PERINGATAN HAKI 2013 “100% LAWAN KORUPSI!”
Jakarta (8/12) – Tiap 9 Desember, masyarakat dunia memperingati Hari Anti Korupsi Internasional (HAKI). Di Indonesia, momentum HAKI tidak lagi hanya bersifat seremonial, tetapi telah berkembang menjadi pelibatan masyarakat secara luas dalam berbagai kegiatan yang bertujuan memperluas penyadaran dan perlawanan terhadap korupsi.
Pada HAKI tahun ini, Koalisi Peringatan Hari Anti Korupsi yang terdiri dari TI Indonesia, WWF-Indonesia, WALHI, Komunitas Pemuda Anti Korupsi (KOMPAK), Komunitas Seni SERRUM, Komunitas Integritas UNILA, dan Gerakan Pemuda Anti Korupsi (GEPAK) mengadakan kegiatan kampanye publik bersama memperingati HAKI. Koalisi ini muncul dari adanya kesadaran bersama bahwa persoalan korupsi bukan saja tugas KPK, penegak hukum atau penggiat antikorupsi saja. Tetapi masyarakat umum seperti, para seniman, budayawan, mahasiswa, anak muda, dan komunitas kreatif juga memiliki keprihatinan serupa bahwa korupsi adalah musuh bersama dan melawan korupsi bisa dengan berbagai cara.
Hasil Indeks Persepsi Korupsi 2013 yang dikeluarkan oleh Transparency International tanggal 3 Desember 2013 lalu, Indonesia menduduki peringkat 114 dari 177 negara dalam Indeks tersebut dengan skor 32. Diantara negara-negara ASEAN, posisi Indonesia masih dibawah Singapura, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Walaupun naik dari peringkat tahun 2012, skor yang masih di bawah 50 mencerminkan masih lazimnya penyaki korupsi terjadi di Indonesia, baik disektor pendidikan, kesehatan, pangan hingga pada sektor pengelolaan sumber daya alam. Praktek korupsi di sektor pengelolaan sumber daya alam tidak banyak diketahui oleh publik. Sehingga diperlukan sarana kampanye yang berbasiskan kepada masyarakat secara luas.
Korupsi juga telah lama menjadi inti permasalahan di sektor pengelolaan sumber daya alam, terutama sektor kehutanan. Modus Penyuapan disinyalir menjadi modus terbesar dalam praktek pengurusan izin kegiatan kehutanan dan kegiatan lain yang menggunakan kawasan hutan. Praktek-praktek ilegal menyangkut tata perijinan pengelolaan hutan dan lahan yang selama ini marak di lapangan tidak pernah terekspos secara utuh di media, padahal itulah penyebab utama degradasi hutan dan sumber daya alam di Indonesia dan seharusnya menjadi perhatian utama para penegak hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
Data dari Human Right Watch, dalam kurun waktu 2007 – 2011 Indonesia mengalami kehilangan pendapatan dari sektor kehutanan sebesar 7 milyar US dollar akibat lemahnya tata kelola kehutanan.
Peranan kelompok masyarakat sipil dan media dalam proses pengawasan praktek-praktek usaha kehutanan yang sarat korupsi dan pencucian uang harus dimaksimalkan agar kasus-kasus korupsi yang terpendam di daerah dapat diangkat dan memberikan efek jera bagi pelaku. Dengan berfungsinya peran tersebut maka secara tidak langsung dapat mengurangi potensi kerugian negara dari pendapatan sektor kehutanan.
Fathi Hanif, Program Koordinator SIAP II mengatakan, “Saat ini ada kebutuhan mendesak agar masyarakat ikut berperan serta melaporkan, mencegah dan mengawasi praktek-praktek kejahatan korupsi dibidang kehutanan. Peran serta masyarakat diharapkan mampu mendorong efektivitas upaya pencegahan kejahatan korupsi dibidang kehutanan sehingga dapat cepat ditindak”.
Kampanye publik ini terselenggara atas dukungan USAID/SIAP II.
Kontak Media:
Dyah Ekarini, WWF-Indonesia, drini@wwf.or.id, +62 813 85455229
Agus Sarwono, TI-Indonesia, asarwono@ti.or.id, +62 812 6992667
Catatan untuk Editor:
- Indeks Persepsi Korupsi yang dikeluarkan oleh Transparency International dapat dilihat melalui tautan berikut bit.ly/198GyXN.
- FOTO-foto resolusi tinggi acara peringatan Hari Anti Korupsi Internasional, dapat diunduh melalui tautan bit.ly/1bPGiPw, dan dapat digunakan dengan cantumkan copyright ©WWF-Indonesia/SIAP II.
- SIAP II adalah singkatan dari Strengthening Integrity and Accountability Program yang merupakan sebuah program yang bertujuan memperkuat integritas dan akuntabilitas dalam pengelolaan hutan yang lestari dan bebas dari praktek-praktek korupsi. berjangka waktu 2 tahun yang didukung oleh USAID. Program ini dijalankan oleh sebuah konsorsium yang terdiri dari WWF-Indonesia, Indonesia Working Group on Forest Finance (IWGFF) dan Transparency International Indonesia (TII). Info lebih lanjut, silakan klik www.hutankita.org.