TAKSONOM SEBELUM MEREKA PUNAH
Dewi Mardiani
Hal yang mengkhawatirkan jika ada biota laut yang belum sempat terdata namun sudah menghampiri kepunahan. Ada ribuan jenis biota laut Indonesia yang sudah terdata dan terdokumentasi. Namun, masih banyak lagi yang belum terkuak. Pendataan, pendokumentasian, pemantauan, dan analisis penyebaran biota laut diperlukan guna pengembangan potensi sumber daya laut untuk pangan. Namun, yang tak kalah penting adalah untuk melindungi species langka agar terhindar dari kemusnahan.
Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Suharsono, mengkhawatirkan, ada jenis biota laut yang belum sempat terdata dan terdokumentasikan dengan baik, namun sudah hampir punah. ""Ini mengkhawatirkan. Belum sempat diungkapkan secara ilmiah tapi sudah mengarah pada kepunahan,"" ujar Suharsono di Jakarta beberapa waktu lalu. Ancaman punahnya keragaman hayati dari laut Indonesia, menurutnya, bisa disebabkan berbagai faktor. Seperti kerusakan ekosistem terumbu karang, degradasi daratan yang membawa dampak ke kehidupan laut, serta perubahan iklim.
Kepala Conservation International (CI) Jatna Supriyatna mengatakan, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut dan darat terkaya di dunia. Sekitar 80 persen dari 880-an jenis seluruh koral dunia atau 590 jenisnya, ada di Indonesia. Juga ada 3.200-an jenis ikan dan 60 ribuan jenis Crustaceae (udang-udangan). Sebagai lembaga nonprofit di 50 negara, CI tertarik pada keanekaragaman hayati karena sumber daya alam ini menjadi tulang punggung negara dalam ketahananpangan, ketahanan kesehatan, papan, pangan, dan lain-lain. ""Sayangnya, sumber-sumber itu terancam. Seperti jumlah burung dan mamalia terpanjang di dunia yang terancam itu ada di Indonesia,"" ujarnya.
Jatna mengatakan, ini terjadi karena Indonesia memiliki areal sangat luas. Antara wilayah darat dan laut pun, penyebaran biotanya memiliki sifat berbeda dalam batasan areal. Di darat, menurutnya, keanekaragaman hayati dan konservasi tergantung pada keberadaan hutan. Tapi di laut, migrasi ikan bisa sampai ribuan kilometer sehingga gangguan terhadap habitat sulit diamati. Menurutnya, ruang lingkup konservasi laut (sea scape) sangat luas. Ia mencontohkan, di Kepala Burung, Papua Barat saja, terdapat sepuluh sea scape. ""Jadi, perlu ada konservasi dengan cakupan luas tak terbatas dalam habitat mereka, ujarnya.
Penemuan versus kepunahan
Masalah penting dalam keanekaragaman hayati adalah penemuan spesies baru. Jatna mengatakan, penemuan-penemuan adalah langkah penting dalam pemetaan potensi biota laut dalam menghadapi kepunahan.
Di Raja Ampat pada 2007 lalu, ditemukan sebelas jenis biota laut (10 biota laut dan 1 biota air tawar). Jumlahnya memang tak terlalu banyak. Jenisnya adalah Hemis-cyllium galei dan Hemis-cylliurn henryi (Kalabia dalam bahasa Papua). Kedua jenis ikan ini adalah hiu tokek atau hiu berjalan. Jenis lainnya adalah Cory-thoichthys benedetto (Tangkur Buaya-Papua) yang bentuknya seperti kuda laut. Ada pula Pterois andover, Pseudanthias charlenae, Pic-tichromis caitiinae, Pseudo-chromis jace, Pterocaesio monikae, Chrysiptera giti, dan Paracheilinus nursalim. Sedangkan biota air tawar adalah Melanotaenia synergos.
Sesuai Convention on Biological Diversity(CBD) internasional, ikan pertama (holotype) di referensi yang ada, akan menjadi milik negara tempat ditemukannya ikan itu. ""Jadi, ikan itu hak Indonesia walaupun yang menemukan orang asing dan namanya dari penemunya. Itu aturan mainnya,"" ujar Jatna.Status jenis-jenis ikan yang ditemukan itu, kini belum diketahui apa sudah diberi nama atau belum. Karenanya, kata Jatna, para penemu species baru itu yakni Gerry Allen, Mark Erdmann, Unmack PJ, melelang pemberian nama bagi kesebelas ikan dari Raja Ampat, Papua ini. Hasil lelangnya dipakai untuk pelatihan taksonomi nasional. ed: Andina