RANGER, SOSOK TANGGUH PENJAGA KEKAYAAN ALAM
Oleh: Natalia Trita Agnika
Tuhan menganugerahi manusia dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Mulai dari hutan lebat yang menjadi rumah bagi beraneka satwa hingga lautan luas yang didiami oleh ribuan biota laut. Kita mendapatkan manfaat yang begitu besar dari sumber daya alam tersebut.
Layaknya harta yang sangat bernilai, hutan dan laut butuh djaga. Dan, hal tersebut tidaklah mudah. Dibutuhkan sosok tangguh yang rela melewati medan sulit dan jauh dari permukiman masyarakat. Tak jarang, penjaga kawasan yang menyimpan kekayaan alam tersebut harus berhadapan langsung dengan marabahaya; baik yang disebabkan oleh alam maupun ulah manusia.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengangkat Polisi Hutan--dikenal juga sebagai “ranger”—pelaksana aktivitas perlindungan dan pengamanan hutan, yang meliputi kawasan hutan, hasil hutan, tumbuhan, dan satwa liar di dalamnya. Ranger hutan dapat melakukan berbagai tugas, mulai dari pencegahan, penyadartahuan, pembinaan, penyuluhan, hingga menghentikan tindak pidana kehutanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Sedangkan untuk menjaga kawasan laut, Polair (Polisi Air) dan Jagawana Taman Nasional Laut memiliki wewenang untuk mengawasi kawasan perairan di Indonesia.
Selain dari aparat pemerintah, lembaga konservasi seperti WWF juga memiliki ranger yang merujuk pada individu yang secara profesional terlibat dalam upaya perlindungan dan pengawasan area taman nasional. Tugas mereka antara lain berpatroli, mengawasi kehidupan satwa liar, melawan perburuan liar, bekerja sama dengan masyarakat lokal, memadamkan kebakaran hutan, dan membantu pariwisata.
Patroli
Salah satu tugas paling penting dari seorang ranger adalah berpatroli. Jarak dan jenis patrolinya pun bergantung pada area pengawasan. Namun, rata-rata ranger WWF melakukan patroli sejauh 10-15 kilometer per hari (sumber: tigers.panda.org). Ada dua jenis patroli yang dilakukan oleh ranger WWF; patroli harian dan patroli jarak jauh. Bila area yang harus diawasi sangat luas dan jumlah ranger sedikit, mereka harus berpatroli selama 5-7 hari.
Pengawasan
Keberadaan ranger dapat diibaratkan sebagai mata dan telinga dalam mengawasi apa yang ada di hutan dan laut. Sejumlah ranger dilengkapi dengan kamera untuk memotret. Informasi yang dikumpulkan oleh ranger dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya dalam upaya konservasi.
Melawan Kejahatan
Ketika melakukan patroli, tak jarang ranger menemukan aksi kejahatan seperti perburuan liar, illegal logging, dan perusakan habitat. Para ranger akan mengumpulkan atau merekam barang bukti untuk diserahkan ke pihak berwenang. Yang tak kalah penting, mereka juga akan menyingkirkan jebakan dan perangkap yang dipasang oleh para pemburu liar sehingga satwa yang dilindungi dapat terselamatkan.
Karena sumber daya alam merupakan milik bersama, masyarakat pun diminta untuk mengawasi dan menjaganya. Melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), pengawasan pemanfaatan sumber daya alam dapat dilakukan oleh masyarakat. Berbeda dengan Polhut dan Polair, Pokmaswas tak memiliki kewenangan untuk menindak para pelaku tindak kejahatan. Namun, kelompok inilah yang menjadi ujung tombak dari pengawasan pemanfaatan sumber daya alam, terlebih dengan terbatasnya jumlah personel ranger untuk mengawasi kawasan yang sangat luas.
Pokmaswas muncul dari kalangan masyarakat yang sudah ‘gerah’ dengan ulah oknum tak bertanggung jawab yang merusak sumber daya alam. Mereka tergerak hatinya untuk mengawasi dan menjaga kelestarian alam.
Bagaimana dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan? Masyarakat urban yang tergerak hatinya untuk ikut mengawasi, menjaga, dan melestarikan hutan serta laut dapat turut terlibat dalam upaya konservasi. Salah satunya, dengan menjadi WWF Warrior. Mari, bantu para ranger menjaga sumber daya alam kita!