MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN PULAU KOON, MALUKU, SETELAH TIGA TAHUN BERLALU
Oleh: Rafika Puspita Army (Writer and Documenter Assistant for Inner Banda Arc Sub-seascape, WWF-Indonesia)
Hasil kajian harvest control rule (HCR) terhadap perairan Koon bukan satu-satunya hal yang dipaparkan WWF pada 18-19 Maret 2017 lalu di Kantor Bappeda Seram Bagian Timur, Maluku.
Bersama Ecosystem Approach to Fisheries Management/EAFM Universitas Pattimura (Unpatti), WWF juga menyampaikan hasil evaluasi efektivitas pengelolaan perikanan dan evaluasi pengelolaan kawasan konservasi di kawasan konservasi perairan dan pulau-pulau kecil (E-KKP3K) di Taman Pulau Kecil Pulau Koon, Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya, sepanjang tahun 2015 – 2017. E-KKP3K digunakan untuk menilai sejauh mana pengelolaan sumber daya kawasan dapat memberi manfaat secara sosial, ekonomi, juga ekologis.
Sebagai area pemijahan ikan karang terbesar di timur Indonesia, Pulau Koon (bersama Pulau Neiden) di Kecamatan Pulau Gorom ini telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan melalui SK Bupati Nomor 521/189/Kep/2011 pada tanggal 1 Agustus 2011.
“Sumber daya ikan di Koon berada pada kondisi yang baik meskipun masih ada beberapa titik yang rusak,” buka Dr. James Abraham, dosen Unpatti.
“Dinas Lingkungan Hidup Seram Bagian Timur menegaskan, ada ruang yang harus direhabilitasi. Penilaian secara umum berada pada level sedang. Artinya, kawasan Koon masih memberikan fungsi bagi masyarakat,”lanjut dia.
“Harapannya, 10-15 tahun mendatang, kita berada pada titik aman, titik hijau. Kita punya waktu 3 tahun untuk mencapainya,” ungkap Dr. James, mewakili harapan segenap pihak yang hadir hari itu.
Perhatian terhadap konektivitas antar komponen ekosistem diwujudkan melalui penerapan EAFM. Kerangka EAFM terdiri dari enam domain, yaitu sumber daya ikan, habitat dan ekosistem, sosial ekonomi, tata kelembagaan, dan teknologi penangkapan ikan.
“Dari hasil evaluasi E-KKP3K pengelolaan KKP3K Pulau Koon, Pulau-Pulau dan Perairan Sekitarnya, tampak pengelolaan kawasan masih belum terlalu signifikan, hanya meningkat dengan telah dikeluarkannya SK Bupati terkait Rencana Pengelolaan dan Zonasi KKP3K Pulau Koon, Pulau-Pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Seram Bagian Timu serta terkait di sektor pariwisata karna PES (Payment of Ecosystem Service) sudah berjalan,” ungkap Taufik Abdillah, Marine Spatial and Monitoring Officer, WWF-Indonesia.
Penilaian EKKP3K sendiri terdiri dari 5 level; level 1 (kawasan konservasi diinisiasi), level 2 (kawasan konservasi didirikan), level 3 (kawasan konservasi dikelola minimum), level 4 (kawasan konservasi dikelola secara optimum), dan level 5 (kawasan konservasi dikelola mandiri).
Perubahan skor level 3 dari 54% di tahun 2015 menjadi 73 % di tahun 2016 membuktikan hanya ada upaya percepatan SK Rencana Pengelolaan, Zonasi dan Peraturan Gubernur Unit Pelaksanaan Teknis KP3K Pulau Koon saja yang menonjol. Selain itu, terlihat pula adanya peningkatan dari sektor pariwisata di dalam kawasan untuk masyarakat sekitar.
Menutup dua hari kegiatan diseminasi ini, WWF bersama para pihak menyusun rencana kerja bersama untuk perbaikan pengelolaan perikanan dan pengelolaan kawasan konservasi di Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K) Taman Pulau Kecil – Pulau Koon, Pulau-pulau Kecil dan Perairan Sekitarnya. Rencana kerja bersama inilah yang akan diajukan ke Pemerintah Provinsi dalam bentuk Surat Keputusan serta pembentukan Badan Konservasi untuk Kabupaten Seram Bagian Timur.