SMPN 25 SATU ATAP KAUR MENGENAL HARIMAU SUMATRA LEBIH DEKAT
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) adalah salah satu satwa penyeimbang ekosistem yang statusnya terancam punah (Critically Endangered) keberadaannya menurut data The IUCN Red List of Threatened Species 2015. Dalam ekosistem, Harimau Sumatera merupakan spesies payung. Spesies payung atau umbrella species adalah spesies yang memiliki daerah jelajah sangat luas sehingga bila habitat yang menjadi daerah jelajahnya terjaga dengan baik, satwa dan makhluk lain yang ada di dalamnya dapat terjaga dengan baik pula. Dalam hal ini, harimau juga berperan sebagai top predator rantai makan yang berfungsi mengontrol keberadaan satwa mangsa di bawahnya. Ketidakhadiran harimau akan mempengaruhi keseimbangan alam. Satwa-satwa mangsa yang berada di bawahnya dapat mengalami over-populasi yang mengakibatkan tidak seimbangnya jumlah satwa predator dan mangsa.
Satwa kharismatik ini populasinya terus menurun dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya, yaitu tingginya angka perburuan dan perdagangan satwa liar domestik maupun mancanegara. Di Bengkulu, ruang hidup Harimau Sumatera telah terkonversi sebagai kebun sawit, kopi dan karet yang berakibat berkurangnya area jelajah satwa ini. Berkurangnya ruang-ruang hidup satwa liar ini tentu berpotensi menimbulkan konflik bersama warga. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya keberadaan satwa asli Sumatera ini membuatnya menjadi korban sekaligus musuh bersama masyarakat sekitar yang hidup di kawasan hutan. Seperti kejadian konflik harimau dan manusia yang terjadi pada Desember lalu di Sumatera Selatan yang tersebar dalam pemberitaan regional maupun nasional, menggambarkan sosok harimau sebagai dalang dari konflik yang terjadi. Padahal, ketika ditelaah lebih jauh, marahnya harimau tersebut merupakan dampak dari kurangnya sumber pangan dan ruang untuk mereka tinggal yang kini telah berubah sebagai lahan perkebunan.
Berdasarkan buku Spatio – Temporal Patterns of Human Tigers Conflicts in Sumatra 2001 – 2016, ada 1065 kasus konflik harimau dan manusia di seluruh bagian Sumatera. Angka konflik terbesar ialah konflik harimau memangsa ternak warga dengan jumlah 376 kasus. Peringkat kedua adalah harimau yang masuk ke pemukiman warga, 375 kasus. Kasus manusia diserang secara langsung dan menyebabkan korban luka oleh harimau menempati peringkat ke tiga dengan jumlah 184 kasus. Sedangkan kasus harimau dijerat, diracun, ditembak dan kegiatan perburuan lainnya menduduki peringkat ke empat, yaitu 130 kasus.
Dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda terhadap pentingnya menjaga kelestarian hutan habitat Harimau Sumatera, pada 30 Januari 2020 WWF-Indonesia Program Sumatera Selatan mengajak SMP Negeri 25 Satu Atap Kaur untuk memahami pentingnya keberadaan Harimau Sumatera melalui kegiatan “Kenal Lebih Dekat Harimau Sumatera”.
SMP Negeri 25 Satu Atap Kaur merupakan salah sekolah yang berada di salah satu desa dampingan WWF-Indonesia terkait pelestarian Harimau Sumatera di Bengkulu yaitu desa Tri Jaya. Desa Tri Jaya terletak di Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, Bengkulu. Desa ini adalah salah satu desa penyangga (buffer zone) Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Keberadaannya sebagai desa penyangga inilah yang penting untuk dilihat, di mana konflik manusia dan satwa liar sering terjadi, serta lestarinya habitat satwa liar sangat terpengaruh oleh desa-desa ini.
Diawali dengan sambutan Kepala Desa Tri Jaya, Wahyudi, yang menyampaikan harapannya bahwa dengan adanya kegiatan ini generasi muda Tri Jaya dapat menerima pengetahuan lebih mengenai salah satu spesies payung penjaga ekosistem yang sangat dekat dengan kehidupan mereka, yaitu Harimau Sumatera yang mereka lebih kenal sebagai "Mbah Kumis". Acara ini selanjutnya dibuka oleh Pinasia Jelita, selaku guru perwakilan sekolah yang memiliki harapan sama seperti Kepala Desa Tri Jaya.
Kegiatan ini diikuti oleh 40 siswa yang terdiri dari semua siswa kelas 7, 8, dan 9. Antusiasme yang besar ditunjukkan oleh para siswa ketika mengikuti berbagai rangkaian acara. Dimulai dengan permainan, yang dilanjutkan dengan menonton video mengenai harimau, serta penyempaian mitigasi konflik manusia dan Harimau Sumatera. Semua siswa siswi terlihat sangat bersemangat dan mendengar dengan seksama ketika video diputar dan Fembry Ariyanto, Wildlife Conservation Specialist, memaparkan lebih jauh mengenai Harimau Sumatera dan mengapa kita perlu menjaga habitatnya.
Elisa, siswi SMP 25 Satu Atap Kaur menuturkan kesannya setelah menonton salah satu video kampanye Harimau Sumatera, “saya merasa sedih dan kasihan terhadap Harimau Sumatera. Kita harus menjaga mereka, agar jumlahnya bisa bertambah.” Senada dengan Elisa, Nurli, siswa yang saat ini duduk di kelas 9 juga ikut menanggapi video tersebut. Di hadapan teman-temannya ia berucap, “Hutan perlu dijaga kak. Jangan sampai Harimau Sumatera punah. Jangan sampai seperti Harimau Bali dan Jawa.”
Selain menonton, siswa/siswi juga diajak untuk menyuarakan pendapat mereka mengenai Harimau Sumatera melalui selembar poster kreatif. Siswa/siswi yang terdiri dari 40 orang ini dibagi menjadi 8 kelompok kecil. Semua saling berbaur dan bahu membahu membuat poster terbaik mereka. Menggores kertas-kertas putih tersebut dengan ajakan, himbauan, dan ilustrasi-ilustrasi menarik berkaitan dengan hutan dan harimau.
Pada akhir kegiatan, masing-masing kelompok memaparkan isi posternya serta pesan yang ingin mereka sampaikan. Salah satu kelompok siswa menggambarkan seekor harimau yang sedang beristirahat di habitatnya, yaitu hutan rimba, ditambah dengan tulisan “Lindungi Aku Wahai Manusia!”. Sebuah ekspresi kepedulian mereka terhadap keberlangsungan keberadaan satwa ini dalam sebuah karya kreatif.
Mendapat ruang untuk hidup merupakan hak bagi semua makhluk. Koeksistensi manusia bersama alam sangat diperlukan demi keberlangsungan hidup. Maka, perlunya kerja sama semua pihak untuk menjaga lestarinya hutan dan keberadaan satwa. Kerjasama dan kesadaran akan tanggung jawab berbagi ruang dan menjaga alam bukan hanya tanggung jawab beberapa pihak, melainkan semua pihak, termasuk generasi muda. Kesadaran dan pemahaman ini perlu dibangun sejak dini dan dimulai dengan langkah-langkah kecil yang berdampak nyata. Salah satunya adalah dengan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan yang meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak membeli barang dari bagian tubuh harimau sehingga perburuan harimau tidak berlanjut. Selain itu mengurangi penggunaan kertas dan tisu juga dapat menjadi langkah kecil untuk menjaga habitat Harimau Sumatera dari kerusakan, serta tentu saja dengan mendukung upaya dari lembaga seperti WWF untuk melestarikan Harimau Sumatera dengan menjadi bagian dari Sahabat Harimau. Mari bersama pastikan hutan lestari dan hidup kita terjaga. Sebab, menyelamatkan mereka artinya menyelamatkan kita.