NELAYAN MANGGARAI BARAT KINI TAHU CARA TANGANI BYCATCH HIU
Oleh: Ranny Ramadhani Yuneni (Shark and Rays Bycatch Officer, WWF-Indonesia)
Menindaklanjuti dukungan WWF-Indonesia terhadap upaya perlindungan hiu dan pari manta di Manggarai Barat, ditemukan kendala cukup besar di lapangan seperti adanya keluh kesah dari para nelayan mengenai seringnya hiu tertangkap secara tidak sengaja (tangkapan sampingan/bycatch) pada alat tangkap jaring dan pancing. Hal ini membuat para nelayan tersebut menjadi serba salah dalam menanganinya. [Baca juga: Selamatkan Hiu dan Pari Manta di Manggarai Barat]
Saat ini, kebanyakan nelayan di Manggarai Barat, baik di dalam atau luar Taman Nasional (TN) Komodo tidak menjadikan hiu sebagai target utama tangkapan karena adanya pelarangan menangkap dan memperjualbelikan hiu di kawasan tersebut. Selain itu, harga jual yang kini cenderung rendah juga membuat sebagian nelayan enggan menangkap hiu. Namun kenyataannya, menurut data WWF-Indonesia periode November 2015 hingga Januari 2015, masih saja ditemukan hasil tangkapan hiu berukuran kecil sekitar 94 ekor hiu berukuran kecil di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kampung Ujung. Sementara itu, Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Manggarai Barat pada tahun 2013 menyebutkan bahwa produksi hiu di Kabupaten Manggarai Barat mencapai 2127,48 kg. Bagaimana hal ini tetap bisa terjadi setelah nelayan Manggarai Barat bersepakat untuk tidak menjadikan hiu sebagai target utama selama 5 tahun terakhir?
Sebagai hewan predator puncak di dalam rantai makanan, hiu secara alamiah tidak memiliki predator atau musuh alami yang harus mereka hindari sehingga di dalam siklus hidupnya kelompok ikan ini tidak mengembangkan semacam strategi khusus untuk melindungi diri dari predator pemangsa. Satu-satunya strateginya adalah hiu betina yang sedang hamil akan melepaskan anak-anaknya di tempat yang jauh dan terhindar dari hiu-hiu dewasa berukuran besar yaitu perairan dangkal atau perairan pantai. Hal ini mempengaruhi tangkapan sampingan nelayan Manggarai Barat yang lokasi penangkapannya tidak jauh dari pulau pemukiman nelayan yang sering mendapat hiu berukuran kecil.
Alat tangkap yang digunakan nelayan Manggarai Barat juga berpengaruh terhadap tangkapan sampingan hiu yaitu jaring insang (gill net), jaring lingkar (purse seinse), dan pancing tangan (handline) yang memiliki resiko lebih dari 20% ketangkapanya terhadap hiu. Berdasarkan pada latar belakang tersebut, pada tanggal 27 Agustus – 12 September 2015, Balai TN Komodo, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, dan WWF-Indonesia berupaya untuk memberikan sosialisasi dan pelatihan penanganan hiu sebagai tangkapan sampingan kepada para nelayan yang memiliki resiko tertangkap hiu secara tidak sengaja dalam alat tangkapnya.
Sosialisasi dan pelatihan ini berlangsung di Desa Pasir Panjang (Pulau Rinca), Desa Komodo (Pulau Komodo), Desa Nangalili (Lembor Selatan), Kampung Messah (Pulau Messah), Desa Pasir Putih (Pulau Seraya Besar), Desa Gorontalo, Kampung Air, Kampung Baru, dan Kampung Ujung (Labuan Bajo). Jumlah nelayan yang terlibat dalam kegiatan ini berjumlah lebih dari 220 nelayan yang memiliki berbagai macam alat tangkap. Menurut penuturan Mustamin, salah satu nelayan di Pulau Rinca, beliau mendapatkan pengalaman baru yang berharga untuk menyelamatkan hiu jika tersangkut di jaringnya.
Melaui kegiatan seperti ini diharapkan tidak hanya menekan angka tangkapan sampingan hiu, tetapi juga meningkatkan kapasitas nelayan dalam penanganan hiu sebagai tangkapan sampingan di Manggarai Barat dan menambah pengetahuan nelayan terhadap pentingnya peranan hiu dalam ekosistem laut. Selain itu, nelayan yang telah mendapat pelatihan ini juga diharapkan dapat menjadi champions yang dapat menyebarluaskan informasi penanganan hiu ini ke rekan nelayan lainnya.