MENATA PENGELOLAAN KEPITING BAKAU KUBU RAYA
Sejumlah pihak terus memusatkan perhatiannya pada tata kelola kepiting bakau. Potensi besar dari perairan Kubu Raya ini punya daya magnetik yang tinggi. Respon pasar global yang baik, dikhawatirkan dapat memicu terjadinya pemanfaatan sumber daya perikanan secara berlebihan.
Apalagi skema perbaikan perikanan tangkap (Fisheries Improvement Program) khususnya komoditas kepiting bakau, hingga kini belum dilaksanakan sesuai harapan. Sementara peminat kepiting bakau kian hari makin tinggi. Mereka datang tidak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri.
Untuk mengantisipasi persoalan ini, WWF-Indonesia menginisiasi pertemuan bersama para pemangku kepentingan di wilayah Kalimantan Barat pada 26 Februari 2018. Para pihak yang terlibat adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar, Pemerintahan Desa Sungai Nibung, Dabong, Kuala Karang, Kubu, nelayan dan pengepul kepiting bakau di perairan Kubu Raya beserta lembaga terkait lainnya.
Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk mendapat rekomendasi dan kesepakatan, terutama dalam rencana pelaksanaan agenda perbaikan perikanan komoditas kepiting bakau di Kubu Raya.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kalbar M. Aminuddin mengatakan bahwa Kubu Raya adalah penghasil kepiting bakau terbesar. Hal ini tak terlepas dari kondisi hutan bakau di daerah tersebut yang tetap terjaga dengan baik. “Tentunya ini menjadi habitat terbaik bagi kepiting, udang, dan ikan,” katanya.
Pertemuan ini, kata Aminuddin, dapat dijadikan sebagai momentum untuk membahas tata kelola kepiting bakau. Dengan demikian, masyarakat pesisir diharapkan tidak hanya sebatas mengambil hasil perikanan ini sebanyak mungkin, tapi juga menjaga berkelanjutannya.
Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia Albertus Tjiu mengatakan bahwa agenda diskusi yang digagas oleh lembaganya ini melibatkan seluruh stakeholder di Kalbar. “Kita ingin menyatukan persepsi dan pemahaman dalam menyusun rencana pelaksanaan perbaikan perikanan kepiting bakau di Kubu Raya,” jelasnya.
Menurut Albert, hasil identifikasi yang telah dilakukan dengan merujuk pada standar Marine Stewardship Council menunjukkan bahwa hasil produksi perikanan kepiting bakau di perairan Kubu Raya cukup tinggi. Hanya saja, untuk pengelolaannya masih perlu pembenahan sehingga dapat memastikan aspek keberlanjutan dan di sisi lain meningkatkan pendapatan nelayan.
“WWF siap bekerja sama dengan pemerintah dan peneliti untuk menganalisis status stok kepiting bakau dan menyusun strategi pemanfaatan dalam pengelolaan perikanan kepiting bakau. Ini penting dilakukan sebagai landasan dalam rencana perbaikan perikanan kepiting bakau di Kubu Raya,” urai Albert.
Pertemuan ini akhirnya menghasilkan rumusan pertemuan dan rencana perbaikan perikanan kepiting bakau di Kubu Raya. Seluruh stakeholder terkait telah menyetujuinya dan akan melakukan langkah-langkah lanjutan.
Pasca-pertemuan para pihak di Pontianak, Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Pontianak melepasliarkan 423 ekor kepiting bakau betina yang sedang bertelur di perairan Wajok, sekitar Pulau Panjang, 10 Maret 2018.
Kepiting tersebut disita petugas dari tangan pemiliknya brinisial RB pada 9 Maret 2018. Warga Pontianak ini ditangkap lantaran melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan ketentuan Permen KP No 56 tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus).
Untuk informasi lebih lanjut, bisa menghubungi:
Lia Syafitri | Communication Coordinator
WWF-Indonesia Program Kalbar
JL. Karna Sosial Gg Wonoyoso 2 No 3 Pontianak, Kalimantan Barat
HP: +62 812 5734 743 | Email: lsyafitri@ww.id