SEMANGAT PESERTA BOGOR YOUTH FESTIVAL 2017 UNTUK LESTARIKAN DUYUNG
Oleh: Adella Adiningtyas (Marine and Fishery Campaign and Social Media Assistant)
Rasa ingin tahu tentang bagaimana WWF-Indonesia menggunakan teknologi untuk kebutuhan konservasi muncul di wajah peserta Bogor Youth Science Festival (BYSF) 2017. Menurut Sheyka Nugrahani Fadela, Marine Species Conservation Assistant WWF-Indonesia, keadaan lapang saat ini membutuhkan teknologi modern untuk menyelamatkan satwa liar yang terancam punah. “Alat-alat yang saya bawa hari ini kami gunakan untuk memantau satwa liar di laut, seperti hiu, penyu hingga duyung”, tambah Sheyka.
Bersama dengan 25 peserta yang hadir di talkshow BYSF 2017 pada 11 Agustus kemarin, WWF-Indonesia mengenalkan salah satu jenis mamalia laut yang dilindungi di Indonesia, yaitu Duyung (Dugong dugon). Untuk bisa mengamati aktivitas mamalia laut yang dikenal pemalu itu setiap harinya tentu dibutuhkan alat bantu teknologi agar mempermudah proses penelitian di lapang, seperti drone, yaitu alat berupa kendaraan udara yang dioperasikan tanpa awak. Survei duyung menggunakan drone sudah dilakukan sejak tahun lalu di Alor. “Tim survei WWF-Indonesia mendapatkan data penting dari hasil survei duyung tahun lalu di Alor dimana duyung tertangkap kamera drone melakukan interaksi dengan penyu hijau yang sedang berenang”, jelas Sheyka saat video ingteraksi duyung dan penyu hijau diputar.
Selama talkshow berlangsung Sheyka mengajak peserta untuk aktif bicara mengenai manfaat teknologi untuk pelestarian duyung dan satwa liar laut lainnya di Indonesia. Beberapa di antara mereka ternyata sudah tahu alasan dibalik ancaman punah yang mengintai duyung saat ini. Menurut Fadli, salah seorang peserta yang hadir, populasi duyung yang tidak diketahui jumlahnya menjadi kunci penting perlunya duyung dilestarikan. Hal ini pun dibenarkan oleh Sheyka yang pernah terlibat dalam proses tindak lanjut dari hasil survei dugong di Alor, serta sudah beberapa kali melakukan survei mamalia laut secara umum bersama peneliti dari berbagai instansi.
Selain drone, alat teknologi yang biasa digunakan tim WWF-Indonesia di lapang untuk mengamati duyung ialah binokuler, kamera, Global Positioning System (GPS) hingga beberapa alat perekam suara bawah air (hidrofon) untuk analisis bioakustik. Untuk mengamati atau melakukan penelitan mengenai duyung juga dibutuhkan orang yang memahami pemetaan agar persebaran duyung bisa diamati. Data dan informasi terkait duyung dan padang lamun sangat dibutuhkan untuk mendukung implementasi dan penegakan kebijakan terkait pengelolaan dan perlindungan kedua biota laut, sehingga tepat sasaran. WWF-Indonesia menggunakan survei udara, survei akustik serta analisis data Sistem Informasi Geografis (GIS) maupun manajemen database untuk memantau keberadaan duyung di perairan Indonesia.
Di akhir talkshow, Sheyka menjelaskan bahwa tingginya aktivitas manusia, baik di darat maupun di laut, masih mengancam populasi duyung di Indonesia. Sampai saat ini, masih ada masyarakat yang memanfaatkan duyung secara langsung untuk dikonsumsi atau dipelihara, padahal duyung telah dilindungi secara penuh oleh pemerintah. Secara pribadi Sheyka utarakan harapannya bahwa para peserta BYSF 2017 dapat menjadi lebih peduli dengan duyung setelah mengetahui fakta tersebut. Dengan begitu, bersama-sama dengan kemajuan teknologi yang terus dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya, duyung dan ekosistem laut secara keseluruhan pun dapat terus terjaga.