSERVASI PARI GITAR: MENELISIK ANCAMAN POPULASI SPESIES DENGAN GENETIKA MOLEKULAR
Bagian 1: Kondisi Pari Gitar di Indonesia, Terancam Kritis (Critically Endangered) namun Tinggi Pemanfaatan
Pari gitar merupakan kelompok ikan bertulang rawan yang memiliki kekerabatan dengan ikan hiu, dan merupakan salah satu kelompok ikan yang terancam punah saat ini. Pada tahun 2019, seluruh spesies pari gitar dari Famili Glaucostegidae dan Rhinidae diangkat ke dalam Apendiks II CITES. Permintaan yang tinggi akan hidangan sup sirip hiu membuat tingginya perburuan dan penangkapan hiu di dunia, termasuk Indonesia. Namun, sup sirip hiu tidak hanya dapat dibuat dengan menggunakan sirip hiu. Sirip pari gitar memiliki komposisi yang sama dengan sirip hiu, hal ini membuat hewan ini ditangkap dan dimanfaatkan siripnya untuk memenuhi permintaan pasar yang tinggi.
Pari gitar memiliki morfologi dan karakteristik fisik menyerupai hiu sehingga banyak yang mengasumsikan bahwa hewan ini adalah hiu. Namun sebenarnya pari gitar termasuk ke dalam kelompok ikan pari, dikarenakan posisi insangnya yang berada di bagian bawah tubuhnya, seperti ikan pari pada umumnya. Pari gitar di Indonesia memiliki sebutan nama lokal yang beragam seperti pari kekeh, mermang, junjunan, kemejan, liongbun (Pantura Jawa), kikir, lontar (Papua Barat), paitpait, paredung (Bali) dan pangrum (Lombok). Secara global, pari gitar lebih dikenal dengan guitarfish atau wedgefish.
Beberapa daerah perairan di Indonesia merupakan lokasi penghasil tangkapan pari gitar, termasuk di Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan Lamongan yang menjadikan pari gitar sebagai tangkapan utama, sementara di Teluk Bintuni sebagai tangkapan sampingan atau bycatch. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Kalimantan Barat dan Bangka Belitung untuk menangkap pari gitar adalah jaring insang dasar dan pancing tangan. Pari gitar yang didapatkan oleh nelayan Kalimantan Barat berasal dari perairan Selat Karimata dan sekitar Riau, sedangkan pari gitar tangkapan nelayan Bangka Belitung merupakan hasil tangkapan nelayan di Perairan Bangka, khususnya Pulau Tiga, Pulau Tujuh hingga perairan menuju perbatasan Riau. Hasil tangkapan hiu dan pari di Lamongan umumnya berasal dari Laut Jawa dan menggunakan alat tangkap payang (seine net) dan rawai dasar dengan total pendaratan yang dapat mencapai maksimal 5 ton untuk 17 hari trip penangkapan.
Saat ini, tubuh pari gitar di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat (Bangka Belitung) dihargai Rp15.000,00/kg, sedangkan bagian moncong hingga mata dihargai Rp5.000,00/kg. Pari gitar di Teluk Bintuni merupakan bycatch dari alat tangkap jaring insang dasar dan rawai dasar. Jumlah pari gitar yang didaratkan berkisar antara 1-5 ekor per hari, namun jumlah tersebut tidak menentu, karena seringkali mereka tidak mendapatkan hasil tangkapan apapun. Seperti halnya di PPN Brondong Lamongan, harga satu ekor pari gitar tanpa sirip di Teluk Bintuni dapat mencapai Rp50.000,00/ekor. Sirip pari gitar pada umumnya dipotong terlebih dahulu oleh nelayan dan dijual pada pengepul sirip, bukan pengepul ikan. Sirip pari gitar ternyata dihargai lebih tinggi dibandingkan sirip hiu, semakin besar ukuran siripnya semakin tinggi pula harganya. Sirip pari gitar dapat mencapai harga Rp1.500.000,00/kg untuk ukuran sirip yang paling besar. Tingkat penangkapan yang tinggi ini, dapat mengancam populasi pari gitar di alam, karena sama seperti hiu, mereka memiliki pertumbuhan yang lambat, jumlah anakan yang sedikit, dan lambat usia matang kelamin. Beberapa spesies pari gitar yang sering ditemui di Indonesia, yaitu Rhynchobatus australiae, Glaucostegus typus dan Rhina ancylostoma seluruhnya memiliki status Critically Endangered atau kritis pada daftar merah IUCN, dua langkah menuju kepunahan.
Sangat disayangkan, masih banyak nelayan belum mengetahui bahwa pari gitar secara global saat ini dikategorikan terancam punah. Sebagai contohnya, nelayan rawai di Teluk Bintuni sering mendapatkan pari gitar sebagai bycatch. Pari gitar yang tertangkap rawai selalu berada dalam kondisi hidup dan dapat dilepaskan kembali pada saat proses pengangkatan atau hauling alat tangkap dilakukan. Walaupun demikian, nelayan memilih untuk langsung membunuh dan menjadikan pari gitar sebagai salah satu komoditas untuk dijual. Hal ini tidak lain dikarenakan tingginya harga jual sirip pari gitar di Teluk Bintuni.
Bagian 2: Dukungan Riset dengan Genetika Molekular untuk Konservasi Pari Gitar
Saat ini Program Hiu WWF-Indonesia bersama mahasiswa Universitas Diponegoro melakukan riset genetika molekular dengan pengambilan sampel jaringan, data biologi dan data perikanan tangkap pari gitar yang dikumpulkan dari beberapa lokasi pendaratan. Lokasi-lokasi penelitian meliputi PPN Sungailiat di Bangka Belitung, PPN Brondong di Lamongan dan Kampung Sidomakmur atau RKI di Teluk Bintuni. Ketiga lokasi tersebut diketahui memiliki pendaratan tangkapan target maupun sampingan (bycatch) pari gitar yang cukup rutin. Spesies pari gitar yang ditargetkan riset ini meliputi Giant Guitarfish (Glaucostegus typus), Bowmouth Guitarfish (Rhina ancylostoma), Bottlenose Wedgefish (Rhynchobatus australiae), dan Broadnose Wedgefish (Rhynchobatus springeri), namun hanya spesies dengan jumlah sampel terbanyak dari masing-masing lokasi yang akan digunakan sebagai subjek utama dalam riset ini.
Kegiata riset yang dilakukan saat ini baru mencapai tahap pengambilan sampel di lapangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan peralatan dan bahan yang sesuai dengan metode riset genetika molekular. Setiap peralatan yang digunakan untuk pengambilan sampel harus steril, hal ini untuk menghindari terjadinya cross contamination, yang merupakan terkontaminasinya suatu sampel dengan sampel lainnya. Sampel yang telah diambil kemudian diawetkan dalam larutan etanol 70% dan disimpan pada suhu ruangan untuk menjaga kondisi sampel hingga dilakukan pengolahan pada tahap laboratorium. Pengolahan sampel pada tahap laboratorium juga akan mengikuti protokol dan reagen yang sesuai untuk sampel pari gitar secara spesifik maupun Elasmobranchii secara umum.
Hasil dari riset yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi salah satu informasi yang dapat digunakan sebagai acuan atau referensi mengenai data biologi spesies pari gitar di Indonesia. Data tersebut akan menjadi salah satu data yang kemudian dapat digunakan dalam penyusunan dokumen NDF (Non-Detriment Findings) untuk spesies pari gitar sebagai salah satu upaya dalam mengelola pemanfaatan spesies ini secara berkelanjutan (sustainable). Namun, informasi molekular genetika hanyalah satu dari sekian jenis informasi yang diperlukan dalam penyusunan NDF, pembuatan dan pengambilan keputusan untuk menghasilkan pengelolaan yang akurat secara saintifik. Oleh karenanya, dukungan berupa riset-riset, menjadi aspek penting dalam pengelolaan pari gitar, termasuk riset genetika molekular yang dikerjakan WWF-Indonesia bersama mahasiswa Universitas Diponegoro, maupun riset lain yang terfokus kepada spesies pari gitar.
Walaupun riset dan hasilnya sangat penting sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk pengelolaan, sosialisai secara menyeluruh kepada masyarakat juga merupakan salah satu kunci untuk mengelola spesies pari gitar. Perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi mengenai kondisi dan pentingnya spesies pari gitar di Indonesia kepada masyarakat dan nelayan, terutama kepada pemangku kepentingan. Hal ini penting untuk dilakukan supaya kepedulian dan konservasi terhadap pari gitar dapat lebih ditingkatkan untuk mencegah semakin terancam dan punahnya biota ini.