NELAYAN LABUAN BAJO LEPASKAN HIU AGAR HASIL TANGKAPAN TETAP MELIMPAH (1)
Oleh: Euis Zulfiaty (Bycatch and Sharks Conservation Program Assistant)
Siapa tidak kenal Labuan Bajo? Di barat Pulau Flores ini, Labuan Bajo yang merupakan pintu masuk menuju Situs Warisan Dunia Taman Nasional Komodo, terus tumbuh menjadi salah satu destinasi pariwisata unggulan nasional – tanpa melupakan identitasnya sebagai rumah bagi berbagai satwa laut karismatik, terutama hiu dan pari manta.
Sayangnya, pendaratan hiu di Labuan Bajo masih sering dijumpai. Umumnya, hiu-hiu ini masih tergolong sebagai juvenile (anakan). Setidaknya selama bulan Maret 2017 terakhir, tercatat 421 ekor anakan hiu tertangkap tidak sengaja oleh nelayan. “Hiu yang tertangkap ini biasanya sudah mati, terjerat jaring atau tersangkut mata pancing,” demikian pengakuan umumnya dari nelayan-nelayan yang saya temui mendaratkan hiu.
Hasil pencatatan menunjukkan bahwa hiu karang sirip hitam (black tip reef shark, Carcharhinus melanopterus) mendominasi 65% jumlah hiu yang didaratkan ini, sedangkan 35% lainnya merupakan jenis hiu yang berasal dari family Carcharhinidae.
Bukan berarti nelayan tidak mau mencoba melepaskan hiu. Hanya saja, mereka belum memahami cara aman yang terbaik untuk melepaskan hiu yang masih dalam keadaan sehat ataupun lemah. “Kami masih kesulitan bagaimana cara melepaskannya, kadang saya juga takut dengan hiunya ini” jelas salah satu nelayan dari Kampung Ujung, Labuan Bajo.
Jika hal ini terus berlanjut tanpa adanya peningkatan kapasitas nelayan dalam menangani tangkapan sampingan hiu, tentunya akan terus berujung malang bagi hiu-hiu yang hidup di lokasi penangkapan ikan nelayan.
Sebulan terakhir ini, saya berkeliling Kampung Ujung, Labuan Bajo, untuk melakukan pendampingan penanganan tangkapan sampingan (bycatch) hiu pada nelayan. Sebuah program yang digagas oleh WWF-Indonesia untuk menurunkan tingkat ancaman kematian hiu dengan mitigasi tertangkapnya hiu di alat penangkapan ikan.
Lokasi Kampung Ujung berdekatan dengan TPI (Tempat Pendaratan Ikan), sehingga mempermudah pemantauan pendaratan hiu yang dilakukan oleh nelayan. Lokasi ini juga dipilih sebagai lokasi pendampingan karena mayoritas nelayan memancing ikan pelagis, yang memungkinkan hiu tersangkut di mata pancing.
Berdasarkan hasil observasi pada Maret - April 2017 ini, hiu memang sering berada di lokasi tangkapan nelayan. Bahkan, dalam bulan tertentu, dalam satu tali pancing pelampung yang berisi 10 mata pancing, bisa ditemukan 2 – 3 ekor hiu yang tersangkut.
Keterbukaan nelayan akan infomasi perikanan hiu serta kesadaran untuk melepaskan hiu juga sudah terlihat dengan antusiasme saat mengikuti pendampingan. Kami memperkenalkan nelayan pada modifikasi alat untuk melepaskan mata pancing dari mulut hiu yang disebut De hooker. Nelayan juga melatih diri dalam menangani hiu menggunakan boneka hiu sebagai alat peraga.
Di sini, kami juga berbagi banyak cerita. Mulai dari cara menangkap ikan, berbicara kondisi lautan, lokasi tangkapan yang berpotensi terdapat hiu, hingga menceritakan yang telah dilakukan nelayan dalam menangani hiu yang tersangkut dimata pancing.
Jika hiu berukuran kecil, nelayan akan mengangkatnya ke atas ketinting, sampan kayu dengan tambahan bambu pada salah satu sisinya serta bantuan mesin sebagai penggerak. Mereka biasa menggunakan tangan kosong mengangkat hiu tersebut ke atas ketinting, kemudian mencungkil mata pancing menggunakan bantuan tang, dan melepaskannya kembali ke laut, tempat mereka seharusnya berada.