MENGENAL TEKNIS BUDI DAYA UDANG VANNAMEI YANG BAIK
Oleh : Zulkarnain (Faslok AIP Udang Pinrang)
Perpindahan komoditas budi daya dari udang windu ke udang vannamei tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perpindahan dilakukan bukan tanpa sebab, yaitu karena menurunnya stok induk mau pun benur udang windu, yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah petambak yang panen lebih awal (udang ukuran kecil). Kini komoditas udang vannamei mulai diminati oleh sebagian petambak, walaupun pada kenyataannya komoditas udang windu masih menjadi idola. Dapat dilihat dari harga penjualan udang windu yang semakin meningkat.
Bermula dari Tahun 2011 udang vannamei atau lebih dikenal dengan nama udang putih mulai dikenal petambak melalui radio dan obrolan mulut ke mulut. Proses budi daya yang hanya digeluti oleh petambak yang bermodal saja tidak membuat gentar petambak lain yang masih setia dengan udang windu. Namun, seiring waktu berlalu budi daya udang windu banyak mengalami kendala. Kematian di awal budi daya udang windu serta jenis pakan yang mengandung bahan pengawet membuat petambak di Kabupaten Pinrang mencoba untuk mulai membudidayakan udang vannamei. Walaupun hasilnya tidak cukup memuaskan di awal percobaan setidaknya ada keuntungan yang diperoleh petambak.
Pasalnya masih belum banyak yang mengetahui cara budi daya udang vannamei yang baik. Bermodalkan cara budi daya udang windu mereka modifikasi, petambak di Desa Tasiwali’e mulai membudidayakan udang Vannamei di Tahun 2015.
Dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan dan tata cara budi daya udang vannamei berkelanjutan, pada Oktober 2017 lalu, WWF-Indonesia melaksanakan pertemuan bersama petambak di Desa Tasiwali’e, Kecamatan Suppa. Dengan menghadirkan pemateri yang merupakan teknisi budi daya udang sistem intensif setempat, yaitu Muh. Hamzah, S.Pi, membuka kelas diskusi mengenai persiapan lahan tambak dan pengelolaan pakan.
Menurut Muh Hamzah, 60% keberhasilan budi daya udang ditentukan dari persiapan lahannya. ”Masalah utama yang ditemukan dalam budi daya adalah adanya amoniak di dalam lumpur, media utama tempatnya bersarang bakteri seperti vibrio,” jelasnya. Maka, untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan pengeringan lahan tambak, pembajakan dan pengangkatan lumpur yang dapat dilakukan jika memungkinkan. Selain itu, pemberian probiotik merupakan alternatif untuk mempercepat proses penguapan. Saat pengeringan lahan perlu diberi kapur bakar di dasar tambak dan pada pematang, agar saat pengangkatannya lumpur akan turun kembali ketika hujan.
Selanjutnya, perlu dilakukan sterilisasi dalam persiapan pengairan untuk menghambat pertumbuhan lumut, membasmi ikan-ikan liar dan kerang-kerangan. “Dalam budi daya udang vannamei pupuk tidak dibutuhkan. Walaupun dapat memicu pertumbuhan plankton, namun dapat mempercepat proses rusaknya air. Cukup dengan pemberian dedak fermentasi saja jika menggunakan budi daya sistem Intensif.” Terang Muh Hamzah dalam presentasinya.
Melihat pola pemberian pakan cara penentuan jumlah berdasarkan perilaku udang dalam tambak perlu diperharikan karena nafsu makan udang dapat berubah tiap waktu. Muh Hamzah juga menjelaskan bahwa udang akan malas makan saat melakukan molting (pergantian kulit secara reguler seiring pertumbuhan tubuh udang), sehingga dosis pemberian pakan dapat dikurangi agar tidak terjadi pemborosan dan penumpukan sisa pakan yang bisa meningkatkan amoniak.
DO atau kandungan Oksigen dalam air akan menurun pada malam hari sehingga pemberian pakan pada malam hari sebaiknya dikurangi untuk mengurangi aktivitas yang dapat menurunkan DO pada tambak. Jika terdapat alat berupa kincir sebaiknya mulai di aktifkan pada sore hari, sebab awal penurunan DO mulai terjadi.
Menurut petambak materi pengelolaan pakan ini sangat membantu petambak, sebab pengalaman dalam pemberian pakan masih kurang dan pemberian dosis belum dilakukan perhitungan secara tepat, petambak dapat membandingkan cara pemberian pakan yang mereka pakai dengan materi yang diberikan.
Di akhir pertemuan Muh Hamzah membahas tentang jenis-jenis penyakit pada udang vannamei. Faktanya, petambak lebih baik mencegah penyakit yang bisa menyerang udang dibanding mengobatinya dengan persiapan lahan yang baik, selalu menjaga kualitas air tambak, serta pemenuhan kualitas nutrisi udang.
Kelas Vannamei ini rencananya berlangsung selama enam kali pertemuan atau menyesuaikan dengan kebutuhan anggota kelompok vannamei. Harapannya, dengan tambahan informasi dan diskusi terbuka melalui kelas vannamei ini, petambak dapat lebih memperbaiki manajemen budidayanya, sehingga lebih produksi meningkat dan para petambak dapat konsentrasi untuk perbaikan lingkungan sekitar tambak.