MENINGKATKAN PERAN MASYARAKAT DALAM KONSERVASI DI PESISIR KALBAR
PALOH – Keberadaan populasi Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi, khususnya di wilayah pesisir, mengalami penurunan secara signifikan. Hal ini diakibatkan oleh tingginya aktivitas perburuan dan perdagangan illegal, ancaman terhadap habitat yang disebabkan perubahan fungsi lahan, serta tertangkap tidak sengaja (bycatch) oleh jaring insang.
Tingginya interaksi tertangkap tidak sengaja Pesut (Irrawady Dolphin) dan Penyu (Sea Turtle) oleh nelayan di Kabupaten Mempawah dan Kabupaten Sambas berdampak pada tingginya angka kematian satwa. Dari hasil studi awal tangkapan samping (bycatch) yang dilakukan WWF Indonesia pada tahun 2014 – 2015 menunjukkan bahwa setidaknya dalam satu tahun aktivitas penangkapan nelayan di perairan Paloh, Kabupaten Sambas, diestimasi memiliki interaksi hasil tangkapan penyu sebanyak 885 ekor/tahun atau setidaknya 24 ekor penyu/kapal setiap tahunnya. Selain itu, berdasarkan data monitoring penyu paloh yang dilakukan pada tahun 2015, masih terjadi perburuan telur penyu sebanyak 164 sarang atau sebesar 16 %.
Media penyadartahuan (awareness) secara sistematis dan berkelanjutan, diyakini sebagai upaya efektif dalam pencegahan penurunan populasi TSL. Metode sosialisasi edukatif-interaktif dengan melibatkan multi pihak menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan konservasi. Dengan menyasar pada dan melibatkan masyarakat secara luas, diharapkan dapat menumbuhkembangkan kesadaran dan kepedulian, serta peran aktif masyarakat dalam upaya perlindungan TSL di kawasan Sabuk Hijau Kalimantan Barat.
Dalam rangka peningkatkan kesadartahuan dan kepedulian masyarakat, khususnya di wilayah pesisir, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Balai pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) melakukan serangkaian kegiatan, antara lain bincang-bincang di salah satu stasiun televisi lokal di Pontianal dan diskusi terbuka dalam kegiatan “Sosialisasi dan Kampanye Tumbuhan dan Satwa Liar Dilindungi (TSL) di Kawasan Sabuk Hijau Kalimantan Barat (Pesut Dan Penyu)” di Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah (30/5) dan Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas (1/6). Kegiatan yang bertemakan Perlindungan Satwa Pesisir Pantai Utara ini melibatkan nelayan serta kelompok masyarakat yang sehari-hari beraktivitas di kawasan Sabuk Hijau Kalimantan Barat.
Azmardi, Kepala Satuan Tugas Penanggulangan Konflik Tumbuhan dan Satwa Liar, BKSDA Kalbar dalam paparannya menuturkan bahwa konservasi keanekaragaman hayati merupakan kegiatan yang harus dilaksanakan bersama-sama.
“Konservasi tidak berbicara mengenai permasalahan yang terjadi saat ini, namun dampak yang akan terjadi di masa mendatang. Penyu menjadi salah satu dari 236 jenis satwa di seluruh Indonesia yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dilindungi. Kelestarian populasinya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat,” kata Azmardi.
Keberadaan spesies penyu dan pesut di kawasan Sabuk Hijau Kalimantan Barat memegang peranan penting dalam menentukan indikator kesehatan habitat, serta merupakan spesies kunci dan penyeimbang ekosistem perairan pesisir. Diketahui, ancaman yang menyebabkan semakin berkurangnya populasi satwa tersebut berupa perusakan habitat mangrove di wilayah pesisir, pencemaran perairan akibat limbah rumah tangga dan industri, serta aktivitas lalu lintas perairan yang tinggi.
“Hasil pemantauan selama rentang waktu 2012 – 2016 didapati permasalahan yang paling mengancam populasi pesut adalah tertangkap tidak sengaja oleh jaring nelayan, sehingga menyebabkan tingginya angka kematian satwa jenis ini. Berkurangnya populasi satwa kunci dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem yang tentunya akan berdampak buruk juga pada kehidupan masyarakat pesisir. Diperlukan kearifan lokal untuk menjaga agar hal tersebut tidak terjadi,” ujar Syarif Iwan Taruna Alkadrie, Kepala Seksi Pendayagunaan dan Pelestarian, BPSPL Pontianak, di sela kegiatan di Kecamatan Sungai Pinyuh.
Menurut Hendro Susanto, Marine Biodiversity Conservation Officer, WWF-Indonesia Progam Kalimantan Barat, rangkaian kegiatan kampanye perlindungan TSL ini dilakukan sebagai media penyadartahuan (awareness) dan sosialisasi mengenai keberadaan TSL yang dilindungi, khususnya spesies penyu dan pesut, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kedekatan serta peran aktif masyarakat dalam upaya perlindungan TSL untuk menjaga keberlangsungan ekosistem pesisir.
“Masyarakat menjadi tonggak utama keberhasilan kerja konservasi di tingkat lokal, dalam hal ini konservasi spesies dan habitat di wilayah perairan pesisir, tentunya dengan dukungan pemerintah dan para pihak terkait. Sosialisasi dan kampanye sebagai salah satu pendekatan dalam upaya perlindungan TSL yang kami coba lakukan, khususnya di Kalimantan Barat,” papar Hendro.
Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi:
Hendro Susanto | Marine Biodiversity Conservation Officer | WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat
HP: +62 852 52108113 | Email: hsusanto@wwf.or.id