SECERCAH HARAPAN DARI TANAH SUOH (JOURNALIST TRIP)
Oleh: Hijrah Nasir
Sore itu, saya dan rombongan jurnalis menyusuri jalanan berbatu di salah satu desa terpencil yang ada di Kabupaten Lampung Barat ini. Perjalanan panjang dengan hamparan gunung di kiri kanan menjadi pemandangan indah yang menemani perjalanan kami. Namun sayang, pesatnya pembukaan lahan hutan untuk perkebunan kopi, cokelat, dan lada di daerah ini berdampak terhadap menurunnya fungsi hutan sebagai pencegah erosi, terlebih lagi di daerah dengan tingkat kemiringan lereng yang cukup besar. Sangat disayangkan praktek konversi hutan untuk lahan perkebunan secara illegal semakin bertambah besar di dalam kawasan hutan lindung yang kami lewati.
Perjalanan kami kali ini adalah dalam rangka mengenalkan potensi Suoh kepada para jurnalis dari sejumlah media massa lokal dan nasional. Kegiatan yang diadakan oleh Rumah Kolaborasi bekerjasama dengan WWF Indonesia pada tanggal 11-12 Desember 2016 ini bertujuan untuk melihat secara langsung kondisi masyarakat Suoh serta potensi panas bumi, potensi ekonomi, dan wisata yang belum dikelola dengan baik. Selain itu, kami juga berkesempatan untuk melihat dari dekat kegiatan Sekolah Lapang padi organik yang dinisiasi oleh WWF di desa ini.
Sore itu, Sugihartono menjelaskan dengan antusias program sekolah lapang yang ia ikuti 5 tahun yang lalu. Program yang dicanangkan oleh WWF untuk mendampingi petani melakukan praktik pertanian berkelanjutan ini kini telah menghasilkan 1.730 peserta yang tersebar di 23 desa di Lampung.
Setelah menyelesaikan sekolah lapang kakao di tahun 2011, Sugihartono akhirnya menerapkan pola pertanian yang dipelajarinya di sekolah lapang kakao pada pertanian padi organik. Didampingi oleh WWF, kini sekolah lapang padi organik di desanya telah berhasil mengadakan 3 kali sekolah lapang dengan jumlah peserta mencapai 100 orang yang tersebar di Kecamatan Suoh dan Sumber Rejo.
Sugihartono kini telah menjadi fasilitator untuk pelatihan sekolah lapang bagi masyarakat petani di desanya. Petani belajar dan melakukan riset sendiri tentang cara mengolah lahan secara berkelanjutan, termasuk nutrisi tanaman, rantai makanan, serta cara mengendalikan hama dan penyakit tanaman tanpa menggunakan pestisida dan bahan kimia lainnya. Berbekal pengetahuan tersebut, petani Suoh kini perlahan tapi pasti mulai beralih menanam padi organik.
Dengan menanam padi organik, petani dapat menekan biaya produksi hingga 1 juta rupiah untuk dua kali musim tanam per hektar, yang dulunya bisa mencapai 7 – 8 juta per hektar per musim untuk padi non-organik. Beras organik juga dihargai lebih mahal daripada beras non-organik. Selain itu, permintaan akan beras organik juga cukup tinggi, meski terkadang kelompok tidak bisa memenuhi permintaan karena masih rendahnya produksi. Ke depannya mereka akan mendaftarkan sertifikasi untuk produk beras organik mereka.
Setelah berdiskusi cukup panjang dengan para petani yang ikut sekolah lapang, kami beranjak menuju Keramikan, salah satu tempat wisata di daerah ini yang belum terkelola dengan baik. Keramikan sendiri adalah dataran yang berasal dari cairan dan pasir sulfur dari sumber panas Suoh yang mengeras dan berdekatan dengan sumber air panas dengan wilayah yang masuk ke dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Buruknya infrastruktur dan belum adanya kejelasan tentang pengelolaan tempat ini dari pihak Taman Nasional BBS, menyembunyikan potensi tempat ini yang sejatinya bisa memberikan manfaat bagi masyarakat Suoh. Padahal wisata Suoh ini bisa untuk pemanfaatan langsung potensi panas bumi sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi.
Bukan itu saja, keunikan tempat ini terlihat dari banyaknya potensi wisata lain, misalnya keberadaan 4 danau besar, yaitu danau Minyak, danau Lebar, danau Asam, dan danau Belibis yang keindahannya dapat dinikmati dari atas bukit. Namun sayang keindahan tempat terpencil ini belum bisa memberikan manfaat banyak bagi masyarakat sekitar. Bahkan baru beberapa tahun terakhir masyarakat bisa menikmati listrik dengan memanfaatkan panel surya dan dari pembangkit listrik tenaga air yang mereka upayakan secara swadaya.
Kegiatan yang menggandeng para jurnalis dari media cetak dan online seperti KOMPAS, Radar Lampung, Lampung Pos, Teras Lampung, dan Antara ini diharapkan dapat membantu memperkenalkan potensi Suoh dan menyerap informasi aktual dari masyarakat Suoh dengan segala dinamika dan permasalahannya. Karena melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan TNBBS ini, maka harapan akan tujuan konservasi dapat dimaksimalkan.