PATROLI KOLABORASI BTN KOMODO DAN PELAKU WISATA, CEGAH KERUSAKAN TERUMBU KARANG
Oleh: Jensi Sartin (Site Coordinator Komodo Marine Protected Area (MPA), WWF-Indonesia)
“Pencegahan kerusakan terumbu karang dan potensi pariwisata Taman Nasional (TN) Komodo menjadi lebih efektif dengan mekanisme kolaborasi,” demikian penjelasan Sudiyono, Kepala Balai Taman Nasional (BTN) Komodo, terkait pelaksanaan patroli kerja sama dengan pelaku wisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang bernaung dalam asosiasi Dive Operator Community Komodo (DOCK).
Kerja sama patroli ini dimulai sejak 21 Juli 2017. Setiap harinya, petugas BTN Komodo melaksanakan patroli dengan berangkat bersama kapal trip wisata sesuai dengan jadwal yang telah disepakati untuk memantau kegiatan pariwisata di dalam perairan TN Komodo.
“Dengan sistem ini, setiap harinya kami dapat memantau minimal 3 lokasi wisata bahari di dalam kawasan, sesuai dengan rute perjalanan kapal wisata,” kata Darman, salah satu petugas BTN Komodo yang baru selesai memantau kegiatan wisata di Siaba Besar, Manta Point, dan Mawan. “Hari ini, kami sempat memberi pembinaan kepada salah satu kapal dari Labuan Bajo yang mencoba menggunakan jangkar di lokasi penyelaman Manta Point,” sambungnya.
TN Komodo sendiri telah berkembang menjadi destinasi populer untuk wisata penyelaman. Tak hanya menyandang predikat sebagai Situs Warisan Dunia dan Cagar Man and Biosphere oleh The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), TN Komodo juga telah ditetapkan sebagai satu dari 10 destinasi prioritas pariwisata periode 2016-2019 lewat arahan Presiden Joko Widodo.
Tren kunjungan wisata di TN Komodo memang menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sebagai Destinasi Pariwisata Prioritas, TN Komodo bahkan ditargetkan untuk menerima total kunjungan wisatawan manca negara setara 500.000 orang, pada akhir tahun 2019.
Tanpa pengelolaan yang efektif, terus meningkatnya jumlah wisatawan dapat berdampak negatif terhadap kawasan. “Praktik pariwisata yang tidak ramah lingkungan dan tidak bertanggung jawab, seperti penggunaan jangkar, dapat merusak terumbu karang dan padang lamun, bahkan membahayakan satwa yang dilindungi, seperti pari manta,” papar Indarwati Aminuddin, Responsible Marine Tourism Coordinator, WWF-Indonesia yang aktif mendukung peningkatan efektifitas pengelolaan dan penerapan pariwisata berkelanjutan di TN Komodo.
“Termasuk juga, praktek pembuangan sampah plastik, yang tidak hanya berbahaya bagi ekosistem namun juga membawa citra buruk bagi destinasi wisata itu sendiri,” imbuhnya.
Selain potensi dampak dari praktik pariwisata yang tidak ramah lingkungan, TN Komodo juga mendapat tekanan dari kegiatan merusak lainnya. Kehadiran petugas di atas kapal-kapal wisata ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemantauan kegiatan ilegal lainnya.
“Petugas di kapal wisata dapat segera mencatat dan melaporkan kegiatan penangkapan ikan yang melanggar zonasi, pengeboman ikan, pengambilan karang, penggunaan potas, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, hingga penangkapan satwa yang dilindungi,” ungkap Hendrikus Rani Siga, Kepala Seksi II TN Komodo. “Semua hal tersebut, akan dilaporkan kepada pos jaga terdekat untuk dapat diambil tindakan segera,” lanjutnya.
“Kami berharap, kerja sama dengan pelaku wisata ini dapat menekan potensi dampak negatif kegiatan pemanfaatan kawasan, sekaligus sebagai pembelajaran kerja sama aktif dan berbagi peran antara pemerintah dan industri pariwisata,” jelas Sudiyono,
“Ke depannya, kerja sama dengan operator penyelaman ini juga akan kami replikasi dengan kapal-kapal rekreasi, baik liveaboard maupun kapal lokal dari Labuan Bajo,” tutupnya optimis pada patroli kolaborasi yang baru diinisiasi ini.