PERIKANAN BERKELANJUTAN BUTUH DUKUNGAN DATA AKURAT
Ketua Komisi Nasional Pengkajian Stok Ikan (Komnas Kajiskan), Dr. Purwito Martosubroto, menyampaikan perlunya data dan informasi yang ada (the best scientific data and information availability) agar gambaran mengenai tingkat eksploitasi sumberdaya ikan Indonesia dapat diilustrasikan dengan baik untuk mendukung pengelolaan perikanan. Menyiasati keterbatasan data yang ada, Komnas Kajiskan membuat profil kondisi stok dan tingkat eksploitasi jenis perikanan pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 45 tahun 2011 dalam bentuk kelompok besar jenis perikanan (misal, udang, demersal, pelagis kecil) yang statusnya disampaikan berupa dalam bentuk ""traffic light"" (ilustrasi hijau, kuning, dan merah) untuk memberikan informasi kepada pengambil kebijakan dimana saat ini hampir duapertiga status eksploitasinya berada pada warna kuning (fully exploited) dan merah (over exploited).
Kebijakan perikanan tangkap Indonesia selama ini mengacu pada konsep Maximum Sustainable Yield (MSY) atau “tangkapan maksimum lestari” yang dikembangkan Schaefer pada tahun 1950-an dengan menggunakan metode analisis effort data atau “upaya dengan hasil tangkap”, namun kajian terbaru menunjukkan bahwa konsep MSY sudah dibuktikan tidak efektif sebagai alat pengelolaan perikanan, tidak saja di Indonesia, tetapi juga pada berbagai perikanan di dunia (Mous dkk, 2005). Khusus untuk Indonesia dengan karakteristik perikanan tangkap ‘multi-alat’ dan ‘multi-spesies’, pengumpulan data dengan metode ini membutuhkan sampel yang sangat luas dan waktu yang lama, membutuhkan sumberdaya manusia yang tidak sedikit. Hampir tidak mungkin, atau paling tidak, sangat mahal dalam mendapatkan data yang memenuhi kualitas dan bisa digunakan untuk menduga MSY tersebut (Widodo, Wiadnyana & Nugroho, 2003).
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, maka informasi stok perikanan hanya bisa ditampilkan sebagaimana yang direkomendasikan oleh Komnas Kajiskan sesuai keputusan tersebut di atas. Sayangnya gambaran yang dihasilkan tersebut belum cukup akurat dalam memberikan informasi mengenai berapa stok dan berapa jumlah yang bisa dimanfaatkan sesuai dengan kategori masing-masing spesies ikan untuk memastikan kelestarian jenis-jenis tersebut. Pada saat yang bersamaan, meskipun tidak ada data ilmiah yang kuat untuk mendukung pengelolaan perikanan, pemerintah tetap mengijinkan penambahan jumlah armada tangkap. Penambahan ini tentu saja membahayakan stok ikan di alam yang sebagian besar sudah berada pada kondisi fully exploited dan over exploited.
Untuk memastikan stok ikan di alam tidak habis dan dapat berkontribusi untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia, pembuatan jumlah tangkap yang diperbolehkan berdasarkan jenis ikan perlu segera diterapkan. Kekurangan data statistik perikanan yang akurat dan bisa digunakan sebagai dasar pembuatan kebijakan sebagaimana diharapkan pada metode MSY, tidak dapat dijadikan alasan untuk mengabaikan penetapan jumlah tangkap yang diperbolehkan sesuai dengan jenis ikan yang ada. Saat ini cukup banyak metode yang dibangun oleh para ilmuwan di bidang perikanan yang diadaptasi khusus untuk digunakan pada perikanan dengan data terbatas misalnya extrapolation method, life-history vulnerability analysis, dan sequential trend analysis (population or length-based index, per-recruit, environmental proxies), sebagai penyuplai informasi mengenai berapa stok ikan dan berapa jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan.
Gambaran yang dihasilkan dari analisa perikanan dengan data terbatas ini, memberikan informasi awal untuk pengelolaan perikanan. Sembari melakukan pengumpulan data perikanan dengan metode yang lebih baik, hasil analisis dari perikanan dengan data terbatas harus diperkuat dengan pendekatan kehati-hatian dan digunakan sebagai dasar membuat pengaturan jumlah tangkapan untuk perikanan berbasis jenis. Pengaturan penangkapan berdasarkan jenis ikan sangat penting, mengingat setiap ikan memiliki karakteristik biologi (umur, tingkat matang gonad, kemampuan reproduksi) yang berbeda dan membutuhkan penanganan yang spesifik untuk masing-masing ikan. Cara ini dilakukan untuk memastikan agar ikan di perairan Indonesia dapat dikelola dan ditangkap secara berkelanjutan.
Abdullah Habibi, Koordinator Perikanan Tangkap, Program Kelautan & Perikanan WWF-Indonesia, ahabibi@wwf.or.id