PERDAGANGAN SATWA LIAR ILEGAL: DARI PASAR HINGGA GAWAI
Asia merupakan pusat perdagangan berbagai satwa liar yang dilindungi secara global dan sumber, titik transit, serta pasar untuk menjual satwa langka. Menurut Badan Penegakan Hukum Internasional, kejahatan ini menduduki peringkat keempat dalam peringkat kejahatan terorganisir transnasional. Diikuti oleh perdagangan narkotika, perdagangan manusia, dan perdagangan senjata.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam buku “Potret Perdagangan Satwa Liar di Indonesia (2016)” yang ditulis oleh Arief Santosa menyatakan bahwa peredaran uang untuk perdagangan ilegal satwa liar di pasar gelap diperkirakan mencapai nilai 7,8 hingga 19 miliar dollar Amerika per tahun. Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menyatakan nilai kerugian negara akibat kejahatan ini mencapai lebih dari sembilan triliun per tahun (PHKA, 2009). Bisnis bernilai jutaan dolar ini mengancam hidup satwa seperti harimau, gajah, badak, dan satwa lain yang memiliki fungsi penting bagi ekosistem.
Penyebab utama maraknya perdagangan satwa dilindungi adalah tingginya permintaan masyarakat, baik satwa yang masih hidup maupun bagian tubuh yang sudah dipotong-potong. Tidak dapat dipungkiri bahwa kepercayaan untuk memiliki hewan liar, memakan bagian tubuhnya, atau menjadikannya pajangan, masih dianggap sebagai kebanggaan pribadi dan bagian dari gaya hidup kaum borjuis. Masih terdapat kepercayaan bahwa bagian tubuh hewan liar dipercaya sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, meski belum terbukti secara ilmiah.
Jika dulu perdagangan ilegal satwa dilindungi dilakukan secara terbuka di pasar tradisional, kini transaksi ilegal lebih banyak dilakukan melalui jejaring media sosial. Cara ini dipilih karena jauh lebih ekonomis dan memiliki resiko yang lebih rendah. Kejahatan ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan low risk-high value, yang artinya kurang berisiko bagi pelakunya tetapi tetap bisa sangat menguntungkan. Kemudahan mengunggah dan mengakses situs daring serta memalsukan identitas pedagang membuat perdagangan satwa di situs daring sulit dihentikan. Bisnis perdagangan ilegal satwa liar semakin meningkat karena komunitas yang hobi memelihara hewan semakin berkembang, sehingga semakin memudahkan transaksi ilegal satwa langka di dalam komunitas ini.
Dilansir mongabay.co.id, data WWF-Indonesia tahun 2015 mencatat, selama 10 tahun terakhir di Sumatera, setidaknya terdapat delapan ton gading gajah, 100 ekor orangutan, 2.000 lemur, 2.000 trenggiling, dan satu juta telur penyu diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Sepanjang tahun 2017 sendiri, telah teridentifikasi 2.500 iklan di Facebook, 2.207 iklan di Instagram, dan 195 iklan di pasar elektronik yang menjual satwa liar, baik yang masih hidup maupun bagian tubuhnya.
Perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi diibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana jumlah dan nilai asli kejahatan ini bisa jauh lebih banyak dari jumlah yang tercatat selama ini. Para pelakunya berkamuflase namun sangat terorganisasi dengan melibatkan jaringan mafia internasional, sehingga sulit untuk memastikan kerugian yang sebenarnya diakibatkan oleh praktik perdagangan ilegal ini.
Ada banyak pihak yang terlibat dalam jaringan perdagangan satwa liar ilegal, mulai dari pemburu, pengepul, distributor, manufaktur (untuk produk dari bagian tubuh satwa), pemasaran, hingga bisnis ekspor dan eceran. Salah satu organisasi pengawas perdagangan satwa liar, TRAFFIC menyebutkan bahwa masih banyak dari kita secara sadar atau tidak terlibat dalam kejahatan perdagangan ilegal satwa liar dengan berbagai cara. Baik sekedar membantu proses perdagangan, menjadi konsumen, dan tidak melakukan apa pun untuk menemukan praktik kejahatan ini. Untuk itu perlu disadari bahwa perdagangan ilegal satwa liar ini merupakan tindak pidana dan harus segera dihentikan.
Anda dapat memulainya dengan tidak mengkonsumsi apapun yang berasal dari satwa liar yang dilindungi, tidak memiliki hewan liar, tidak menggunakan bagian tubuhnya sebagai koleksi atau pajangan, dan melakukan hal lain yang serupa. Selain itu, Anda juga dapat melaporkannya langsung melalui aplikasi bernama “E-Pelaporan Satwa Dilindungi” yang dapat diunduh di Play Store. Mari kita putus rantai kejahatan ini dan selamatkan alam dari ancaman kepunahan.