SHAD: LANGKAH PENTING MENUJU STANDAR GLOBAL BUDIDAYA UDANG
Siaran Pers, 9 Maret 2010
Jakarta (09/03/10)- Forum Dialog Budidaya Udang (Shrimp Aquaculture Dialogue--ShAD) mulai Selasa ini menggelar pertemuan dua hari di Jakarta untuk mengumpulkan masukan publik atas rancangan dokumen standar budidaya udang yang baru saja selesai disusun.
Pertemuan ini merupakan bagian tahap pengumpulan komentar masyarakat (public comment) periode pertama yang secara resmi dimulai 1 Maret 2010. Masukan itu dibutuhkan untuk memastikan bahwa standar akhir yang disetujui mampu mengatasi dampak negatif budidaya udang terhadap lingkungan dan sosial.
“Keterlibatan Indonesia dalam forum Shrimp Aquaculture Dialogue ini sangat penting guna mewujudkan pencapaian target produksi yang telah ditetapkan melalui praktik-praktik budidaya berbasis lingkungan., ujar Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dr. Made L. Nurdjana saat membuka pertemuan tersebut.
Sebagai salah satu negara penghasil udang budidaya terbesar di dunia, Indonesia sangat berkepentingan terhadap standarisasi ini. Dengan kebijakan produksi maksimum yang ditargetkan pemerintah saat ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan target peningkatan sebesar 74,75%, dari 400.000 ton menjadi 699.000 ton untuk periode 2010-2014. Pemenuhan target ini akan dilakukan dengan penggalakan budidaya intensif untuk menghindari kerusakan lingkungan akibat kegiatan konversi hutan bakau untuk pertambakan.
Menurut Koordinator Program Akuakultur WWF-Indonesia Cut Desyana, Shrimp Aquaculture Dialogue adalah langkah penting bagi industri global budidaya udang, ""Negara-negara pengimpor udang Indonesia di Eropa dan Amerika sangat membutuhkan produk yang memenuhi kriteria lingkungan dan sosial. Shrimp Aquaculture Dialogue diharapkan menghasilkan standar lingkungan dan sosial yang ditunggu para pihak, baik pemerintah maupun pengusaha udang.”
Ditambahkannya, melalui standar ini, dampak penting budidaya udang dapat lebih terukur, sehingga udang Indonesia tidak hanya berkualitas baik namun juga memiliki dampak minimal terhadap lingkungan, keanekaragamanhayati, dan masyarakat sekitar.
Direktur Program Kelautan WWF-Indonesia Wawan Ridwan menegaskan komitmen WWF mengawal proses penyusunan standar ini, “WWF sangat serius mendorong proses menuju standarisasi ini mengingat pentingnya melindungi sumber daya alam kita yang sangat kaya sekaligus memenuhi kebutuhan meningkatkan pendapatan produksi perikanan budidaya. Oleh karena itu, merumuskan dan mengikuti standar adalah hal utama yang harus dilakukan agar seluruh produk Indonesia memiliki nilai ekonomi tertinggi di pasar dunia,” ujarnya.
Standar budidaya udang ini akan menjadi standar global pertama yang diciptakan melalui proses yang terbuka, transparan dan sesuai dengan panduan internasional penyusunan standar yang dikembangkan oleh International Social and Environmental Accreditation and Labeling Alliance-ISEAL. WWF yang mengkoordinasi keseluruhan Dialog Akuakultur, adalah satu-satunya anggota ISEAL yang bekerja untuk menciptakan standar-standar budidaya udang tersebut.
Masukan yang diterima selama 60 hari periode public comment akan digunakan oleh Komite Pengarah Global (Global Steering Committee) ShAD sebagai bahan revisi rancangan standar sebelum dipublikasikan kembali di periode public comment terakhir. Hasil final standar budidaya udang diharapkan dapat selesai pada akhir tahun ini.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Margareth Meutia, Corporate Campaigner, WWF-Indonesia Marine Programme, email: mmeutia@wwf.or.id, telepon: 08158812844
Catatan untuk Redaksi:
Pertemuan ShAD di Jakarta pada 9 dan 10 Maret 2010 ini merupakan pertemuan keenam sejak forum Dialog mengadakan pertemuan pertama pada tahun 2007. Sejak saat itu Komite Pengarah Global, yang menjadi inti forum Dialog ini telah berhasil menyusun standar dan kriteria yang dibutuhkan untuk mewujudkan praktik budidaya udang yang bertanggung jawab.
Komite Pengarah Global beranggotakan 16 orang dari berbagai unsur industri budidaya udang, yaitu pengusaha, asosiasi, masyarakat, akademisi, ilmuwan dan LSM.
Kriteria dan standar yang dihasilkan komite ini merupakan hasil keahlian dan pengalaman masing-masing anggota, selain hasil tanggapan lebih dari 400 peserta yang terlibat selama rangkaian pertemuan Dialog dilaksanakan. Pada proses penyusunan standar ini, Komite juga menyertakan masukan-masukan yang didapat melalui pelaksanaan pertemuan outreach ke produsen udang budidaya skala kecil, pemimpin-pemimpin industri dan kelompok-kelompok pemangku kepentingan lainnya. Melalui proses ini, Komite diharapkan menghasilkan standarisasi yang dapat mengatasi dampak negatif budidaya udang terhadap lingkungan dan sosial.
Standar yang disusun difokuskan pada dampak-dampak negatif budidaya udang terhadap lingkungan dan sosial, seperti penggunaan bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air, perusakan habitat sensitif untuk membuat tambak, penggunaan ikan hasil tangkap dalam jumlah besar sebagai pakan, dan konfik dengan komunitas sekitar terkait pengalihgunaan lahan dan air. Beberapa tambak udang di Indonesia saat ini sudah mulai mempraktikkan solusi permasalahan ini, namun masih banyak petambak, bahkan pengusaha budidaya udang di Indonesia yang belum mengetahui adanya solusi terhadap isu-isu tersebut.
Untuk mendapatkan informasi lengkap mengenai proses Dialog ini dan dokumen-dokumen terkait, silakan kunjungi:
http://www.worldwildlife.org/what/globalmarkets/aquaculture/dialogues-shrimp.html
Untuk menanggapi standar budidaya udang, silakan kunjungi:
www.worldwildlife.org/shrimpdialogue