SURVEI TERBARU: MAYORITAS MASYARAKAT INDONESIA MENDUKUNG AKSI ATASI PERUBAHAN IKLIM DAN KURANGI POLUSI METANA BERBAHAYA
91% Masyarakat Indonesia mendukung aksi untuk mengurangi dampak perubahan iklim, 78% mendukung target penurunan emisi metana nasional
Masyarakat Indonesia menyebut perusahaan minyak dan gas, pengelolaan sampah, serta produsen besar produk pertanian sebagai pihak yang menyumbang kerusakan pada lingkungan.
JAKARTA – Berdasarkan survei terbaru, mayoritas masyarakat Indonesia menyatakan dukungan terhadap upaya untuk meminimalkan dampak dari perubahan iklim (91% mendukung, termasuk 68% di antaranya sangat mendukung). Survei yang sama juga mengungkap bahwa mayoritas juga mendukung upaya menanggulangi emisi metana berbahaya (89% mendukung, 59% di antaranya sangat mendukung. Survei ini dilangsungkan di 17 negara termasuk Indonesia melalui pendanaan dari Global Methane Hub untuk menganalisis dukungan publik terhadap solusi perubahan iklim, termasuk di dalamnya upaya mengurangi dampak dari polusi metana berbahaya.
Survei ini mengungkap bahwa hampir seluruh (98%) masyarakat Indonesia percaya terhadap perubahan iklim, dengan 81% di antaranya meyakini kegiatan manusia sebagai penyebab utamanya. Angka ini merupakan salah satu yang tertinggi di antara 17 negara yang disurvei. Temuan ini menegaskan posisi Indonesia sebagai salah satu negara dengan kesadaran dan pemahaman yang tinggi terhadap perubahan iklim. Indonesia juga berada dalam jajaran teratas di antara negara lain dalam hal dukungan yang kuat terhadap aksi penanggulangan polusi gas metana. Sekitar 5 dari 10 masyarakat Indonesia juga mengaku merasakan dampak perubahan iklim secara signifikan dalam kehidupannya, melampaui persentase responden yang merasakan dampak serupa di negara-negara di belahan bumi bagian Utara.
Di Indonesia, dampak iklim bukan hanya risiko di masa depan, tetapi juga sudah terjadi saat ini,” ujar Marcelo Mena, CEO Global Methane Hub. "Itulah mengapa masyarakat Indonesia menunjukkan tingkat dukungan terbesar terhadap aksi iklim yang berani di antara negara-negara yang kami survei. Mereka memahami apa yang dipertaruhkan, dan mereka melihat pengurangan metana sebagai prioritas utama untuk mendinginkan planet ini dengan lebih cepat.
Indonesia merupakan negara yang banyak terdampak banjir dan tanah longsor. Perubahan iklim dan degradasi lingkungan menjadikan risiko bencana tersebut menjadi semakin sering dan bertambah parah. Selain itu, Indonesia menghadapi persoalan kurang optimalnya pengelolaan sampah yang sering ditandai dengan kebakaran di Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPAS). Masyarakat Indonesia mengaku sangat mendukung (59%) aksi penanggulangan polusi gas metana, menunjukkan adanya momentum dari masyarakat untuk aksi kebijakan. Di antara empat negara yang disurvei di Asia, Indonesia bersama Filipina (43% sangat mendukung) dan Pakistan (44% sangat mendukung) mewakili adanya permintaan yang tinggi terhadap langkah nyata dari pengambil kebijakan, yang dapat menjadikan Asia sebagai pemimpin global dalam dukungan untuk mengatasi polusi metana berbahaya.
Direktur Eksekutif YPBB, David Sutasurya, menekankan perlunya kebijakan nasional yang menangani metana dari sampah organik. Ia mengatakan bahwa meningkatnya kesadaran publik dan dukungan yang kuat untuk pengurangan metana harus mendorong perubahan sistemik di sektor persampahan di Indonesia.
“Temuan dari laporan ini seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan diri pemerintah untuk mengimplementasikan amanat nasional yang lebih kuat - terutama untuk pengumpulan sampah organik yang terpisah dari sumbernya dan pengolahan yang terdesentralisasi,” tambah David. "Tindakan-tindakan ini sangat penting seiring dengan rencana pemerintah untuk menutup 343 dari 550 tempat pembuangan akhir (TPA) di seluruh Indonesia. Momen ini juga menjadi kesempatan untuk mengintegrasikan target pengurangan metana yang ambisius-khususnya pada sampah organik-ke dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) berikutnya. Meningkatkan ambisi dan menunjukkan kepemimpinan Indonesia di tingkat global, sekaligus menandakan pentingnya pendanaan iklim untuk mendukung solusi lokal, terdesentralisasi dan demokratis, yang didukung oleh kelompok masyarakat dan sektor informal, menuju proses transisi yang adil dalam penutupan TPA."
“Sebagai lembaga filantropi iklim yang mendukung Indonesia mencapai emisi nol bersih yang ditopang dengan ekonomi berkeadilan dan regeneratif, kami memiliki kepedulian yang tinggi terhadap penanganan gas rumah kaca dan polutan sangat berbahaya (super pollutant) yang berkontribusi terhadap pemanasan global serta menyebabkan berbagai permasalahan perubahan iklim, termasuk di antaranya metana" terang Suzanty Sitorus, Direktur Eksekutif of ViriyaENB.
Mayoritas Masyarakat Indonesia Mendukung Aksi Penanganan Polusi Gas Metana
Lebih dari tiga perempat masyarakat Indonesia menyatakan dukungannya terhadap rencana aksi iklim – yang dikenal sebagai Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional atau “National Determined Contributions” – di mana di dalamnya tecakup secara spesifik target penurunan emisi gas metana. Ketika ditanya mengenai dukungan terhadap kebijakan mengatasi emisi gas metana di berbagai sektor ekonomi, masyarakat Indonesia menunjukkan antusiasme yang besar, dengan dukungan terhadap kebijakan di sektor energi bahkan melampaui dukungan terhadap penanganan polusi gas metana itu sendiri, meliputi:
● Aksi meminimalkan emisi gas metana pada sektor energi: 90% mendukung (52% sangat mendukung)
● Aksi meminimalkan emisi gas metana pada sektor pertanian: 88% mendukung (46% sangat mendukung)
● Aksi meminimalkan emisi gas metana pada sektor pengelolaan sampah: 89% mendukung (60% sangat mendukung)
Ketika digali lebih lanjut, masyarakat Indonesia menyebut perusahaan minyak dan gas, korporasi besar pengelolaan sampah, serta produsen besar produk pertanian sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan. Survei ini juga menyebut pemerintah nasional bersama dengan pemerintah daerah, lembaga internasional, serta perusahaan minyak dan gas sebagai pihak yang paling memiliki kemampuan untuk secara efektif meminimalkan dampak perubahan iklim.
Survei Internasional Mengungkap Tren Kuat dan Positif pada Dukungan Mitigasi Gas Metana
Secara global, survei ini diselenggarakan di 17 negara di 5 benua – Argentina, Botswana, Brasil, Kolombia, Mesir, Prancis, Jerman, Indonesia, Kazakhstan, Meksiko, Maroko, Oman, Pakistan, Filipina, Afrika Selatan, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Survei diselenggarakan secara daring untuk mengumpulkan data dari setidaknya 600 orang di tiap negara, dan menanyakan tiap responden pertanyaan terkait isu kunci, mulai dari pendapat terhadap perubahan iklim, kepedulian terhadap lingkungan dan dukungan terhadap aksi iklim, pengetahuan terkait emisi gas metana, serta dukungan terhadap kebijakan yang secara spesifik bertujuan untuk menurunkan emisi gas metana.
Secara keseluruhan, temuan survei mengungkapkan tren internasional yang kuat terhadap dukungan pengurangan emisi gas metana. Rata-rata, 82% masyarakat di 17 negara lokasi survei menunjukkan mendukung kebijakan dan aksi untuk menangani emisi gas metana. Di tengah ancaman perubahan kebijakan pada negara-negara penghasil emisi tinggi, dukungan yang kuat dan luas ini menunjukkan keberpihakan publik terhadap aksi iklim.
Sementara itu isu ekonomi yang merupakan prioritas nasional di seluruh negara ternyata paling parah dirasakan dampaknya oleh negara-negara Global Selatan. Negara-negara ini kemudian memiliki kecenderungan untuk menunjukkan dukungan yang kuat pada mitigasi gas metana. Sementara itu di negara Global Utara, tingkat dukungan untuk aksi iklim juga rendah, seirama dengan dampak krisis iklim terhadap kehidupan individu yang juga tergolong rendah.
Urgensi Penurunan Metana
Emisi gas metana menyumbang setengah dari pemanasan yang kita alami saat ini, menciptakan ancaman pada masyarakat global. Di tengah upaya pengambil kebijakan untuk merumuskan solusi menurunkan suhu planet bumi setelah dicapainya rekor suhu tertinggi dalam setahun, penurunan metana sampai 45% sangat penting untuk menurunkan suhu hingga 0,3 derajat celsius pada tahun 2040, menghidupkan harapan pada masa depan yang sehat dan pemenuhan terhadap komitmen iklim global.
Metana secara signifikan berpotensi menyumbang lebih besar gas rumah kaca dibanding karbon dioksida::
● 86 kali lebih besar dari CO₂ dalam 20 tahun
● 28 kali lebih besar dari CO₂ dalam 100 tahun
“Survei komprehensif ini, yang ditugaskan oleh Global Methane Hub dan dilakukan oleh Burson, menawarkan gambaran yang tak tertandingi mengenai sikap publik terhadap emisi metana dan perubahan iklim, membekali para pengambil keputusan dengan wawasan penting mengenai perspektif masyarakat mengenai upaya pengurangan metana,” ungkap Bob Torongo, Executive Vice President, Burson.
** Global Methane Hub, ViriyaENB, WRI-Indonesia dan WWF-Indonesia dapat dihubungi untuk wawancara. Untuk informasi lebih lanjut atau wawancara, silakan hubungi jerralyn.davis@berlinrosen.com **
Tentang Global Methane Hub
Global Methane Hub mengorganisir para filantropis, ahli, organisasi nirlaba, dan organisasi pemerintah untuk memastikan bahwa kita bersatu dalam sebuah strategi untuk memaksimalkan pengurangan metana. Kami telah mengumpulkan lebih dari $200 juta dalam bentuk dana gabungan dari lebih dari 20 filantropi iklim terbesar untuk mempercepat mitigasi metana di seluruh dunia. Kunjungi situs web kami untuk mempelajari lebih lanjut tentang organisasi yang mendukung komitmen ini.
Tentang ViriyaENB
Sebagai yayasan iklim pertama di Indonesia, Yayasan Visi Indonesia Raya Emisi Nol Bersih (ViriyaENB) memiliki visi untuk mewujudkan masyarakat yang beremisi nol bersih, ditopang oleh ekonomi yang berkeadilan dan regeneratif. Untuk mencapai emisi nol bersih pada pertengahan abad ini, kami berfokus pada sektor-sektor terkait energi, termasuk ketenagalistrikan, transportasi, industri, dan bangunan. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi viriyaenb.org dan ikuti ViriyaENB di LinkedIn dan Instagram.
Tentang Yayasan WWF Indonesia
Yayasan WWF Indonesia adalah organisasi masyarakat sipil berbadan hukum lokal dan memiliki jaringan global, didukung oleh lebih dari 100.000 pendukung. Misi kami adalah menghentikan degradasi lingkungan dan membangun masa depan di mana manusia hidup selaras dengan alam, dengan cara melestarikan keanekaragaman hayati dunia, memastikan penggunaan sumber daya alam terbarukan yang berkelanjutan, serta mendorong pengurangan polusi dan konsumsi yang berlebihan. Untuk informasi terbaru, kunjungi www.wwf.id dan ikuti kami di X @WWF_id | Instagram @wwf_id | Facebook WWF-Indonesia | Youtube WWF-Indonesia
Tentang YPBB
Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB) adalah organisasi nirlaba profesional berbasis di Bandung, Indonesia, yang berdedikasi untuk membantu masyarakat mencapai kualitas hidup yang tinggi bagi manusia melalui gaya hidup yang selaras dengan alam. Dikenal karena kepemimpinannya dalam gerakan zero waste, YPBB bekerja melalui pengorganisasian masyarakat, pendidikan, dan dukungan untuk infrastruktur dan inovasi kebijakan. YPBB merupakan anggota dari Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) dan Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI). Jelajahi lebih lanjut tentang program dan visi YPBB di situs web kami.
Metodologi Survei
Burson Data, Insights & Intelligence (sebelumnya BSG) melakukan jajak pendapat online selama 10 menit antara 14 Januari hingga 8 Februari 2024, yang diterjemahkan ke dalam 14 bahasa, di 17 negara di seluruh Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, Afrika, dan Asia.
Di setiap negara, tanggapan dikumpulkan dari orang-orang yang saat ini tinggal di negara tersebut yang berusia 18 tahun atau lebih dan memiliki akses internet. Bobot diterapkan pada usia, jenis kelamin, geografi, dan pendidikan untuk memastikan sampel yang terkumpul mewakili orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang memiliki akses internet di setiap negara.
Minimal 750 tanggapan dikumpulkan di 12 negara (Argentina, Brasil, Kolombia, Mesir, Prancis, Jerman, Indonesia, Meksiko, Filipina, Afrika Selatan, Amerika Serikat, dan Inggris), dengan margin kesalahan sekitar ±3,58%. Di 5 negara lainnya (Maroko, Oman, Botswana, Kazakhstan, dan Pakistan), minimal 600 tanggapan dikumpulkan, dengan margin kesalahan sekitar ±4,00%.
Catatan: Ketika angka “total studi” atau “keseluruhan” direferensikan, angka-angka tersebut mewakili 17 negara yang disurvei, dengan pembobotan berdasarkan jumlah populasi.