PANEN RAYA IKAN TEMBANG PADA MOMEN BUKA SASI MASYARAKAT ADAT WERKA
Oleh: Rizal (Community Right Based Management Officer for Inner Banda Arc Subseascpace, WWF-Indonesia)
Hari itu (21/04) telah lama ditunggu-tunggu oleh masyarakat adat Desa Werka, Kecamatan Kei Besar, Maluku Tenggara. Mereka menggelar ritual adat buka sasi (yot) untuk panen raya komoditas ikan tembang (Sardinella sp), setelah dilarang untuk diambil sejak 5 Oktober 2016 lalu.
Sejak dahulu, masyarakat Werka secara konsisten melakukan perlindungan kawasan dalam bentuk sasi, yang berarti pembatasan pemanfaatan sumber daya melalui pelarangan pengambilan sumber daya laut dalam jangka waktu tertentu.
Dalam istilah setempat, sasi disebut yot. Yot di Desa Werka masih diberlakukan hingga kini terhadap sumber daya yang ada di laut maupun darat, termasuk ikan tembang, pelagis kecil musiman di wilayah perairan mereka.
Awal November hingga Mei adalah waktu bagi ikan tembang bertumbuh dewasa, mencapai ukuran 15-23 cm. Karenanya, hanya pada hari itu, sasi dibuka khusus ikan tembang, saat dimana mereka telah berukuran maksimal.
Hasil penangkapan ikan tembang hari itu dicatat baik dari segi jumlah, ukuran, berat, dan jenisnya. Data ini untuk dijadikan perbandingan pada buka sasi tahun depan, yang kelak menjadi rekomendasi pengelolaan sasi ke depan.
Sidang adat mengawali prosesi pencabutan hawear (penanda sasi). Tujuh kali lonceng dibunyikan Raja Werka, memanggil tujuh kepala marga ke rumah adat untuk memulai sidang, membahas teknis prosesi buka sasi hari itu.
Raja dan perangkat desa melakukan ritual sirih pinang dan pembacaan doa oleh pendeta di selatan Desa Werka, kurang lebih 400 meter dari pusat kampung. Inilah lokasi sasi selama setahun terkahir – muara sungai yang dikelilingi vegetasi hutan mangrove. Tujuh kepala marga kemudian membuka sasi secara simbolis, disusul oleh warga yang mengambil ikan tembang di sana.
Acara buka sasi kali ini semakin istimewa dengan hadirnya awak media dari Trans7, Ambon Express, dan RRI untuk meliput kegiatan tersebut. WWF-Indonesia pun dengan bangga menghadiri prosesi penting dalam praktik konservasi berbasis komunitas adat (Indigenous and Community Conserved Areas/ICCAs) yang selama ini digiatkan.
Bagi masyarakat adat Werka, perlindungan sumber daya laut dalam bentuk sasi memiliki tiga manfaat sekaligus, yaitu manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi. Dari segi ekologi, sasi menjaga sumber daya laut seperti ikan tembang, mangrove, lola, teripang, dan batu laga. Dari segi ekonomi, ketika hawear dicabut, sumber daya laut yang didapat sangatlah berlimpah, baik untuk konsumsi atau dijual kembali.
Dalam kehidupan sosial, sasi berperan membangun kesadaran masyarakat untuk lebih menjaga sumber daya laut. Pemberlakuan sasi adalah upaya masyarakat Werka dalam menjaga tradisi turun temurun dari nenek moyang mereka.
“Sasi adalah penegas identitas dan pengakuan atas Kerajaan Lor Lobay di Ohoi Werka,” ucap Bapak Raja Werka, J.P. Reneut. “Saat buka sasi ini, , penduduk Ohoi Werka bersama masyarakat ohoi sekitar bersama-samakembali memanfaatkan sumber daya laut. Sasi turut berperan dalam meningkatkan keharmonisan dan kerukunan antar desa,” lanjutnya.
Uniknya, bahkan, ohoi tetangga dijadikan prioritas untuk terlebih dahulu menangkap ikan tembang. Setelah penduduk ohoi tetangga selesai, baru masyarakat Werka melakukan penangkapan. Bukankah ini patut diteladani? Konservasi berbasis adat yang dilakukan bersama, oleh dan untuk masyarakatnya.