MENGARUNGI BAHAYA DEMI SI RAJA RIMBA
Oleh: Cik Aman
“Bagaimana kalau kita turun dari batang pohon itu?” Sambil menunjuk kearah sebatang pohon yang berada tidak jauh dari tempat kami berdiri. Kalimat ini selalu ada di benak saya karena menjadi salah satu pengalaman yang tidak terlupakan.
Pagi yang cerah, matahari menampakan wajah dari ufuk timur dan kicauan burung disahut suara Siamang yang bergelantungan di pohon. Sebagaimana biasanya, setiap pagi kami sebagai tim patroli yang berjumlah empat orang memulai aktifitas di lapangan. Memulai hari dengan memasak sarapan dan makan siang yang akan dibawa sebagai bekal. Setelah itu, kami langsung bergegas bersiap-siap untuk melakukan kegiatan patroli hari ini. Satu per satu logistik dan perlengkapan lainnya kami masukan ke dalam tas besar yang selalu setia menemani langkah kaki di tengah rimba.
Kami memulai perjalanan menyusuri hutan dan tutupan serasah yang masih cukup tebal. Menggunakan parang pendek, salah seorang anggota tim membersikan jalan yang akan dilewati. Sudah beberapa jam berjalan, belum juga kami menemukan tanda-tanda keberadaan sang raja hutan, baik jejak maupun kotorannya. Ini bagian dari pekerjaan yang sudah saya geluti sejak lama, sudah 5 tahun saya bergabung di WWF-Indonesia Central Sumatera dan melakukan patroli di tim Tiger Protection Unit (TPU).
Perjalanan kali ini cukup melelahkan, kami harus mendaki bukit yang cukup terjal dan berdinding batu dengan ketinggian sekitar 700 mdpl. Kami tidak pernah merasa patah semangat, kami terus berjalan walau tertatih-tatih. Mulai terbayang di benak saat tiba di puncak bukit, kami akan melihat keindahan alam Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling yang sangat indah dari ketinggian.
SM Bukit Rimbang Bukit Baling merupakan hutan konservasi dengan luas 136.000 ha dan ditetapkan oleh Surat Keputusan Gubernur KDH.Tk. I Riau. Nomor Kpts.149/V/1982 tanggal 21 Juni 1982. Kawasan ini berada dalam wilayah Kabupaten Kuantan Sangingi dan Kampar, Provinsi Riau. SM Bukit Rimbang Bukit Baling adalah hutan dataran rendah yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang menjadi rumah bagi berbagai makhluk hidup, termasuk salah satu satwa kunci Sumatera, yakni Harimau.
Bentang alam indah dan kehidupan khas masyarakat yang hidup di tepi sungai menjadi daya tarik tersendiri bagi para petualang. Tradisi masyarakat yang hidup di sana masih sangat kental dalam menjaga alamnya. Perbukitan hijau dengan tutupan hutan yang masih relatif bagus menawarkan tantangan sendiri untuk ditelusuri. Selain itu, di kawasan ini juga terdapat sungai Subayang, sungai utama yang mengaliri kawasan suaka margasatwa dan menyimpan beragam keindahan.
Sesampainya di puncak bukit, kami disambut dengan semilir angin. Segeralah kami lepas tas besar yang digendong selama perjalanan tadi. Dari puncak bukit kami dapat melihat keindahan hutan SM. Rimbang Baling, jauh di sana tampak sungai subayang yang berkelok-kelok yang memberikan kehidupan bagi masyarakat di sepanjang aliran nya.“Oh..Betapa indah nya alam ciptaan-Mu Tuhan, Aku berjanji akan menjaga nya agar selalu tetap lestari” gumam ku di dalam hati.
Setelah puas beristirahat dan rasa lelah sudah mulai berangsur hilang, kami melanjutkan perjalanan. Tiba-tiba salah seorang tim yang berjalan di depan berkata “teman teman awas ada jerat,” kami pun segera berhenti. Kami menemukan satu buah jerat sling yang berhasil menangkap tapir dan telah menjadi bangkai. Siapa yang harus disalahkan? Apakah para pemburu yang memasang jerat tersebut atau pemerintah yang kurang perhatian terhadap kesejateraan mereka sehingga mereka melakukan pekerjaan tersebut?
Kami melakukan penyitaan jerat, tak lupa mengambil dokumentasi sebagai bukti penemuan ini. Kami juga merasa sedikit takut, apabila pelaku pemasang jerat datang dan menemukan kami yang menyita jerat mereka. Kami cukup banyak mendapat kan jerat sling yang di pasang oleh pemburu di sekitar kawasan ini. Hal ini membuktikan bahwa daerah ini masih rawan dengan ancaman perburuan terutama untuk Harimau Sumatra dan satwa mangsanya. Setelah kami yakin daerah tersebut aman dari jerat, kami pun melanjutkan perjalanan kembali. Banyak tantangan yang kami hadapi selama berpatroli di awal Januari di tahun 2015 ini.
Dalam perjalanan kami juga bertemu masyarakat yang mengaku sebagai pemburu burung dan kayu Gaharu. Namun kami tidak percaya begitu saja, yang dikhawatirkan adalah mereka merupakan rombongan pemburu yang sering memasang jerat sling dan mengancam keberadaan satwa-satwa yang ada di hutan.
Di tengah perjalanan tim terkejut karena punggungan bukit yang kami lalui terputus, pada sisi kiri dan kanan hanya ada jurang yang cukup dalam. Salah seorang anggota tim pun memeriksa apakah ada jalan lain untuk dilewati. Sekitar 10 meter di bawah, ada punggungan yang bisa dilewati. Kami memutar otak bagaimana caranya untuk bisa turun ke sana. Salah seorang tim berkata, “bagaimana kalau kita turun dari batang pohon itu?” sambil menunjuk ke arah sebatang pohon yang berada tidak jauh dari tempat kami berdiri. Akhirnya kami menuruni jurang melewati pohon tersebut dengan cara bergantian.
Kendala-kendala ketika kami melakukan kegiatan patroli di dalam kawasan SM Rimbang baling beragam mulai dari melewati sungai yang dalam dan berarus deras, mendaki bukit yang berbatu dan sangat terjal, terluka karena tersangkut onok dan duri. Tidak hanya itu, binatang berbisa seperti ular, lipan dan kalajengking sewaktu-waktu bisa mengancam nyawa kami. Tentu kami juga harus berhadapan dengan para perambah, pemburu dan pekerja illegal logging yang tidak menyukai pekerjaan kami, karena kami merupakan ancaman bagi mereka. Tak ada yang bisa kami lakukan selain hanya memberikan pengertian bahwa apa yang mereka lakukan itu salah, dan apa yang dilakukan sekarang akan berdampak kepada anak cucu mereka di kemudian hari.
Walau pun berat rintangan yang harus dihadapi dalam melakukan pekerjaan ini, tapi kami tetap merasa bahagia. Setidaknya kami juga ikut andil dalam melindungi Harimau Sumatera dari kepunahan walaupun kecil. Mari selamatkan Harimau Sumatera!