RESTORASI BERBASIS WANATANI: MENDAMBAKAN KELESTARIAN TNBK DAN TNDS
Oleh Markus Lasah
PUTUSSIBAU (11/7)-WWF-Indonesia saat ini sedang giat-giatnya mengembangkan sistem agroforestry (wanatani) sebagai solusi untuk memperbaiki kawasan koridor Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) di Kalimantan Barat. Sistem ini dinilai sesuai karena memadukan sistem produksi pertanian dan ekosistem hutan secara seimbang.
Agroforest adalah hutan buatan yang didominasi tanaman serbaguna yang dibangun dan berada di lahan pertanian. Studi lapangan WWF-Indonesia dan ICRAF (Maret 2010) membuktikan sistem ini sangat cocok diterapkan di koridor TNBK-TNDS. Agroforest juga berisi paduan herba dan pepohonan serta berupaya untuk menempatkan secara seimbang komponen dan struktur pertanian masyarakat dan hutan di sekitar mereka. Dilihat dari jauh, agroforest tampak lebih teratur ketimbang hutan alam primer. Diamati dari dekat, ia berisi campuran pepohonan, rerumputan, dan aneka tumbuhan lain: mulai dari pohon karet, cempedak, gaharu, durian, asam, belian, dan tanaman buah lainnya.
Hingga tahun 2005-2012, WWF-Indonesia telah menggiatkan upaya restorasi berbasis wanatani di enam desa yakni Desa Mensiau, Labian Ira’ang, Labian, Sungai Ajung, Sungai Abau, dan Melemba yang keseluruhannya terletak di Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. Selama rentang waktu 7 tahun tersebut, luasan lahan yang dipetakan oleh kelompok mencapai 356,347 Ha dan lahan yang sudah ditanami seluas 266.438 Ha. Jumlah bibit yang sudah ditanami kelompok dampingan sebanyak 85.909 batang. Kegiatan restorasi ini melibatkan 206 KK, dengan berbagai macam kegiatan penanaman yang dilakukan seperti: menanam pohon karet unggul, karet lokal (Landbouw), gaharu, belian dan meranti serta pohon buah lainnya.
Selain melakukan kegiatan penanaman, pemberdayaan masyarakat dampingan di koridor ini meliputi beberapa program dampingan lainnya seperti pertanian organik, kerajinan tangan, budi daya perikanan, dan pengembangan energi terbarukan. Program tersebut diwujudkan melalui peningkatan kapasitas kelompok untuk okulasi karet, pembuatan pupuk organik, tungku hemat energi, dan pengembangan produk kerajinan tangan. Kegiatan restorasi ini tidak hanya menitikberatkan pada masyarakat dampingan, akan tetapi juga diadopsi dalam kurikulum muatan lokal SMP Negeri 1 Kecamatan batang lupar tahun 2008, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan-barat.
Sebagai langkah awal implementasi serangkaian kegiatan restorasi tersebut, WWF-Indonesia membuat perjanjian melalui kontrak konservasi dengan kelompok masyarakat di desa dampingan itu. Kontrak konservasi ini bertujuan untuk memastikan komitmen dan kewajiban para pihak serta kompensasi yang jelas dalam kerjasama tersebut.