PELEPASLIARAN PENYU DI KEI KECIL TIMUR: DARI INFORMASI, JADI AKSI KONSERVASI
Masyarakat pesisir Kei Kecil Timur, Maluku Tenggara bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku Resort Tual kembali melepasliarkan 3 individu penyu. Ketiganya adalah 2 individu penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan 1 individu penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu-penyu tersebut sebelumnya dipelihara oleh warga di Kafe Lornidik Desa/Ohoi Disuk, Kec. Kei Kecil Timur, Maluku Tenggara.
Informasi pemeliharaan penyu ini, didapat dari laporan warga terkait adanya pemeliharaan terhadap spesies dilindungi. Laporan kemudian ditindaklanjuti oleh BKSDA dengan mengecek langsung lokasi (5/6). Ternyata, informasi yang diterima benar adanya. Dari informasi menjadi aksi, itulah tindak lanjut dengan pelepasliaran.
Yuventus Jaftoran (54 th) selaku pemilik kafe menyatakan tidak memahami bahwa penyu adalah hewan dilindungi. Pria paruh baya yang sehari-hari masih mengandalkan laut sebagai mata pencaharian utamanya mengatakan sangat senang hati dan mendukung upaya pelepasliaran yang dilakukan oleh BKSDA Maluku.
Ia mengaku penyu yang dipelihara bukan sengaja dicari untuk dikonsumsi ataupun dijual, hanya saja seminggu yang lalu penyu-penyu tersebut terjebak dalam alat tangkap ikan sero miliknya kemudian ia pindahkan ke keramba ikan. “Masyarakat di Maluku Tenggara, di Kei ini, semoga lebih banyak lagi yang sadar seperti yang saya rasakan ini, supaya ke depan itu jangan berbuat lagi. Kita perlu semua itu menjaga kelestarian laut kita ini,” ujar Yuventus saat penyu dibawa untuk dilepasliaran.
“Kita mengharapkan Bapak Yuventus bisa menyampaikan juga pada basudara keluarga yang lain sehingga dapat mengikuti apa yang dibuat,” ucap Justinus P. Yoppi Jamlean, Kepala Resort BKSDA Tual. “Apresiasi kami untuk Bapak Yuventus atas pelepasliaran penyu ini, yang menunjukkan bahwa beliau turut mendukung upaya pemerintah untuk melestarikan salah satu biota laut yang dilindungi,” lanjutnya.
Hal ini sebagaimana yang sudah diamanatkan Undang-Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan pelanggaran akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Seperti sebelumnya, pelepasliaran dilakukan dengan mengambil data morfometri terhadap penyu-penyu tersebut dengan mengukur panjang lengkung karapas atau Curved Carapace Length (CCL) dan lebar lengkung karapas atau Curved Carapace Width (CCW). Hasil pengukuran setiap indvidu: penyu sisik (1) CCL 34 cm dan CCW 30,5 cm, (2) CCL 36 cm dan CCW 32 cm, sedangkan pada penyu hijau (3) CCL 48 cm, CCW 47 cm, kesemua penyu yang dilepas adalah penyu betina.
Penyu-penyu tersebut oleh BKSDA Maluku kemudian dibawa dan dilepasliarkan di perairan Pulau Ohoiwa, di pesisir barat Pulau Kei Kecil bersama Dinas Perikanan Kab. Maluku Tenggata, Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Ambon Wilayah Kerja Tual, RRI Tual dan WWF Indonesia - Inner Banda Arc Subseascape. Pulau Ohoiwa dipilih menjadi lokasi pelepasliaran karena merupakan kawasan konservasi perairan yang ada di Kepulauan Kei.
Pelepasliaran Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) dilindungi spesies penyu ini merupakan kali kedua setelah dilakukan penyitaan 4 individu penyu sisik di Kafe Forganza (21/1). Jika dikaji lebih dalam, terjadi fenomena patologi sosial yang dipengaruhi oleh faktor kultural di masyarakat. Penyu masih dianggap sebagai satwa yang bisa dikonsumsi untuk selingan kebutuhan makanan, dan juga bisa dipelihara untuk menarik perhatian.
Masyarakat yang sudah mengetahui tidak memahami secara utuh, sedangkan yang sudah memahami masih beranggapan selama peraturan tidak disosialisasikan langsung hingga ke desa-desa, maka disikapi dengan apatis. Hal ini menjadi perhatian serius dan perlu peran intensif dalam penanganannya. Upaya-upaya pendekatan sosial yang menyasar pada kesadaran masyarakat untuk kemudian dibina secara sistematis, menjadi langkah awal sebelum dilakukan penegakan hukum guna meminimalisis konflik sosial.
Penyu berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut, yakni sebagai penyumbang kesuburan perairan dan mengisi posisi kunci dalam rantai makanan ekosistem lautan. Semoga semakin banyak orang yang mengetahui dan menyadari arti penting penyu bagi keberlanjutan ekosistem laut sehingga populasi penyu di alam bisa terhindar dari ancaman kepunahan. Ekosistem laut yang sehat akan meningkatkan kesejahteraan nelayan dan memajukan pariwisata bahari. Ayo, mari lindungi penyu, demi kebaikan bersama generasi sekarang dan akan datang.