MENDORONG TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (TPB) DENGAN PENANDAAN ANGGARAN HIJAU (GREEN BUDGET TAGGING)
Oleh: Dede Krishnadianty
Perencanaan Strategis WWF Indonesia periode 2014-2018 menyebutkan adanya tujuan meningkatkan alokasi anggaran publik sebanyak 2% kepada program dan kegiatan yang mendukung perlindungan Sumberdaya Alam. Angka tersebut didasari oleh kajian United Nation Environment program (UNEP, 2011) yang menyebutkan bahwa dengan jumlah ini akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan yang berorientasi “hijau”.
WWF Indonesia memandang bahwa nilai kuantitatif 2% tidak semata-mata menjamin adanya transformasi ke pembangunan ekonomi hijau, namun perlu didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik, dimana perangkat pemerintahan daerah memiliki kapasitas dalam penyusunan program dan kegiatan dengan mengikuti prinsip money follow program.
Prinsip ini menganut sistem perencanaan penganggaran pembangunan secara menyeluruh, transparan dan tepat sasaran sehingga dapat menjamin tercapainya visi-misi kepala daerah yang selaras dengan program nasional yang berorientasi kepada prinsip pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini penting untuk menerapkan indikator program dan kegiatan secara tepat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2016 WWF melakukan aktivitas pelatihan Penganggaran Hijau di beberapa daerah (Provinsi Jambi, Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Maluku tenggara) dan mengeluarkan buku Panduan Penandaan Anggaran Hijau di daerah yang telah diserahkan oleh acting-CEO WWF Indonesia (Benja Mambai) ke Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri pada bulan Februari 2017 lalu.
Dalam melakukan proses identifikasi penganggaran, WWF mengacu kepada Strategi pembangunan Hijau yang disusun Pusat Pembiayaan Perubahan Iklim dan Kebijakan (PPKIM) - Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (2015).dimana terdapat 21 sektor prioritas yang dikelompokan dalam 6 kluster prioritas pembangunan hijau: (1) Perlindungan Sumberdaya alam, (2) Pertanian; (3) Energi bersih dan Pengembangan Industri, (4) Transportasi dan Tata-kota & Tata-Daerah, (5) Kesehatan dan Pendidikan; dan (6) Penanggulangan Bencana & Kebijakan Pendukung lainnya.
Dalam prosesnya, sebagian besar peserta di beberapa daerah secara merata menyebutkan bahwa proses perencanaan perencanaan pembangunan dan penganggaran masih memerlukan perbaikan sementara topik Ekonomi hijau dan perubahan iklim masih dirasa perlu dipelajari lebih lanjut sebagai upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah.
Terwujudnya sistem perencanaan penganggaran yang baik secara otomatis dapat menciptakan kondisi yang mendukung peralihan kepada “Green Economy” atau Ekonomi Hijau yang akan bermanfaat terhadap keberlanjutan dan pelestarian Sumberdaya Alam, pembangunan rendah karbon dengan memperhatikan aspek sosial sebagai bagian dari pola pembangunan yang inklusif.