MERAYAKAN HUT RI KE 72 DI KEBUN TINGGI
Oleh: Syamsidar
Jalanan terjal berliku, penuh tanjakan dan turunan berlumpur akhirnya mengantarkan kami ke Desa Kebun Tinggi, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kampar, Riau. Kedatangan kami disambut ramah para warga yang tengah berkumpul di lapangan bola kaki menyaksikan pertandingan antar dusun dalam rangka memperingati HUT RI ke 72. Kepala Desa Kebun Tinggi, Joni Antoni yang tengah berbaur dengan warganya juga menyapa kami dengan hangat.
Lelahnya perjalanan yang sesekali membuat hati berdebar harus melintasi pinggiran tebing yang curam memakan waktu kurang lebih 8 jam dari Pekanbaru hilang sudah dengan semilir sejuknya udara sore di desa itu. Karena mengalami dua kali kerusakan mobil perjalanan kami lebih lama 1,5 jam dari perkiraan jarak tempuh yang kami rencanakan. Suguhan bentang alam perbukitan di kiri kanan jalan dengan tegakan pohon lebat dan lekukan perbukitan yang seolah menggapai awan meluluhkan gerutuan kami, yang terucap hanya kekaguman pada indahnya alam yang terbentang.
“Rasanya seperti perjalanan ke daerah Sumatera Barat ya,dikelilingi pemandangan indah” ujar saya kepada rekan di dalam mobil ketika mobil kami mengikuti liukan jalan.
Sepanjang perjalanan setelah memasuki persimpangan menuju Kuntu dari arah Lipat Kain, Kampar Kiri, kami harus melintasi jalan tanah walaupun di beberapa bagian diaspal khususnya daerah sekitar pemukiman. Setengah dari perjalanan yang dilalui begitu licin karena habis diguyur hujan. Setelah melewati beberapa desa, akhirnya sampai ke Desa Lubuk Bigau yang selama ini dikenal sebagai desa dimana air terjun tertinggi di Riau terdapat. Lebih kurang 1 km saja jaraknya desa ini dengan Desa Kebun Tinggi dan hanya dipisahkan oleh anak sungai kecil.
Air terjun ini terletak di bentang alam Bukit Rimbang Bukit Baling yang merupakan kawasan prioritas habitat harimau global yang perlu dipertahankan untuk keberlangsungan harimau Sumatera. Dari studi yang dilakukan oleh WWF bekerjasama dengan BBKSDA Riau dalam bentang alam ini terbukti didiami oleh harimau Sumatera dari hasil kamera jebak yang ditempatkan di beberapa titik penelitian. Selain itu berbagai jeni satwa langka juga terekam di kawasan ini seperti kambing hutan Sumatera.
Malam harinya kami berkoordinasi dengan Sekretaris Desa, Tete Muhadar untuk rencana kegiatan bersama masyarakat memeriahkan HUT Ri ke 72. Kami mengisi kegiatan permainan rakyat untuk anak-anak SD dan SLTP yang ada di desa ini dan ikut serta dalam pelaksanaan upacara pengibaran bendera HUT RI ke 72.
Sebagai salah satu rencana yang kami susun adalah pengibaran bendera merah putih di air terjun Batang Kapas, air terjun yang diyakini sebagai air terjun tertinggi di Riau ini, oleh karena itu kami pun berkoordinasi dengan sekretaris desa. Lima orang siswa SLTP Satu Atap Desa Kebun Tinggi pun ikut serta bersama kami menuju air terjun tersebut. Dengan berkendaraan roda dua, rombongan kami yang terdiri dari 10 orang dan lima siswa SLTP diantar warga setempat menuju akses terakhir yang bisa dilalui kendaraan roda dua. Di atas motor yang melewati tanjakan dan penurunan dan beberapa jembatan gantung, pengendara motor yang mengantar saya menyebutkan ”Itu dia air terjunnya, terlihat dekat tapi sebenarnya jauh”. Dari kejauhan terlihat gagahnya tebing air terjun tersebut. “Kalau kami jalan kaki ke sana 1,5 jam tapi kalau orang yang datang bisa jadi 3 jam"", lanjut Pak Tarmizi, pengemudi motor tumpangan saya.
Dan pendakian pun dimulai ketika turun dari sepeda motor tersebut,menembus hutan yang masih lebat, melintasi sungai, meniti pohon kayu yang tumbang pun kami lewati hingga memanjat anak tangga dari kayu yang telah disediakan warga sebagai salah satu fasilitas yang ada menuju air terjun tersebut. Beberapa ceruk batu kami lewati, yang juga digunakan untuk tempat istirahat sebelum melanjutkan pendakian. Setelah 3 jam melewati berbagai kecuraman tanjakan, akhirnya kami tiba di Air Terjun Batang Kapas. Hanya puja dan puji rasa syukur terhadap indahnya alam yang terlihat di depan mata yang terucap.Tebing tinggi menjulang dimana air terjun tercurah, batu-batuan besar menampung curahan air menunjukkan kegagahan air terjun ini.
Misi pun segera dilaksanakan beberapa anggota tim mulai menyusuri batu-batuan besar menuju lokasi di tengah-tengah untuk mengibarkan bendera merah putih. Dinginnya air dan angin yang menerapa tidak meluluhkan semangat tim untuk mengibarkan bendera Merah Putih di air terjun tertinggi di Riau tersebut.Dengan bertumpu pada bebatauan besar tersebut, tim pun berhasil mengembangkan bendera.
Tak satu pun terlihat wajah kelelahan dari siswa SLTP; Yeni, Yola, Nando, Rahmat, Raymond. Mereka dengan senang gembira menikmati indahnya alam sekitar. Kami pun sedikit berbagi cerita pentingnya menjaga hutan kepada mereka dan mereka pun bangga akan adanya air tejun tertinggi di sekitar mereka.
Upacara HUT RI dan kemeriahan permainan tradisional
Keesokan harinya, pukul 8:00 pagi warga berkumpul di lapangan bola Desa Kebun Tinggi untuk mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih yang dipimpin oleh kepala desa. Meskipun dilaksanakan oleh anak SD dan SMP yang secara keseluruahan berjumlah tidak lebih dari 120 orang upacara HUT Ri berjalan lancar dan khidmat. Perangkat desa dan perwakilan warga yang mengikuti upacara tersebut juga terlihat antusias.
Usai upacara, lapangan bola tersebut pun berubah menjadi arena keriuhan karena diisi dengan berbagai permainan rakyat dan kekompakan seperti lomba tarik pelepah pinang, makan kerupuk, isi paralon bocor dan lainnya. Wajah-wajah ceria, para ibu yang tertawa lepas di pinggir lapangan melihat keseruan permainan terlihat jelas apalagi ketika diberi partai tambahan lomba menarik pelehan pinang antar ibu-ibu. Berbagai kelucuan pun mengisi hari itu hingga menjelang sore sebelum akhirnya dilanjutkan dengan kompetisi sepak bola antar dusun.
Malam harinya adalah malam keceriaan karena diisi dengan pembagian hadiah namun sekaligus juga salam perpisahan dari tim WWF yang hadir selama 3 hari di desa tersebut untuk keesokan harinya akan kembali ke Pekanbaru. Jabat erat dan hangat pun mengisi akhir dari pertemuan malam itu dengan harapan kami akan dapat kembali lagi ke desa tersebut secepatnya mengingat perbincangan dengan kepala desa dan warga yang menyatakan begitu banyak potensi yang masih tersimpan di desa mereka. “Masih ada beberapa air tejun di sekitar sini, memang yang sudah terekspose air terjun Batang Kapas tapi sebenarnya bukan itu saja yang ada di sini makanya datanglah kembali ke sini,” ungkap Kepala Desa.
Gambir dan Masyarakat Desa Kebun Tinggi
Selain pesona alamnya, Desa Kebun Tinggi dan beberapa desa di kenagarian Pangkalan Kapas ini memiliki kekayaan yang tak terduga. Sudah sejak lama masyarakat di wilayah ini bertanam gambir untuk mendukung ekonomi keluarga dan prospeknya sangat bagus. “Dulu pernah masa jayanya gambir itu Rp.120.000/ kilo,” ujar Muhtiar seorang warga petani gambir.
“Sekarang memang sudah jatuh harganya menjadi sekitar Rp.40.000-50.000/ kilo,“ lanjutnya. Sumber ekonomi ini sangat menjanjikan karena petani dapat memanen gambir 3 kali dalam setahun. Untuk 1 ha kebun gambir jika dirawat dengan baik dapat menghasilkan 1,8 ton gambir yang telah dikeringkan. Pekerjaannya tidak susah karena gambir tidak memerlukan perawatan intensif hanya perlu dibersihkan sekitarnya dari tanaman liar maka gambir akan tumbuh baik. Setelah dipetik gambir akan disuling dan kemudian dikeringkan yang memerlukan waktu kurang lebih tiga hari hingga akhirnya siap untuk dijual.
""Ada tokenya yang datang ke sini dari Sumbar untuk membeli,“ ujar Muhtiar. Namun ia dan beberapa warga lain juga mengaku ada permainan harga dan mutu di level ini sehingga menyebabkan harga gambir turun tidak lagi seperti pada masa jayanya yang bisa mencapai Rp 120.000 / kilo.
Di Desa Kebun Tinggi sendiri terdapat sekitar 30 ha kebun gambir yang dikelola oleh masyarakat desa sejak lama. Dan sepertinya kebiasaan ini masih terus dilanjutkan terbukti dengan adanya beberapa bukaan kebun baru yang direncanakan untuk bertanam gambir. Riau dikenal dengan dimana mana sawit namun di sini ada pemandangan yang berbeda karena ada kebun gambir di sini.